1. Lee Seokmin

19 5 2
                                    

Ada dua orang yang tengah melihat gedung bangunan luas, bukan, bukan melihat gedung bangunan yang cukup elit itu. Tapi dua orang tersebut melihat pada siswa dan siswi yang berlalu lalang dengan senyum mereka, "Aku mau sekolah di sini Bu."

Salah satunya berujar. "Bagus ya sekolahnya? Nanti ya, satu tahun lagi. Ibu doain Kyeom bisa masuk sini," ujar Sang Ibu mengusap surai hitam putranya dengan sayang, "Tapi apa Kyeom bisa?"

Wanita berumur itu beranjak, ia berdiri di depan putranya lalu berjongkok. "Bisa, kamu pasti bisa. Putra Ibu itu selalu optimis, tidak gampang menyerah. Ibu yakin seribu persen, kalau kamu bisa masuk sini."

Anak lelaki tersebut tersenyum, hatinya merasa hangat kala memdengar ucapan dari ibunya yang berkata demikian. "Terima kasih Bu, tolong doakan aku ya."

"Pasti."

..

Satu tahun terlewati dengan cepatnya, anak lelaki itu beranjak dewasa. Ia menatap dirinya di depan cermin, sambil mengaitkan kancing seragam putih yang ia kenakan. "Kyeom-ah?"

"Masuk saja Bu, tidak dikunci."

Figur wanita memasuki kamarnya, dengan senyum hangat seorang Ibu yang terlihat bangga dengan anak semata wayangnya kian beranjak dewasa oleh waktu. "Ayo sarapan, nanti makanannya keburu dingin."

Wanita itu menghampiri sang anak, membantunya untuk memasangkan blezer sekolah, "Gak kerasa ya? Padahal satu tahun lalu Ibu masih ingat, kamu bilang ingin masuk sekolah yang kamu pengen." Ujarnya, "Tapi akhirnya, keinginan kamu tercapai juga."

Pemuda itu tersenyum, "Ini berkat doa Ibu juga."

Ibunya balas tersenyum, ia menangkup wajah Sang Putra. "Kamu itu pintar, sama seperti mendiang Ayahmu. Jadi Ibu percaya kamu."

"Iyah Bu, terima kasih."

.

Seorang pemuda berada di antara kerumunan manusia, mereka masih sibuk melihat nama-nama yang tertera di mading untuk pembagian kelas. Tak jarang ia menerima banyak tatapan remeh dari banyak orang itu, tak apa ia sudah terbiasa. "Wah gila? Eunseo masuk kelas unggulan."

"Kalo dia mah gak usah ditanyakan lagi sih."

"Yoi bro, gue denger-denger. Dia selalu dapet peringkat pertama di SMP nya, gila gak tuh."

Percakapan itu tanpa sengaja ia dengar, menghela nafasnya, ia jadi teringat masa SMP nya dulu. Harus berjuang untuk terus berada di peringkat lima besar, bukan untuk mengejar sebuah pujian. Tapi untuk dirinya berada di sini, "Eunseo, nama lo ada di kelas unggulan."

"Ah iya."

Suara itu tepat berada di sampingnya, dengan refleks ia menoleh, mendapati perempuan dengan potongan rambut pendek tengah menatap lurus mading sekolah. "Yaah gue misah sama lo," sahut perempuan satunya lagi berujar sedih.

Perempuan tersebut tersenyum, "Gapapa, lagian masih satu sekolah."

"Iyah sih."

"Yaudah sana masuk kelas lo."

"Semangat amat." Anak perempuan yang bernama Eunseo terkekeh, "Masih hari pertama, lo harus semangat juga."

"Serah lo deh, yaudah gue pergi ke kelas ya." Eunseo melambaikan tangannya, lantas kembali menurunkan setelah punggung Yerim; temannya menghilang di balik koridor.

Menyadari ada figur di samping, Eunseo melirik. Mendapati pemuda yang tertangkap tengah menatapnya, "Ah maaf jika aku lancang." Ujarnya merasa bersalah.

Eunseo tak menggubris, ia hanya tersenyum tipis. Bukan senyum ramah pada umumnya, namun senyum mengejek pada pemuda itu. Setelahnya pergi meninggalkan lelaki tersebut.

Nabastala MengabuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang