2. Tikus Berdarah

820 91 5
                                    

Setelah insiden meracuni Jeno, Jaemin terlihat lebih santai. Beberapa kali dia berpapasan dengan Renjun di kampus. Lelaki berambut gummy pink itu tampak lesu. Terlihat lipatan di bawah matanya. Terkadang ketika tidak sengaja berpapasan dengan Jaemin, mata Renjun terlihat sangat sembab. Seperti habis menangis.

Jaemin melangkahkan kakinya menuju kantin fakultas nya. Membeli kopi americano kesukaannya dan dua sandwich isi buah melon.

Jaemin duduk di kursi kantin sendirian. Menatap ke arah taman. Ia sedikit terkejut dengan tepukan di pundaknya.

"Jae...min?"

'Suara ini....'

Jaemin menoleh. Kemudian tersenyum lebar. Di hadapannya ada sang pujaan hati. Renjun. Sedang berdiri dengan tangan yang gemetar.

Jaemin berdiri dan menuntun Renjun untuk duduk. Jaemin berkata 'tunggu sebentar' dan berlari ke arah kulkas minuman di kantin. Mengambil botol minum air putih.

Setelah kembali dari kasir, Jaemin segera menuju ke mejanya. Memberikan air putih itu pada Renjun.

"Ini. Minum dulu."

Renjun menerimanya. Ia membuka botol dengan sedikit gemetar. Meneguknya sedikit dan menutup kembali tutup botolnya.

"Sudah membaik?"

Jaemin menggenggam tangan Renjun. Renjun mengangguk.

"Iya. Lebih baik dibanding tadi."

"Kenapa denganmu, Renjun? Kamu tampak gemetaran dan takut."

Renjun menundukkan kepalanya sembari menarik tangannya yang digenggam oleh Jaemin.

"Aku tidak tahu harus cerita apa padamu."

Jaemin masih setia menatap Renjun yang semakin menundukkan kepalanya.

"Cerita saja agar kamu merasa lega."

Benar. Sedetik kemudian Renjun menarik nafas dalam dan menatap Jaemin dengan mata berkaca-kaca.

"Jaemin tahu kan kalau Jeno pacarku?"

Jaemin mengerutkan keningnya hingga muncul perempatan di kening miliknya. Jaemin mengangguk singkat.

"Aku kira semua orang sudah tahu aku milik Jeno. Tapi kenapa masih belum ada yang tahu?"

Jaemin semakin tidak mengerti kemana arah pembicaraan dari Renjun.

"Seniorku di fakultas. Dia tadi datang bersama genk nya dan menarikku ke belakang kantin fakultasku. Menyatakan cinta padaku. Aku bilang aku tidak bisa karena aku sudah punya Jeno. Tapi-"

Renjun terisak. Bahunya gemetar hebat.

"Jika tidak sanggup bercerita, nanti saja."

Jaemin menggeser kursinya dan bergerak mendekat pada Renjun. Memeluk Renjun dengan maksud menenangkannya.

"Tidak Jaemin. A-aku akan lanjutkan. Setelah itu seniorku menjambak dan mencekik leherku. Teman-temannya bahkan menertawakanku. Hiks aku tidak tahu harus cerita pada siapa."

Renjun semakin menangis. Suara menangisnya bahkan mengundang pandangan orang-orang di kantin. Jaemin hanya tersenyum pada orang-orang.

"Siapa seniormu?"

Renjun berbisik pada Jaemin.

"M-mark Lee."






.





"Cih aku masih kesal."

Mark membuang permen karetnya sembarangan ke lantai. Memutar bola matanya malas.

"Kau serius Mark tidak tahu kalau dia sudah punya pacar?"

Yang memiliki rambut panjang itu melirik Mark sembari memegang majalah dewasa.

"Tentu saja. Jika aku tahu juga aku tidak akan menyukai jalang itu."

Yuta berdecih.

"Lagipula kenapa kau mencekik nya sih? Ditolak seperti itu malah mencekik anak orang."

Yang memiliki tattoo di punggungnya tertawa sembari menepuk pundak Yuta.

"Mark Lee orangnya masokis. Haha."

Mark melirik Johnny dan melempar bantal ke wajah lelaki bertattoo di hadapan nya.

"Gila. Bukan masokis. Hanya kesal."


.



Jaemin berjalan melewati fakultas milik Renjun. Ia sedikit melirik ke beberapa kelas melalui jendela.

Disana, ada Mark dan beberapa temannya yang sedang berceloteh di bangku belakang. Padahal di depan kelas masih ada dosen yang sedang memberi penjelasan.

Jaemin tersenyum tipis dan berjalan menuju parkiran. Mencari mobil BMW milik Mark. Jaemin segera melangkah mendekat ke mobil bmw berwarna putih itu sembari membuka pisau lipat nya.

Pisau lipat itu ia gerakkan di atas kap mobil. Jaemin tertawa-tawa ketika melakukannya.

Ia juga mengambil bangkai tikus yang ia bawa dari Jisung. Ia tusuk bangkai tikus itu dan ia letakkan di atas bangku kemudi. Ia juga tidak lupa menyiram kursi kemudi itu dengan darah ular.

Segera. Setelah melakukan hal itu, ia kembali ke gedung universitas dan bersikap biasa saja. Berjalan ke fakultasnya setelah membuang sarung tangan hitam ke tempat sampah dan mencuci tangannya.

*


Renjun yang sedang memasukan buku-buku jurnal nya ke dalam tas sedikit terhentak ketika tangannya dipegang oleh seseorang. Ia melirik dan tersenyum.

Chenle, teman satu kelasnya itu duduk di kursi depan Renjun dan berbisik.

"Bukankah kemarin kamu di bully oleh Kak Mark?"

Renjun mengangguk.

"Kau tahu? Semua orang sedang heboh kalau mobil Mark diberi ancaman oleh seseorang."

Renjun mengerutkan dahinya hingga dahinya menimbulkan garis.

"Ancaman bagaimana?"

"Kap mobil Mark digores, kemudian ada tulisan di kertas 'Jangan bermain-main dengan Huang Renjun atau kau akan mati' . Lalu ada tikus mati yang ditusuk juga."

Renjun merasa perutnya mual mendengar hal itu. Ia menutup mulutnya. Chenle segera menatap Renjun.

"Kau baik-baik saja?"

"Iyaa, aku baik."

"Kau tahu itu ulah siapa?"

Renjun terdiam, ia kemudian menggeleng.

'Apa mungkin Jaemin?'



Tbc.

Love Me (Jaemren)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang