2. ke(tidak)nyataan

4 1 0
                                    

Cambridge, 2021

Adakalanya kenyataan di depan mata terasa tidak nyata. Bak dedaunan tua yang seketika jatuh, selagi aku melangkah di jalan yang menggelap ini. Seperti hatiku yang merasa hangat di awal musim gugur yang dingin ini. Sama halnya saat mengalami jatuh cinta. Aku merasa menjadi orang paling bahagia di dunia. Terasa tak nyata.

Hatiku selalu berdebar.

Aku menyusuri trotoar di bawah langit malam Kota Cambridge menuju gedung apartemen milik tunanganku. Sebuket bunga dan sekotak birthday cake setia menggantung di lenganku. Tengah malam nanti Orlando berulang tahun dan aku berencana memberinya surprise. Aku berani bertaruh, dia akan benar-benar terkejut begitu melihatku. Karena dengan sengaja aku sudah berbohong padanya tentang jadwal kegiatanku yang padat.

"Maaf, Sayang! Kita harus mengundur perayaannya." ucapku berpura-pura sedih. Menahan tawa adalah satu-satunya hal yang kulakukan ketika mengatakannya.

"It's okay! Aku tahu kau sibuk." balasnya lembut seperti biasa. "Jangan merasa bersalah!"

Siang tadi, saat Land bicara begitu, aku tahu kalau dia sepenuhnya percaya padaku. Bukan berarti dia mudah tertipu, ini lebih kepada sikapnya yang yakin kalau aku tidak akan pernah membohonginya dengan maksud buruk.

"Terima kasih sudah mengerti posisiku." kataku tulus. "Aku mencintaimu."

"Aku juga mencintaimu!"

Dia memberi jawaban paling sempurna! Hadiah yang mampu membayar lunas semua pengorbananku selama berada di sisinya, yang membuatku tahu kalau kami saling menginginkan satu sama lain.

Hal yang terasa tidak nyata adalah hubunganku dengan Orlando. Ikatan di antara kami kadang terlihat seperti fantasi. 'Lima tahun mengenalnya ditambah tiga tahun menjadi tunangannya' aku sudah mengulangi kalimat itu ribuan kali dan memberi tahu sebanyak mungkin orang. Ya, aku gemar mengekspos status kami pada dunia. Mungkin itu salah satu alasan mengapa teman-temanku sering merasa kesal. Selain semakin lebai dan menyebalkan, aku selalu berubah menjadi gadis yang mengerikan setiap membicarakan Land. Hiperaktif, terlalu cerewet dan bahkan bisa sampai merugikan orang lain.

"Permisi! Apa aku boleh mendapat nomor teleponmu?"

"Ini mungkin agak terus terang, tapi kau benar-benar tipeku."

"Nanti malam, apa kau punya waktu untuk kencan?

"Aku menyukaimu!"

Bukan bermaksud pamer, aku hanya ingin kalian tahu kalau situasi semacam ini sering terjadi. Saat pria asing pelan-pelan mendekat dan mulai menyampaikan tujuannya, tindakan pertama yang kulakukan adalah menunjukkan cincin di jari manisku lalu menjabarkan segala sesuatunya.

"Bagaimana ya menjelaskannya? Sebelumnya maaf! Aku harap kau tidak akan kecewa, tapi—"

"Dia sudah bertunangan." potong salah satu temanku.

"Dia juga tidak berniat selingkuh." yang lain menimpali.

Persis seperti yang kalian pikirkan, teman-temanku kadang ikut berpartisipasi dalam kegiatan ini. Setelah mengganggu sesi penolakanku, biasanya mereka akan langsung menarikku pergi. Sudahlah, mengingatnya lagi membuatku merasa kesal. Lebih baik kita fokus pada rencana kejutan malam ini.

"Dia pasti sudah pulang dari kantor, kan?" gumamku. Perasaan tak sabar berpadu dengan jantungku yang berdetak semakin cepat.

Sesampainya di depan pintu apartemen, aku menyempatkan diri untuk membenahi riasanku. Perjalanan yang memakan waktu hampir dua jam dari London ke tempat ini telah menghancurkan penampilanku. Bagaimanapun aku harus tampil lebih cantik dari biasanya, kan? Ini hari yang spesial. Kuharap kalian juga berpikir demikian.

I Sea UTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang