Semua orang yang hadir di pemakaman menangis sedih karna kehilangan. Tapi tidak sehancur seperti seorang lelaki yang bersimpuh di atas gundukan tanah yang berisikan sang kekasih sebagai tempat peristirahatan terakhirnya.
"Cornelia" nama itulah yang tertulis di batu nisan. Nama yang indah tapi tak seindah kisah hidupnya.
Hari sudah mulai sore. Orang orang yang hadir pun satu persatu mulai melangkahkan kakinya menjauh dari area pemakaman. Menyisakan keluarga intinya saja di pemakaman itu.
Suara guntur berbunyi saling bersahutan. Awan yang cerah berganti gelap, pertanda hujan akan segera turun.
"Sayang udah kita pulang ya, nanti kamu kehujanan." Ucap sang mamah pada putranya.
Fajar menggeleng. "Enggak mah. Aku masih mau disini." Isak fajar tak tertahan. Semua mata memandang fajar sedih prihatin dengan apa yang menimpa lelaki itu.
Pernikahan yang tinggal didepan mata harus berakhir tragis dimana ia menerima kabar bahwa sang kekasih mengalami kecelakaan saat hendak menemuinya. Air mata yang seharusnya akan menjadi air mata bahagia berubah menjadi air mata kesedihan.
"Mamah kamu benar fajar. Lebih baik kita pulang." Kali ini ibunda dari sang kekasihlah yang menyarankannya untuk pulang. Suaranya terdengar lemah tapi ia berusaha terlihat baik baik saja.
"Iya kak. Tante saras sama tante merlin bener. Kak fajar harus ikut kita pulang, kak fajar juga butuh istirahat." Kali ini nana yang memberi saran supaya fajar mau ikut pulang.
"Enggak na. Kalo tante sama kalian semua mau pergi, yaudah pergi aja. Aku masih mau disini." Ucap fajar dengan posisi yang tidak berubah. Tatapan mata yang tidak pernah lepas dari batu nisan bertuliskan nama sang kekasih. Memeluk dan menciumnya tanpa henti tanpa memperdulikan baju yang begitu lusuh dan kotor.
"Ya sudah kalo itu mau kamu. Mamah harap kamu pulang setelah ini." Ucap tante merlin pada fajar anak semata wayangnya. Yang tak di gubris sama sekali oleh fajar.
Mereka semua pun meninggalkan fajar sendirian di pemakaman itu.
Tidak lama dari kepergian mereka, rintik hujan mulai membasahi bumi. Seakan akan tahu bahwa ada kesedihan yang mendalam yang sedang di rasakan oleh salah satu penghuni buminya.
"Kenapa co? Kenapa kamu ninggalin aku sendiri disini? Kenapa kamu lagi lagi ingkarin janji kita untuk selalu bersama? Kenapa co?." Fajar meracau dengan di selingi tangis yang benar benar terdengar mengiris hati siapapun yang mendengarnya.
"Kamu minta aku harus tetap hidup dan menjalankan hidup aku sebagai mana mestinya, kamu minta aku untuk selalu bahagia, Kalau seandainya ternyata kamu tidak ditakdirkan untuk aku. Kenapa co? Kenapa yang kamu ucapkan hanya seandainya itu menjadi nyata? Kenapa?." Tangis fajar semakin pecah mengingat kejadian kejadian tempo lalu yang mereka lalui.
Perih. Itu yang dirasakan fajar. Nafasnya, cintanya, pusat dan inti dari hidupnya pergi meninggalkannya untuk selamanya.
"Bagaimana aku bisa baik baik saja sedangkan kamu sumber kebahagiaan aku dan alasan kenapa aku masih bertahan sejauh ini justru pergi dari sisi aku dan dari hidup aku?." Gumam fajar tertahan. Dengan tubuh yang semakin menggigil karna kedinginan sebab air hujan yang terus membasahi tubuhnya tanpa henti. Tapi itu semua tidak menggurungkan niatnya untuk tetap berdiam diri disana. Justru fajar malah memohon pada tuhan untuk mengambil nyawanya saat itu juga.
Entah kenapa fajar mengalihkan pandangannya memandang jalanan yang tak jauh dari pemakanan itu seakan ada keharusan untuknya mengalihkan pandangannya.
Pandangannya berhenti menatap seorang perempuan sedang berdiri di ujung jalan yang ternyata sedang memandangnya tersenyum . Yang ia yakin itu bukan senyuman bahagia tapi justru sebaliknya.
KAMU SEDANG MEMBACA
CERITA KITA
Romance"Dia itu seperti es cream, Dingin tapi manis. Dan gue suka dia 😁" ~Haico Van Der Veken "Dia itu sebenarnya cantik, tapi sayang kelakuannya tak secantik wajahnya. Dan dia bukan type gue." ~Rangga Azof dan ini adalah cerita kita 💞