- for last, bagian 05

952 285 20
                                    

Bel pulang sudah berbunyi sejak lima belas menit yang lalu. Kelas Serim pun sudah bubar lima menit setelahnya. Dan kini, di sinilah Serim berada. Berdiri di dekat gerbang sekolah untuk menunggu Juan lewat karena sejak datang bersama tadi pagi, ia sama sekali tidak menemukan kehadiran pemuda itu. Pun ketika Serim mencoba menghubunginya, ponselnya tidak aktif.

Ini tumben sekali. Karena biasanya Juan selalu menunggu untuk pulang bersama.

Serim terus mengedarkan pandangan,  terus berdiri di sana juga hingga sekolah mulai sepi. Juan tetap tidak terlihat. Berhasil membuat Serim berpikir bahwa hari ini mungkin Juan memiliki urusan mendadak yang membuat dirinya pulang duluan tanpa mengabari apapun.

"Cie, udah ngga sama Juan nih? Udah bosen deh kayanya tu orang duaan mulu sama lo." Intrupsi suara itu membuat Serim menoleh. Ia kemudian mendapati pribadi Jooen yang sedang melipat kedua tangannya di atas perut dan menatapnya remeh. "Mending lo pulang. Lo mau nunggu di sini sampe besok pun dia ngga akan nongol. Orang dari tadi juga ngga keliatan."

"Aku tau dia udah pulang."

"Terus kenapa lo masih ada di sini?"

"Karena kamu ikut ada di sini. Padahal aku udah niat mau pulang. Tapi malah kamu ajak omong."

Jooen mendecak kagum. "Udah berani ya, lo? Seneng banget kemarin abis liat gue dijambak sama temen sialan lo itu? Lo pikir gue takut dijambak lagi??"

"Emangnya siapa bilang abis ini kamu bakalan dijambak lagi?"

Satu tangan Jooen melayang, hendak mengapai rambut Serim untuk menjambaknya. Tetapi pergerakannya lebih dulu Serim hentikan, gadis itu menahan tangan Jooen dengan tenaga yang ia punya. Pun matanya menatap lurus ke arah Jooen, membuat nyali Jooen sedikit menciut karena dengan tatapan itu, aura Serim jadi terasa berbeda.

"Aku bisa jadi kaya Juan kalau aku mau. Tapi aku selama ini selalu diam karena malas perpanjang masalah. Kalo kamu ngga mau kepala kamu botak karena jambakan aku, mending kamu enyah."

"Target dikunci

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Target dikunci." Daniel berucap seraya memusatkan bidikannya ke arah lengan Ebi yang kini tengah berada di atas ayunan kecil sembari memakan secup ice cream. Ada beberapa orang bertubuh besar dan berbaju hitam yang berjaga di sekelilingnya. Tapi, Daniel tidak merasa akan gagal membidik karena ia adalah pembidik handal.

Juan berada di sana, menyaksikannya dengan seksama dari atas gedung yang berjarak satu bangunan dari tempat Ebi bersekolah. Mereka tidak akan ketahuan dengan jarak sejauh ini. Dan Juan pun sudah menduga bahwa Sunoo akan menyewa body guard untuk menjaga putra semata wayangnya.

Sebenarnya hari ini Juan bolos sekolah. Ia hanya datang untuk mengantar Serim tadi pagi. Setelahnta ia sibuk berdiskusi dengan Daniel dan berakhir di sini.

"Pusatin di lengan, jangan dibagian lain, apalagi bagian yang fatal. Gue cuma mau lengannya luka, ngga lebih."

Daniel mengangguk paham. Dan—

DORRRR!!!

Daniel segera merunduk, begitupun dengan Juan. Itu untuk mengurangi resiko ketahuannya tempat bersembunyi mereka. Setelah lewat beberapa sekon, Juan pun berkeinginan untuk mengintip. Di bawah sana, Ebi sedang menangis histeris, lengannya keluar banyak darah dan semua orang yang ada di sana tampak panik. Bohong jika Juan tidak merasa bersalah dan kasihan kepada Ebi. Mau bagaimanapun Ebi hanyalah anak kecil yang tidak tahu apa-apa. Namun, kala matanya melihat Sunoo yang baru saja datang seorang diri langsung berlari dengan panik ke arah Ebi, berhasil membuat senyum kemenangan mengembang begitu saja pada wajahnya.

"Gue tau dia pasti udah punya feeling Ebi bakal kena, makanya dia dateng. Ngga sia-sia gue ikut buat liat kaya gimana ekspresi dia ngeliat Ebi kaya gitu."

Daniel tertawa kecil. "Sama persis kaya bokapnya Serim dulu?"

"Ya, kurang lebih. Bedanya bokap nyokap Serim datengin Serim yang udah di rumah sakit," balasnya, masih terus menatap ke depan.

"Gue mungkin ngga bakal tega kalo dia bukan orang jahat. Tapi karena dia lebih busuk dari pada apapun, nembak dia tepat di kepala pun gue ngga akan segan."

Kali ini Juan yang tertawa. Pemuda itu lalu menggelengkan kepalanya. "Tujuan gue bukan buat ngebunuh. Tapi cuma buat ngebales hal yang udah mereka lakuin dulu, bersihin nama baik om gue, dan ngerubah hidup Serim biar ngga dapet kebencian lagi." Juan mendekat ke arah Daniel dan merangkup pundak teman baiknya itu. "Misi satu sukses, makasih tembakannya, Niel."

ii. After Survive ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang