Jakarta 30 tahun sesudah kamu menjadi salah satu bintang paling terang se-galaksi bimasakti.
Tepat jam 00:00 nanti, tahun sudah berganti. Tentunya juga umurku sudah bukan remaja lagi.
Aku sudah tidak perlu menunggu siaran televisi hanya untuk menunggu pak presiden berkofirmasi kalau sudah berganti tahun, bahkan aku sudah tidak perlu resolusi tahun karna semua sudah tidak penting lagi sekarang.
Kau tahu apa yang kumau sekarang? Yang kumau sekarang, kamu ada di depanku menawarkan segelas susu vanila dan tentu saja tidak lupa dengan roti tawar selai coklat, atau kalau kau tidak mau membuatnya karna terlalu membuang waktu, berikan saja aku satu lolipop berbentuk love rasa karamel, ya walaupun aku tahu gigiku sudah tidak bisa memakan yang manis-manis.
Mungkin rasa marahku atas kepergianmu akan segera lenyap ketika kamu menyanyikanku salah satu lagu kahitna yang berjudul cantik. Ya kau selalu menjadi pemenang atas segala hal. Tapi, apa boleh aku memintamu hadir walau hanya sekejap mata?
Maaf aku egois, seharusnya aku melupakanmu karna aku sudah mempunyai sebuah keluarga kecil. Putri yang cantik nan imut, dan juga sesosok ayah yang bertanggung-jawab. Tapi ternyata itu semua tidak semudah yang ku bayangkan.
Aku tetap merindukanmu, selalu merindukanmu.
Ini memang lucu. Aku masih sering ke tempat dimana kamu berjanji kalau kita akan melihat senja bersama, disana.
Aku tulis surat ini, meski ku tahu kau tidak akan pernah mungkin membacanya. Tetapi aku sudah memohon kepada semesta untuk menyampaikan isi surat ini, kepadamu.
Sampaikan kepadaku, ya?
Sampaikan kepada semesta kalau kamu sudah selesai membaca Paragraf ini.Tertanda: Dayyra Deoline Cahyaningrum
KAMU SEDANG MEMBACA
memeluk bulan sabit
Teen FictionKamu terlalu tabu untuk dibicarakan. Maka dari itu, aku menulis untuk menyederhanakan sosokmu yang terlalu sulit untuk ku deskripsikan. -Dayyra Deoline Cahyaningrum