Lembar 15: Semua Orang Tau

446 53 2
                                    

Rangga masih tak bergeming sedikit pun dari tempatnya berdiri. Hatinya masih bergemuruh kuat, matanya tersirat kebencian yang sangat luar biasa. Bisa-bisanya anak itu mengatakan sesuatu yang membuat Rangga sangat ingin membunuh Aldebaran sekarang juga.

Dia berjanji, Aldebaran akan menerima ganjaran yang cukup pedih, cukup pedih sampai dirinya berharap lebih baik untuk mati. Sebab telah berani mengancamnya, dan bicara seolah-olah Reyhan adalah miliknya. Tidak, Reyhan itu sampai kapanpun akan selalu menjadi milik Rangga. Tidak ada yang bisa mengambilnya, selain Sang Pencipta.

Tapi jika dipikir-pikir. Aldebaran hanya sok berani saja, Rangga yakin bahwa adik tirinya tersebut hanya berpura-pura untuk berani. Hanya untuk membuatnya tunduk dan membiarkan hidup Aldebaran tenang. Asal anak itu tau, Rangga tak akan pernah melakukan hal itu.

Ia tak pernah membiarkan musuhnya tidur dengan tenang. Dia akan selalu menganggu musuhnya, hingga pergi dan tak pernah kembali lagi.

Rangga adalah Rangga yang penuh kebencian. Yang tak akan pernah tunduk pada siapapun. Kecuali pada keluarganya saja. Dan Aldebaran bukan bagian dari itu. Jadi mau apa? Anak itu mau siksaan yang cukup lebih? Baiklah. Rangga akan memberikannya. Mungkin lebih dari apa yang anak itu bisa bayangkan.

Untuk tekadnya yang telah bulat. Rangga tak akan mundur hanya dengan ancaman kecil seperti itu saja. Ia cukup yakin bahwa Reyhan masih menjadi miliknya. Masih menjadi kakak kesayangannya. Masih menjadi harapan Rangga untuk tetap ada. Selalu begitu.

Dan tekadnya yang akan membuat Aldebaran membunuh dirinya sendiri, akan selalu menguat sepanjang waktu. Rangga sama sekali tak ingin untuk meredakan tekadnya itu. Membiarkannya berkobar hingga menjadi semakin membesar, sampai pada akhirnya mampu menjadi kenyataan.

Rangga akan memastikan hal itu agar dapat terjadi. Pasti.

Tapi, sebelum semuanya terwujud, dan berbagai hal yang akan ia lakukan. Alangkah baiknya jika dia mencoba untuk mencari tahu, sekaligus meyakinkan dirinya sendiri. Bahwa Reyhan masih ada untuk Rangga. Tak akan pernah pergi.

Sekon selanjutnya, langkahnya beranjak, berjalan menghampiri pintu kamar sang kakak yang terletak di sebelah kamar miliknya itu. Setelah sampai, dia mulai mengetuk pelan, menunggu persetujuan dari sang kakak. Karena dia tahu, bahwa kakaknya itu tak pernah suka bila seseorang masuk ke kamarnya tanpa permisi. Maka ketika kakak mengizinkan, Rangga masuk lalu menutup pintu itu kembali.

"Kak, aku mau nanya boleh?"

"Apa?" tanya Reyhan sambil sibuk memasang kancing bajunya.

"Kakak masih punya aku, 'kan?"

Rangga sangat takut jika Reyhan meninggalkannya dalam kesendirian. Hatinya masih tak terima jikalau sang kakak tersayangnya dekat dengan Aldebaran. Bahkan menaruh kasih sayangnya terhadap anak itu. Rangga benci, sangat benci, sebab dia pasti tidak akan lagi bisa menerima kasih sayang penuh dari kakaknya tersebut bila hal itu benar-benar terjadi. Mengapa kakaknya itu egois sekali?

Reyhan menghela napas, "Soal semalem? Yaelah Ngga. Kamu itu dari kecil punya kakak, mana bisa kakak ninggalin kamu."

Setelah mendengar kalimat itu, senyum terbit di bibir Rangga. Hatinya juga ikut lega mendengar penuturan sang kakak. Ternyata Reyhan masih menjadi miliknya. Bahkan Reyhan mengakui hal itu di depan Rangga. Jadi Aldebaran tidak punya tempat lagi.

"Ngapain tiba-tiba tanya kea gitu? Kamu sama Al itu adek kakak. Kalian berdua kakak sayang. Gak ada yang kakak bedain. Jadi kamu gak usah khawatir."

Mendadak amarah kembali hadir setelah nama yang ia benci dinyatakan. Rangga menghela napas kasar.

"Jangan bawa nama anak itu kalo kita lagi ngobrol, kak!"

"Jangan kayak gitu, Rangga. Berapa kali kakak harus bilang?"

Bintang Terang Di Langit Malam Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang