Bagian 2

6 2 4
                                    

"Sudah, lebih baik kita berdo'a dulu, minta keselamatan dan keamanan kepada-Nya," Ucap ibu untuk meredakan kepanikan. Kita pun berdo'a bersama-sama sambil perlahan berjalan, Sekitar 15 menit berjalan kami sudah tiba di sebuah gapura dari batu bata yang tersusun rapi.

Setelah melewati gapura itu kami harus masuk sedikit lebih dalam lagi untuk menuju rumah nenek, setibanya disana rumah nenek masih ramai oleh para tetangga yang sedang mendo'akan nenek di 7 hari meninggalnya nenek, Ya kami kemari untuk ikut mendo'akan nenek.

Setelah ayah memberhentikan mobil kami pun turun dan langsung di sambut oleh Pak Kades, "Pak yang sabar ya, beliau orang yang baik, ia sering membantu kami meski sudah usia lanjut," Ucap Pak Susilo sebagai Kepala desa.

"Terima kasih sudah mau bantu menguburkan ibu saya, dan maaf gak bisa bantu karena saya masih ada dinas di NTT yang tidak bisa di tinggal," Ucap ayah kepada Pak Kades, "Iya tidak apa pak, kami juga tidak keberatan,".

Kami pun masuk kedalam lalu ikut berdo'a bersama para warga, hingga pukul 2 pagi para tetangga sudah pulang semua dan rumah juga sudah bersih, kami pun bersiap untuk tidur karena kelelahan.

Oh iya kalian belum kenal aku ya, kenalkan namaku ILHAM MARSUDI, kakakku SARAH MARSUDI, ayahku MARSUDI HARIONO, ibuku SARI KURNIA.

Esok paginya ayah sudah bangun duluan untuk lari pagi, ibu masak di dapur bersama kakak, sedangkan aku sedang tiduran dikamar sambil mengingat kenangan dirumah ini saat kakek dan nenek masih ada, jujur aku rindu nenek, kita terakhir bertemu lebaran tahun kemarin, sayang ia meninggal sekitar seminggu yang lalu,
Sedangkan kakek meninggal 2 tahun yang lalu.

Kata para tetangga ia meninggal sangat tiba-tiba, 5 jam sebelum ia meninggal ia sedang duduk di halaman rumah, saat di temukan ia sudah dalam keadaan kaku, biru, dan dingin. Artinya ia sudah meninggal cukup lama.

Setelah ibu selesai masak ia pun memanggilku untuk makan, kami pun makan bersama di meja makan tanpa ayah karena ia masih belum pulang.

Sore hari pun tiba kami bersiap sholat maghrib berjamaa'h di musholla, kami berangkat sebelum adzan magrhib dan tiba saat adzan berkumandang. Setelah sholat kami langsung pulang dan betapa terkejutnya kami saat ayah membuka pintu.

Saat ayah membuka pintu yang kami lihat adalah rumah yang sudah sangat berantakan, kami terkejut awalnya kami belum berpikir hal-hal ghaib, kami masih mengira ia adalah seorang pencuri, kami pun berkeliling  rumah untuk mencari apakah ada barang yang hilang sambil membereskan rumah.

Setelah rumah beres kami pun berkumpul diruang keluarga sambil mencari tau alasan kenapa rumah bisa berantakan, "Kok bisa ya rumah seberantakan itu," Ayah membuka pembicaraan, "Tapi sepertinya itu bukan maling atau semacamnya," ibu membalas ucapan ayah,"Iya,kayaknya nggak mungkin, kita kan kenal sama semua orang di kampung ini," Sahut kakak.

Pikirku betul juga kita memang kenal semua warga di desa ini dan orang luar pun juga agak tidak mungkin, mengingat kampung ini berada di agak tengah hutan.

Mungkin karena letih sehabis beres beres emosi ayah tak terkontrol, iya pun lantas mengeluarkan sebuah kalimat yang membuat "dia" marah,
"Terus siapa? Setan?"

Blep

Lampu rumah itu tiba tiba mati.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: May 24, 2022 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Rumah NenekTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang