Siang hari yang indah untuk sepasang kekasih yang memadu kasih dengan saling menatap muka di bawah luasnya bumantara. Keindahan semakin menyelimuti mereka dengan suasana hening yang menenangkan jiwa. Kedua insan yang sebelumnya hanya bertemu dalam bayang semata, kini bersua dalam satu waktu yang sama.
Kedua mata yang saling bertatap dengan sayu, mengisyaratkan kebahagiaan semanis madu. Tidak ada ungkapan walau hanya sepatah kata yang keluar di menit pertama perjumpaan mereka. Hanya tatapan dan getaran jari-jemari dari kedua insan yang menahan rasa gugup di kali pertama pertemuan itu. Hingga guguran daun yang jatuh dan mendarat tepat di atas kepala sang wanita menyadarkan mereka. Entah kenapa, tapi setidaknya semesta pun tahu ketika mereka dibuat bingung dengan kata pertama apa yang akan mereka sampaikan. Daun itu seperti menyuruh salah satu di antara mereka untuk memulai kata setelah terdiam beberapa saat lamanya.
"kenapa..?". ucapan pertama dari sang wanita.
Pertanyaan itu menanyakan prihal si pria yang tersenyum dan sedikit menahan tawa.
"Aku lucu ya?"
"Ehh...maaf, tapi itu di kepala kamu ada daun".
"Astagfirullah...kenapa daun bisa jatuh di kepala segala sih?". Sambil membawa daun itu.
"Coba, boleh aku lihat daunnya?".
"Boleh...nih, kenapa emang?".
Begitulah semesta, yang mengerti bagaimana ketika kedua insan sedang dilanda kebingungan bagaimana mereka memulai percakapan. Ia akan begitu mudah memberikan isyarat melalui apapun sebagai objek utama dari apa yang kedua insan itu harapkan. Dan hanya berawal dari guguran daun yang jatuh dan mendarat tepat di atas kepala sang wanita saja, mampu menghadirkan senyuman dan tawa pertama di antara mereka.
Si pria mengambil selembar daun itu dan menatapnya dengan begitu serius. Dalam penglihatannya mengalir begitu saja jutaan untaian sastra yang begitu indah.
"Semesta pun tahu...ketika perempuan tercantik tersenyum, ia akan merespon melalui alam yang bergerak menggugurkan daun-daun indah kehidupannya di atas kepalamu, tandanya semesta begitu bahagia melihat wanita cantik kaya kamu tersenyum dihadapan pasangannya".
"Yeyyy...bisa aja nih ya. dasar mahasiswa sastra, emang paling jago dia bikin kaya ginian." Jawabnya sambal memalingkan pandangan dengan pipinya yang memerah.
"Hhehe..." Si pria menyeringai.
"Lah...terus kenapa itu pipinya jadi merah?"
"Ahh..mana?engga kok."
"Yah hidungnya terbang nih ya."
"Engga kok, ini hidung aku masih ada."
Kedua insan itu pun berbahagia dalam pertemuan pertama mereka. Senyuman demi senyuman mereka tunjukan tanpa keraguan. Tak luput dengan candaan yang semakin menghibur semesta. Hingga di pertengahan pembicaraan mereka, keseriusan mulai hadir. Dan maksud si pria mengajaknya bertemu ia sampaikan di pertengahan pembicaraan.
"salma..." Serunya kepada sang pujaan.
"Iya kak?"
"Kakak punya maksud serius sama kamu, tapi..." Si pria berhenti di kata-kata itu.
"Tapi apa kak?"
Si pria tertegun dengan keadaannya. Keadaan yang akan menjadikan sebuah tembok besar bagi hubungannya. Ya, sebuah tembok penghalang yang akan sangat susah ia hancurkan. Tembok besar itu adalah sebuah adat yang ada di keluarga si wanita.
KAMU SEDANG MEMBACA
Terbangun dari Keindahan
Short StoryKisah sepasang kekasih yang memadu kasih dengan saling menatap muka di bawah luasnya bumantara, Kedua insan yang sebelumnya hanya bertemu dalam bayang semata, kini akhirnya bertemu dalam satu waktu yang sama. Sepasang kekasih ini dengan sang pria ya...