Bagian 8 : -Tubir-

1.8K 474 241
                                    


Meridian terbangun perlahan dan mendapati suasana di sekelilingnya gelap gulita. Apa yang terjadi? pikirnya waspada, lantas menoleh ke kursi pengemudi. Kursi itu sudah kosong.

Dasar Fox sialan! Awas saja kalau mereka sudah sampai di alam baka.

Namun, baru saja Meridian berniat mencari tahu, samar-samar ia mendengar suara percakapan Fox dengan seseorang di belakang sana. Meridian menajamkan pendengarannya.

"Kenapa kau tiba-tiba mengajakku bertemu?" Suara feminin yang lembut dan tulus itu milik seorang wanita, tetapi bukan Kristal. Meski begitu, Meridian tidak cukup peduli untuk penasaran seperti apa wanita yang bersama Fox saat ini. Dan ia juga tidak sedang menguping karena suara itu terdengar cukup jelas.

"Aku ingin kau memeriksa kepalaku." Itu suara Fox.

"Kenapa? Apa kau terluka?" Suara wanita itu seketika terdengar khawatir. Meridian sudah membayangkan Fox akan menjawab tidak seperti saat ia bertanya.

Namun, alih-alih berkata tidak, lelaki itu berkata sebaliknya. "Ya. Sakit sekali," ujarnya sedikit merajuk.

"Coba kulihat." Terdengar suara orang bergerak, sebelum wanita kembali bicara. "Keliatannya kau sudah diobati."

"Aku ingin kau melihatnya lagi dan memastikan lukaku sudah ditangani dengan baik."

Meridian menggertakkan giginya kesal. Setidakpercaya itukah Fox padanya? Ini pertama kalinya seseorang meragukan hasil kerjanya.

"Memangnya siapa yang menangani lukamu, sayang?"

"Seorang wanita gila yang sangat ingin membunuhku, tapi aku bertekad untuk tidak akan mati dengan mudah. Jadi, karena kau dokter terbaik di dunia yang kukenal, kau harus memastikan apa lukaku rawan infeksi atau berpotensi memburuk? Aku harus tahu apa yang sudah wanita gila itu lakukan padaku."

Sialan! batin Meridian meradang. Meskipun benci Fox, tetapi ia tidak akan pernah melakukan tindakan yang dapat mempertaruhkan kredibilitasnya sebagai dokter. Meridian sangat disiplin untuk mengesampingkan perasaan pribadinya saat mengobati pasien. Akan tetapi, lelaki berhati busuk di belakang sana rupanya tidak berpikir demikian.

Suara tawa anggun wanita itu terdengar mengalun dan menenangkan, membuat perasaan Meridian ikut terhanyut. "Sayang, kalau dia ingin membunuhmu, dia tidak akan merawat lukamu sebaik ini. Jujur saja, ini jahitan luka terbaik yang pernah kulihat sepanjang karierku. Aku sendiri bahkan ragu bisa melakukannya sebaik ini. Kau beruntung, wanita itu berbakat."

"Benarkah?" Fox terdengar sangat tidak yakin dan itu membuat Meridian semakin meradang.

"Benar, Sayang... Dan dengan metabolismemu yang luar biasa, aku yakin luka ini bakal cepat sembuh."

"Baiklah kalau begitu. Aku percaya." Meridian spontan memutar mata. Sepertinya Fox akan mudah percaya kepada siapa pun selama itu bukan dirinya.

"Jadi?" tanya wanita itu.

"Jadi apa?"

"Jadi, wanita macam apa yang tidak merespons pesonamu, Lintang?"

"Mungkin buta."

"Atau mungkin punya akal sehat."

"Jadi, sekarang kau membela wanita gila itu?" tukas Fox dengan sentuhan nada jengkel. "Kau milikku tahu! Seharusnya kau memihakku!" imbuh lelaki itu dengan nada final.

"Kau benar. Sejak dulu aku selalu memujamu," ujar si wanita dengan suara menggoda. "Sebelum aku pergi, beri aku pelukan dan ciuman."

Di tempat duduknya, Meridian menggelengkan kepala pelan saat mendengar rentetan suara kecupan yang berisik.

Binar SanubariTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang