Cakka mondar-mandir tidak jelas. Dia panik, besok adalah 2 bulan tepat saat proposal orang tuanya dicetuskan, artinya besok Cakka harus memastikan bahwa besok Oik sudah harus mengandung anaknya. Tapi bagaimana bisa? Selama 2 bulan ini mereka tidak melakukan apapun. Bukannya Cakka tidak mau berusaha, tapi setiap kali Cakka mau mencobanya lagi. Selalu ada saja halangan, entah pintu yang lupa dikunci dan Bi Sumi masuk, Bundanya yang tiba-tiba memanggilnya atau bahkan Lola yang tiba-tiba merengek kencang. Sebulan belakangan, Cakka juga melihat Oik seperti kurang sehat, dia terlihat agak pucat. Dikarenakan mungkin dia terlalu stress memikirkan proposal itu sekaligus ujian dan tugas kampus yang menumpuk karena mereka izin seminggu. Cakka jadi tak tega melihat Oik.
Oik masuk ke dalam kamar dan segera menghampiri Cakka yang terlihat resah dan gelisah.
“Kenapa Kka?,” tanya Oik.
“Duh, Ik kamu sadar tidak besok itu tanggal apa?,”
“Tanggal apa? Tanggal sembilan belas kan?,”
“Bukan itu! Tapi, besok dua bulanan proposal Ayah dan Bunda, jadi kita harus memenuhi proposal, kalau tidak Bunda akan mengambil hak asuh Lola,”
Diluar dugaan Oik terlihat lebih tenang dan pasrah, sehingga membuat Cakka heran, “yaudahlah Kka, kayaknya juga Lola lebih terjamin sama orang tua kamu dari pada sama kita,” kata Oik langsung duduk di sofa kamar.
“Oik, ingat proposal sekaligus wasiat Sivia,” kata Cakka lalu duduk di samping Oik.
“Oh! Jadi kamu mempertahankan Lola hanya karena proposal wasiat Kak Sivia?,”
“Bukan begitu Oik, sama sekali bukan karena itu, karena aku sayang Lola, Lola itu anakku juga, anak kita, aku tidak mau dia jatuh ke tangan orang lain sekalipun itu Ayah dan Bundaku,”
“Kau masih sayang Kak Sivia yah? Dia kan cinta pertamamu makanya kau melihat Sivia di dalam diri Lola,”
“Tidak begitu Oik, aku sayang Lola, karena Lola itu anak kita, anakku dan anakmu,” kata Cakka dan langsung mencium Oik, “karena aku sayang kamu,” kata Cakka di sela-sela ciumannya.
Oik menyadari ciuman dengan jenis seperti ini, biasanya di lakukan sebelum mereka... Oh! Oik harus segera mengakhirinya! Sudah saatnya dia mengatakan yang “sebenarnya” pada Cakka.
“Kka, stop it!,” kata Oik.
Karena Cakka tidak menghiraukan, Oik mendorong tubuh Cakka menjauh darinya.
“Why?,”
Oik berusaha mengatur pernapasannya sebelum menatap Cakka serius. Dia meraih tasnya dan menyerahkan sebuah benda ke tangan Cakka. Cakka memperhatikan benda tersebut, 2 garis merah bertengger di atas benda tersebut. Cakka menatap Oik dan benda itu secara bergantian, mencoba meresapi apa pesan yang dimaksudkan Oik.
“Itu hasil tes dua bulan lalu, sehari sebelum kita berangkat, yang Bunda menyuruhku tes itu,”
“Tapi katamu negatif,” kata Cakka serasa tidak percaya.
“Itu...aku bohong, aku takut kalau tespack itu rusak dan salah, makanya aku tidak mau mengecewakan Bunda kalau hasil tes itu salah, jadi aku memberinya hasil tes aku saat pertama kali kita...ehm melakukannya,”
“Tapi kamu menyuruh singgah beli pembalut sebelum berangkat, katamu lagi haid,”
“Itu aku takut aja, kalau tesnya salah, tiba-tiba aku haid saat di sana dan tidak ada pembalut, karena seharusnya hari itu jadwalku,”
“Ya ampun Oik, jadi...waktu itu kamu pusing, mual dan muntah-muntah bukan karena mabuk udara, darat, maupun laut, tapi karena kamu...,” Cakka masih serasa tidak percaya.
KAMU SEDANG MEMBACA
BABY PROPOSAL
RomanceHidup dipenuhi dengan proposal? Bagaimana rasanya? Apalagi semua proposal yang menganggu hidup Cakka dan Oik semua berhubungan dengan BAYI!!!!! Oh....