"Ini menyakitkan. Aku merindukanmu yang sudah jelas tidak akan pernah kembali."
•
•
•
• • •
Dia, adalah makhluk Tuhan yang masuk dikisahku. Menjadikan bukunya spesial serta berwarna. Bersampul menarik tetapi isinya tak mampu membuat seseorang tertarik. Namun, kehadirannya di dalam kisahku mampu memikat seseorang untuk membacanya.
Sayang, namanya di sana tak tertulis hingga lembaran terakhir. Bukan. Bukan aku juga dirinya yang menghapus namanya di sana, tetapi Tuhan. Tuhan lah yang menghapus namanya dilembaran kisahku. Dengan takdir yang telah ia tulis. Aku hanya makhluk ciptaan-Nya, bisa apa? Bahkan untuk egois pun rasanya tak berhak. Jika memang takdir sudah tertulis demikian, aku hanya mampu mengikuti alur kisah.
•••
Begitu selesai membaca blurb dibagian belakang buku sekaligus lembaran terakhir dengan berisi sebuah pengakuan sang penulis, gadis bersurai legam sebahu menutup novel yang baru saja selesai ia baca. Lantas memalingkan wajahnya ke kanan menatap ke luar jendela kereta yang akan membawanya kembali ke tempat dirinya dilahirkan.
Pikirannya saat ini kacau. Rasa rindu itu kini datang lagi. Gadis itu merutuki dirinya dalam hati kala air mata yang ia tahan sedari tadi kini lolos tanpa perintah.
Namanya Julia Arunika. Gadis yang berhasil memulai tetapi belum berhasil menyelesaikan—
Menyelesaikan sebuah perasaan rindu yang ditiap hari selalu hadir tanpa permisi. Juli menunduk hingga membuat rambutnya yang sengaja digerai luruh menutupi wajahnya. Air matanya kini tumpah-ruah hingga mengenai novel yang ada ditangannya.
Novel yang baru saja selesai ia baca itu adalah sebuah bentuk sederhana akan jalan kisahnya bersama sang terkasih. Pula ending yang ada dibuku itu. Persis. Kini pecahan rindu itu mengumpul, tersusun menjadi satu hingga membuat perasaannya membeludak dengan rindu yang dulu sempat ia kubur dalam-dalam.
Siang ini dibulan September di dalam tahun 2022 langit tampak temaram seolah tengah mendukung suasana hati Juli saat ini.
Ditahun 2022 pula adalah tahun kesekian yang membuat gadis bernama lengkap Julia Arunika itu merasakan rindu yang begitu hebat. Sungguh hebat. Bahkan ibarat badai yang menyerang laut hingga membuat kapal nelayan terombang-ambing pun kalah hebatnya dengan rasa rindu yang ia pendam selama bertahun-tahun ini.
Gadis itu kini sudah berumur 22 tahun. Sudah berkuliah dengan mengambil jurusan Ilmu Komunikasi selama 5 semester yang berhasil dirinya lewati bermodal kata 'bisa ga bisa, harusbisa'. Tidak lama lagi ia akan mendapatkan gelar sarjana. Namun, sayang rasa rindunya tak dapat menyandang gelar itu. Entah sampai kapan hingga akhirnya ia akan mendapatkannya.
Maksudnya, rasa rindu yang ia alami tak akan kunjung menemui tenggat kadaluwarsanya padahal pendidikannya saja sebentar lagi akan menemui hal itu.
Sekarang siapa yang harus ia salahkan?
Gadis itu sebenernya hanya rindu. Rindu bukan berarti tak bisa merelakan, bukan? Tidak ada yang salah dengan perasaan rindu yang senantiasa bersemayam di dalam dirinya. Hanya saja ia merasa sedikit geram lantaran selalu merindukan orang yang sama. Seolah-olah selama ini ia tak bisa melepaskan orang itu. Nyatanya tidak seperti itu.
Juli merindukan tempat kelahirannya; Yogyakarta itu benar. Namun, tak dipungkiri ia lebih merindukan orang yang berada dibalik kata Yogyakarta itu. Jika dirangkai menggunakan kata, apa saja yang Juli rindukan dari orang itu jawabannya sederhana saja. Jawabannya; ia merindukan semua tentang lelaki itu tanpa terkecuali. Bahkan ia juga rindu tingkah menyebalkan lelaki itu yang dulu selalu saja berhasil membuatnya naik darah.
Sudah dibilang ia merindukan semua tentang lelaki itu tanpa terkecuali. Demi Tuhan, Juli merindukan Suryanya.
•
•
Prologue ini menjadi lembaran pertama dari kisah singkat Julia Arunika dengan sang Suryanya, yang selalu menyisipkan sebuah harapan disetiap kali keduanya bertukar pandang.
• R E N JA N A •
A/n: Gimana? Kalian udah siap belum ketemu sama sosok Suryanya Juli? 🤔🤔
