3. Fckn Krezi

7 3 0
                                    

Eunseo melirik meja dengan alis yang mengernyit heran, bukan karena meja miliknya yang berubah jadi bundar ataupun berubah jadi segitiga, tapi pada makanan yang berada di atas mejanya. Satu kota susu, lalu satu bungkus roti.

Perempuan tersebut menoleh sana-sini mencari si pelaku yang menaruh makanan ringan di atas mejanya, "Lo yang naro ini?"

Jungkook menggeleng, "Mending gue makan sendiri."

Ya bener sih.

Jaehyun melirik Mingyu yang asik memainkan ponselnya, "Nih dari dia." Mingyu yang ditunju oleh Jaehyun menunjukkan ekspresi terkejutnya, "Hah?"

"Lo yang naro susu sama roti di meja gue?" Tanya Eunseo tanpa basa-basi, Mingyu melirik pada benda yang gadis itu tunjuk, lalu melirik Jaehyun yang tersenyum tipis. "Iyah itu dari gue."

Eunseo mengambil makanan tersebut, hendak memberikannya lagi pada Mingyu, namun lelaki itu langsung menyahut, yang membuat Eunseo urung. "Makan aja, kalau engga gue injek terus di kasih ke si cacat."

Jungkook yang tengah bermain game pada ponselnya terbahak, "Mantep bro gue suka gaya lo."

Eunseo melirik Seokmin yang tengah membaca novel di mejanya, perempuan itu yakin kalau Seokmin dapat mendengar ucapan Mingyu dengan jelas. "Selamat pagi Eunseo-sshi." Sapanya dengan senyum lebar tertera pada wajah, "Pagi."

Seokmin menyingkirkan buku novelnya dari pandangan, ia menatap Eunseo yang memakan roti isi dengan diam. Perempuan yang merasa dirinya ditatap langsung melirik, "Kenapa?"

Lelaki itu menggeleng, "Enak?"

Bukan dijawab, tetapi Eunseo membagi seperempat rotinya untuk Seokmin. "Tuh coba aja sendiri."

Seokmin menatap roti yang berada di atas telapak tangannya sangsi, "Boleh memang?" Eunseo menghela nafasnya, ia kembali melirik Seokmin tajam. "Buang aja."

Seokmin menggeleng kuat, ia langsung melahap potongan roti tersebut dalam sekali telan. Eunseo yang melihatnya hanya bisa terkekeh dalam hati melihat ekspresi Seokmin yang terkadang sering berubah-ubah.

Area kantin saat ini cukup ramai bahkan suara anak-anak yang tertawa selalu terdengar nyaring memasuki gendang telinga, "Gue denger anak cacat—"

"He has a name." Tukas Eunseo cepat.

"Okay, okay, gue gak tau namanya makanya gue bilang gitu. Lo jangan marah dong," Yerim memakan nasinya lantas kembali berucap, "Lo sekelas sama dia 'kan? Siapa namanya?" Tanyanya yang sempat terputus.

Eunseo mengangguk, "Lee Seokmin, kenapa? Lo suka?"

Yerim tergelak oleh pertanyaan Eunseo, "Gue? Suka? Idih najis suka sama orang cacat."

"Terus? Kenapa lo nanya?" Yerim terlebih dahulu menegak air putihnya, sementara Eunseo masih dengan santai memakan nasi yang ia ambil dari petugas kantin. "Gue denger nih ya, si Seokmin itu sering di rundung sama anak sekolahnya." Mulai Yerim menaruh kembali gelas kertas yang airnya tinggal setengah, "Sisi lain emang sih dia pinter, cakep, tapi sayang...cacat."

Eunseo geming, ia sudah tidak kaget dengan cerita Yerim yang mengatakan bahwa lelaki itu sering menjadi bahan rundungan. Hey, ini Korea. Di mana ada perbedaan fisik ataupun kekuasaan, tetap saja akan selalu ada penindasan.

Itu lumrah. Bukan berarti Eunseo masa bodoh dengan fenomena sekarang, ia sangat melek. Tapi, ada tembok yang membatasinya.

"Dan lagi, lo denger ya gue dapet berita kalo Seokmin itu—"

Suara Yerim terpotong oleh sumber kegaduhan, yang membuatnya mengalihkan atensi bersamaan dengan suara langkah kaki banyak penghuni kantin beranjak, kedua perempuan itu berdiri dari tempatnya duduk, tapi dengan jarak yang segini, Eunseo hanya bisa melihat kerumunan saja, kakinya beranjak mendekati banyak orang di sana, Yerim mengikuti Eunseo dari belakang.

Nabastala MengabuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang