(10) Hukuman

147 14 7
                                    

🦋🦋🦋

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

🦋🦋🦋

Perundungan atau kegiatan menghina serta membully nampaknya bukan lagi menjadi hal aneh di era modern seperti saat ini.

Entah hal seperti itu memang sesuatu yang harus tetap dilestarikan keberadaannya atau memang belum ada satu orangpun yang berniat untuk menyuarakan agar kegiatan tak bermanfaat tersebut dapat segera diberhentikan.

Arka, menjadi salah satunya.

Bukan yang menumpas, namun Arka justru menjadi pelaku utama pembullyan terhadap teman-teman sekolahnya.

"Denger gak lo apa yang gue bilang tadi?" tanya Arka seraya mencengkram kerah seragam salah satu siswa dengan begitu kuat.

Di salah satu ruangan, tepat di sudut koridor sekolah yang minim akan penjagaan ini, Arka bersama teman-teman satu gengnya secara leluasa menyidak satu persatu siswa atau siswi disini tanpa harus merasa takut jika ada guru atau orang dewasa yang akan memergoki mereka.

Tempat ini sudah seperti basecamp atau sarang bagi mereka berempat. Rasanya, tak ada sehari pun tanpa keonaran yang dibuat oleh mereka. Dan hebatnya, Arka selalu bisa lari dan menghindar dari berbagai Ultimatum yang diberikan oleh pihak sekolah kepadanya.

"D-denger, Kak."

Setelah mendengarkan jawaban dari siswa tersebut, Arka langsung melempar asal tubuh remaja yang sudah babak belur itu kesembarang arah.

Sebelum benar-benar mendiskriminasi siswa tersebut, Arka memang sudah lebih dulu menghajarnya hingga tak ada lagi tenaga yang tersisa untuk memberikan perlawanan apapun terhadap Arka.

Entah apa tujuan Arka melakukan ini semua. Yang jelas, salah satu tujuan Arka hanyalah agar pemuda itu ditakuti dan disegani oleh para murid yang lain.

"Pergi lo sana!" Jevar, salah satu teman Arka mendorong siswa tadi agar cepat enyah dari hadapan mereka. Membuat tiga orang lainnya disana tertawa puas.

"Gue denger-denger, katanya bokap lo nikah lagi. Emang iya, Ndra?"

Arka menoleh, melihat kearah Dio yang nampak penasaran. Lalu setelahnya ia mengangguk sambil berdeham.

"Serius lo? Kapan? Kok kita-kita gak diundang sih? Wah, parah nih anak." Aldi, si paling prik diantara mereka menyahut heboh.

"Udah dari empat hari yang lalu," jawab Arka tak berselera. Ia merogoh saku celananya, mengeluarkan kotak rokok beserta korek. Lalu dengan begitu ahli menikmati barang yang sebenarnya dilarang keras oleh pihak sekolah tersebut.

NOVERCA ✓ Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang