Menerima Surat Mi-Jeong

923 89 32
                                    


Gu Ja-Gyeong berdiri di depan pintu bengkel furnitur tempatnya bekerja selama  delapan bulan ini. Satu tangan memegang mug stainless berisi es kopi yang kebanyakan es batu--dingin dan sudah tidak manis lagi.

Di dalam bengkel, ada suami istri Yeom--mereka bertiga sedang minum es kopi yang sama.

Delapan bulan bekerja di bengkel furnitur milik Pak Yeom, Ja-Gyeong selalu seperti ini: cukup dekat untuk memakan makanan dan minuman yang ditawarkan oleh keluarga Yeom, cukup jauh untuk tidak dianggap sebagai sahabat keluarga.

Ja-Gyeong memang sengaja melakukannya; dia tidak datang ke Sanpo untuk mencari teman, dia ke sini hanya untuk bertahan hidup.

Meskipun mabuk-mabukan soju sepanjang malam tidak terdengar seperti "bertahan hidup", tapi percayalah, soju membuat segalanya jadi lebih mendingan

Ja-Gyeong sudah melakukan semua yang bisa dia lakukan agar selama dia mengasingkan diri di Sanpo, tidak ada yang berminat mendekatinya.

Itulah mengapa jantung Ja-Gyeong nyaris berhenti ketika kemarin pagi, saat dia membuka pintu geser rumahnya untuk berangkat ke bengkel, dan mendapati Mi-Jeong sudah berdiri di hadapannya.

***

Orang lain mungkin akan tergeragap, tapi refleks Ja-Gyeong sudah begitu terlatih sehingga dia berhenti di saat yang tepat.

Ada sesuatu tentang Mi-Jeong yang membuat hati Ja-Gyeong ciut tiap kali melihatnya.

Ada sesuatu tentang bungsu keluarga Yeom yang membuatnya sedikit merasa takut.

Yeom Mi-Jeong tidak seperti Yeom Chang-Hee yang pintar mengobrol dan jago mengambil hati orang.

Yeom Mi-Jeong tidak seperti Yeom Gi-Jeong yang lucu, bersemangat dan ceria.

Orang lain mungkin akan melirik Mi-Jeong sekali dan memutuskan gadis itu terlalu polos dan membosankan, lalu mengalihkan pandangan.

Tapi Ja-Gyeong lebih pintar dari orang-orang itu. Dia tidak akan memalingkan wajah dari hal yang membuatnya takut. Dia menatap Mi-Jeong tanpa berkedip.

Mi-Jeong menunduk sejenak. Bulu matanya yang panjang terlihat seperti tirai. Bibirnya yang mungil dan merah jambu masih terkatup.

Mi-Jeong bukan jenis orang yang asal bicara. Apa pun yang akan gadis itu katakan, Ja-Gyeong akan mendengarnya dengan sungguh-sungguh.

Beberapa menit berlalu. Angin di pagi hari berhembus sedikit.

Aroma parfum Mi-Jeong terhirup sedikit oleh Ja-Gyeong. Di masa lalu, pria itu hidup dikelilingi kemewahan. Parfum Mi-Jeong tercium sederhana olehnya---seperti campuran manisnya bunga apel dan segarnya stroberi. Tapi Ja-Gyeong menyadari, di hidupnya belakangan ini, dia lebih menyukai hal-hal yang sederhana.

Ketika Mi-Jeong kemudian menghela napas dan bicara, Ja-Gyeong hampir tidak mempercayai pendengarannya.

"Apa kau bisa menerima posku?" tanya Mi-Jeong. Suaranya pelan, tapi tidak ada keraguan sedikit pun di dalamnya. Ja-Gyeong menyadari bayangan hitam di bawah mata Mi-Jeong. Gadis itu terlihat seperti kurang tidur. "Ada surat yang sedang kutunggu. Aku tidak ingin ada orang di rumahku yang melihatnya."

My Sanpo JournalTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang