Jeongguk
"Tiba saat mengerti jerit suara hati. Letih meski mencoba melabuhkan rasa yang ada."Jemarinya memetik senar gitar. Mengumandangkan bait-bait lagu yang ia ingat dengan jelas. Di tengah malam purnama, selepas selesai dengan mengayah di pura. Disinilah Jeongguk mnenangkan diri. Bilik kamar yang penuh. Beberapa buku berserakan dan kertas-kertas yang berantakan. "Mohon tinggal sejenak, lupakanlah waktu. Temani air mataku. Teteskan lara, merajut asa. Menjalin mimpi, endapkan sepi-sepi," ratapnya pada keheningan.
Bayangan kenangan itu datang lagi. Menari-nari tidak tahu diri di tepi pikiran. Merayu Jeongguk supaya diindahkan. Sekuat apapun ia berusaha menepis seluruh ingatan masa lalu yang kembali menguar, ia tidak bakal mampu. Jawaban satu-satunya adalah menyerah dan pasrah. Membiarkan apa saja menguasai otak dan tenggelam bersamanya. Jeongguk cukup ahli untuk membaca apa mau diri. Mungkin memang sudah saatnya ia merelakan diri dibawa melayang oleh memori-memori fana yang terus menerus menghantuinya.
Jeongguk ingat betul sosok Jeongyeon yang jelita. Mahkota keemasan di atas kepalanya menyala benderang dan jadi penanda kalau ia adalah harta tidak ternilai yang Klungkung punya. Sepanjang ia hidup, Jeongguk baru saja bertemu dengan perempuan yang begitu menawan. Dari wujudnya yang anggun, perangainya yang tidak terkira baiknya, sampai ke pembawaan mahal hasil didikan orang Kerajaan. Wanita itu punya segalanya, kalau boleh Jeongguk akui. Tidak ada yang bisa menggantikan posisi keponakan dari Raja Klungkung yang Agung.
Cinta 'kan membawamu kembali disini. Menuai rindu, membasuh perih. Seandainya bait lagu itu bisa ia wujudkan. Mungkin Jeongguk tidak bakal senestapa ini. Merintih sendirian dan cuma sepi yang sudi menemaninya duduk di pojok ruangan kamar. Tumpukan sastra tidak membantunya sama sekali. Justru membuat pribadinya semakin melankoli. Terlalu mendramatisir dan menjadikannya makhluk yang kembali terombang-ambing takdir.
Ia tahu betul, perasaan ini tidak akan berlabuh pada tempat yang seharusnya. Rasa kehilangan, terkhianati, dan tidak akan pernah terobati. Jeongyeon adalah wujud kepedihan cinta yang tidak pernah Jeongguk kecap. Keberadaannya adalah luka itu sendiri. Mengingat perempuan itu terkadang membuat sosok dirinya yang tengah di mabuk kepayang oleh sosok lain, cemburu. Memintanya untuk menyudahi saja segala kesedihan yang melanda. Toh, ia juga punya pengganti yang baru. Seandainya memang sesederhana itu. Jika saja keduanya adalah wujud dari duka yang sama, mungkin Jeongguk bisa dengan mudah menempatkan Jimin pada pengganti perempuan yang tidak akan pernah sempat ia miliki. Nyatanya keduanya terlampau berbeda.
Lelaki manis dengan senyum malu-malu itu bukanlah kepedihan yang mengambil wujud sebagai keindahan. Ia adalah nafas. Angin yang berhembus dan belum sempat Jeongguk rasakan sejak awal ia menapak di bumi Tuhan. Keberadaannya tidak terlalu mencolok. Jimin ibarat oksigen yang teramat penting tapi lambat orang-orang sadari kalau tanpanya, kehidupan tidak bakal bisa berjalan. Itulah Jimin di hidupnya. Pengibaratan sebuah jiwa yang bercahaya. Tidak seterang jiwa lainnya tapi cukup membuatnya bermakna. Tidak tergantikan.
"Saat dusta mengalir, jujurkanlah hati. Genangkan batin jiwamu, genangkan cinta. Seperti dulu, saat bersama. Tak ada keraguan." Bait ini adalah akhir. Jeongguk harus menutup rapat rasa tidak terbalaskan pada yang hilang ini. Cukup sampai hari ini perempuan itu menguasai dan mendudukkan rasa bersalah mendalam pada kepergiannya. Jeongyeon, kamu memang cinta pertama yang sempurna. Tapi relakan aku mengejar cinta terkhir yang lebih bermakna.
Rose
Terlampau lama sekali rasanya menyaksikan terakhir kali Basuki menari-nari bebas di langit kelam malam. Sisik tubuh itu yang bersinar merah keemasan, kepak sayapnya yang bisa merengkuh satu rumah penduduk, dan segala aspek tidak manusiawi yang ada di badan. Rose selalu merasa kalau pemandangan ini adalah satu dari segala nikmat di atas kutukan keabadian yang tengah ia jalani. Basuki lebih indah dipandang langsung daripada kumpulan gambar memori di dalam otak. Seingatnya, Jeongguk punya taring kecil yang tidak kelihatan berbahaya. Setelah bertatap lagi, Rose baru tahu ukuran aslinya justru lebih besar. Ditambah ketika Jeongguk sengaja menguap dan memercikkan jelaga-jelaga kecil setelah tersedak sesuatu. Mungkin nyamuk atau lalat yang lewat.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dewananda [kookmin]
Fanfiction[ ON REVISION WITH ADDITION SCENE ] : KookMin Indonesian's Mythology: Legenda Naga Basuki Ia tidak pernah menanti sebuah ampunan yang datang dari Sang Hyang Widhi. Biarlah nanti ia menerangi jalannya sendiri. Tapi mengapa sosok itu datang dan membua...