02

1K 113 8
                                    

Hanzo menyadari perasaannya semenjak gadis itu menginjak usia remaja saat ia duduk di bangku SMA dulu.

Di usia itu Hanabi mulai menunjukkan pesonanya. Jika banyak laki-laki di luar sana jatuh hati padanya, apa kabar dirinya yang tinggal satu atap dengan gadis itu.

Setiap pagi mereka selalu makan satu meja bersama, mengantarnya ke sekolah sebelum lulus dulu, selalu berkeliaran bebas di rumah megahnya, dan bermain di taman bersama Shiro di antara bunga-bunga.

Semua itu membuat hati Hanzo terasa panas. Sebuah rasa yang belum pernah ia rasakan sebelumnya.

Ia dari dulu tidak percaya cinta. Love is bullshit. Itu yang ia tahu dan ia pahami tentang cinta, terlebih cinta antara laki-laki dan perempuan. Rata-rata semua itu hanyalah memandang fisik, uang, dan nafsu semata.

Hanzo pernah mengalami nya. Dulu ia memiliki wajah yang buruk rupa karena banyak codet di wajahnya akibat sering bertarung. Banyak orang memandangnya rendah hanya karena ia buruk rupa tanpa melihat kemampuannya.

Namun kini lihatlah, ia telah menjadi seorang pengusaha sukses dan perusahaannya berkembang pesat. Wajahnya lambat laun telah pulih dan kembali normal seperti semula. Banyak para wanita yang mencoba mendekati dan menggodanya.

Memang secara logika, adalah hal yang normal perempuan menyukai laki-laki yang tampan. Begitu pula laki-laki menyukai wanita yang cantik. Dan Hanzo adalah laki-laki yang normal.

Pernah dulu Hanabi suka tertidur menonton tv di sofa ruang tamu pada malam hari. Dan itu terjadi berkali-kali saat ia larut pulang kerja.

Bukan apa-apa Hanabi mau menonton tv nya kapanpun ia mau. Hanya saja pakaian yang selalu dikenakan gadis itu di malam hari sangatlah seksi di mata Hanzo. Bayangkan ia hanya mengenakan celana pendek dan kaos singlet sebagai busana tidur. Belum lagi ia harus membangunkannya yang susahnya minta ampun. Jika sudah kepalang susah, mau tak mau Hanzo harus menggendongnya ke lantai atas dan menidurkannya di tempat tidur agar tidak masuk angin.

Hanya dengan melihat Hanabi yang tertidur pulas dengan pakaian seperti itu, membuat Hanzo merasakan ada sesuatu yang bangkit dari dirinya. Belum lagi ia harus menggendong Hanabi jika gadis itu benar-benar tidak mau bangun. Dapat dibayangkan bagaimana ia menahan kuat dirinya agar tidak melakukan kesalahan. Bagaimana pun juga ia adalah laki-laki normal.

Mungkin bisa saja Hanzo memerintahkan pegawai nya untuk menggendong Hanabi jika tertidur. Tapi siapa? Jika perempuan tentu tidak akan kuat. Jika laki-laki, ia tidak mau laki-laki lain melihat pemandangan seperti itu pada gadisnya.

Hingga pada akhirnya Hanzo memutuskan tak pernah menyediakan tv di ruang tamu atau area lantai bawah rumahnya. Namun tv itu di letakkan langsung di kamar Hanabi demi kesejahteraan bersama.

Tak masalah jika itu adalah kebiasaan Hanabi sejak kecil. Ia baru bisa tidur lelap di malam hari jika sambil menonton tv. Hanya mengenakan kaus dan celana dalam ditemani sang babysitter nya dulu. Namun itu akan berbeda jika kebiasaan tersebut berlanjut hingga ia cukup umur.

Hanzo sudah pernah memperingatkannya sebelumnya.

"Mengapa tidak boleh? Bukankah dari dulu Oji-san tidak masalah jika aku tertidur menonton tv sampai larut."

Hanabi menundukkan kepalanya. Seakan-akan Hanzo telah mengambil seluruh kebahagiannya. Ia murung.

"Bukan masalah jika waktu itu kau masih kecil Hanabi, tapi sekarang kau sudah besar dan--"

"Aku benar-benar kesepian jika malam hari dan baru bisa tidur jika sambil menonton tv"

Potong Hanabi kemudian memasukkan sarapannya ke dalam mulut, membuat Hanzo terdiam.

"Oke, kalau begitu selalu kenakan piyama tidur jika malam hari"

"Sekarang sedang musim panas, aku akan mengenakannya jika musim dingin"

Hanzo menghela nafas sambil memijit keningnya.

"Bukan begitu Hana--"

"Oji-san aku sudah menyelesaikan makananku, aku akan berangkat dengan temanku. Bye~"

Begitulah.

Sampai saat ini Hanzo tidak yakin dengan perasaan apa yang dirasakannya pada gadis itu. Apakah ia benar-benar jatuh cinta, suka, ketertarikan sesaat, atau hanya sekedar..

Nafsu

Dan seketika itu pula, malam ini, detik ini, tak ada angin tak ada badai tau-tau gadis berambut hitam yang dikucir tinggi itu sudah ada di atas tubuhnya yang sedang tidur berbaring di kamar tanpa ia minta.

Hanzo tersenyum smirk pada gadis bermasker yang menatapnya tajam sambil menduduki atas perutnya itu. Dapat ia rasakan sebuah benda dingin menyentuh kulit lehernya yang siap menggorok jika sang empu menggerakkannya.


Sebuah kunai.


"Ada apa Hanabi-ku, hmm.."

Kedua pasang monolid hitam itu menatap semakin tajam iris biru milik Hanzo.

"Apakah ada yang mengganggu tidurmu malam ini.."

"Katakan!!!"

Dalam suara rendah penuh redam amarah Hanabi semakin menempelkan kunai itu pada pria di bawahnya. Ia telah memutuskan semuanya hari ini. Ia akan siap dengan segala resikonya.

Membunuh Akuma Hanzo HARI INI.

Hanzo tertawa mendengarnya. Ia mengangkat kedua tangannya lalu meletakkannya di belakang kepala sebagai bantal.

"Apa yang harus ku katakan"

"Mengapa kau membunuh orang tuaku dan semua keluargaku!!!"

Hanzo kembali hanya tersenyum smirk. Di matanya Hanabi adalah gadis yang naif dan tak tahu apa-apa. Silly girl.

"Bagaimana jika kukatakan bahwa mereka bukan orang tuamu"

Mata Hanabi membesar. Tidak mau percaya ia semakin menekan kunainya ke leher jenjang pria itu.

"Jangan mengecohku, aku tidak mempercayaimu"

Hanzo hanya bersikap tenang. Ekspresinya datar seperti biasanya, terlihat santai tidak menanggapi serius ancaman Hanabi. Ia tahu hari ini akan tiba. Hari dimana Hanabi akan mengeluarkan semua dendamnya di masa lalu.

"Klan Scarlet sudah tidak ada di dunia ini hanya kau yang tersisa. Dan kau adalah korban"

"Tentu saja! kau yang membunuh mereka semua!! Sekarang katakan apa alasan--"

"Orang-orang yang kubunuh waktu itu adalah orang-orang yang ikut membasmi klan Scarlet, klan Shadow"

Hanabi menelan ludahnya. Mencerna kata-kata apa yang baru saja Hanzo ucapkan.

"Tidak! Namaku Hanabi Scarlet, aku lahir dari ibuku yang kau bunuh waktu itu. Jangan memutar balikkan fakta Hanzo! Mereka semua adalah keluargaku, mereka klan Scarlet!!"

"Aku yang memberimu nama itu"

Hanabi terdiam.

Sudut matanya mengeluarkan sedikit air. Ia tak tahu apa yang ia lakukan ini salah atau benar. Ia sudah siap menggorok leher orang di bawahnya jika pria itu berani berbohong dan lari kabur meninggalkan semuanya. Sementara Hanzo malah tertawa kecil seperti ada sesuatu yang lucu.

"Bagaimana bisa seorang bayi yang baru lahir tahu dari rahim ibu yang mana ia keluar" 

Mata keduanya saling beradu dalam keheningan.

"Hanya klan Scarlet yang bisa mengaktifkan jurus terlarang bunga Higanbana"

Salah satu tangan Hanzo terangkat menghapus perlahan air di sudut mata Hanabi.

                                           🍁


Silly Girl ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang