BAB 5

158 34 0
                                    


Hari ini, untuk yang ketiga kalinya. Handaru kembali lagi ke fakultas teknik. Tadi, selagi asyik rebahan. Jenner tiba-tiba menelpon. Pemuda berkulit putih seperti bule tersebut meninggalkan flashdisknya di kosan, dan meminta tolong Handaru untuk membawakan flashdisk itu karena Jenner ingin mengeprint sesuatu dari sana, dan mau tak mau, Handaru terpaksa mengiakan permintaan tolong kakak tingkat beda jurusannya itu, dan di sinilah Handaru sekarang. Celingak-celinguk mencari gedung pasca sarjana karena kebetulan Jenner berada di sana. Beruntungnya, dia bertemu dengan Jenner di salah satu lorong kelas terlihat buru-buru.

"Ah, akhirnya lo dateng juga. Mana flashdisknya?" tanya pemuda itu langsung menagih barang pesanannya.

Handaru meraba-raba ranselnya mencari keberadaan benda mungil tersebut, dan untungnya barang itu akhirnya ketemu juga.

"Thanks ya, sorry banget nih gue tinggal. Soalnya buru-buru," kata Jenner berlalu begitu saja. Bahkan pemuda itu tak memberi kesempatan pada Handaru untuk membalas ucapan terima kasihnya.

Tidak ada yang bisa Handaru lakukan lantaran ia tidak memiliki satu pun teman yang berada di Fakultas ini. Jenner dan Jayden jelas pengecualian. Itu pun bila Jayden juga menganggapnya sebagai teman.

Handaru melewati lorong demi lorong menuju parkiran, dan tepat di bagian taman yang terletak tidak jauh dari parkiran, Handaru melihat postur seseorang yang baru-baru ini ia kenal. Orang itu duduk berjongkok di atas rumput dikelilingi banyak kucing. Handaru inginnya pergi saja, namun kakinya malah berkata lain. Alih-alih berjalan menuju parkiran, lelaki itu malah melangkah mendekati Jayden yang hendak berdiri dan memasukkan sebuah toples plastik kecil ke dalam tasnya.

"Jayden," panggilnya dengan nada suara pelan. Pemuda berkulit putih itu pun mengangkat kepalanya dan tersenyum kala mendapati Handaru ada di hadapannya.

"Ngapain ke sini? Nyariin gua?" tanyanya dengan tingkat percaya diri di atas rata-rata. Handaru jelas berdecih, geli mendengar penuturan pemuda tersebut.

"Tadi ketemu temen di sini. Lo sendiri, ngapain?"

"Ngasih makan kucing?" tanya Jayden diiringi tanda tanya di belakangnya, seolah ragu dengan pernyataannya sendiri.

Kedua alis Handaru spontan saling terpaut sebelum akhirnya melangkah mundur ketika seekor kucing hendak menghampirinya.

"Lo diem di sana, jangan deket-deket!" teriak Handaru dengan nada tegas. 

"Meong," balas si kucing membuat Jayden malah tertawa.

"Lu takut kucing?" tanyanya yang dibalas anggukan oleh Handaru. Sampai kapan pun Handaru tidak akan pernah suka pada hewan berbulu itu meskipun kebanyakan orang menganggap hewan itu lucu.

 "Kenapa? Padahal kucing itu lucu."

"Terus, kalau lucu, semua orang harus suka?" tanya Handaru sedikit agak sensi.

Jayden menggeleng dengan polosnya. Dia bertanya begitu tidak bermaksud membuat Handaru marah.

"Waktu kecil tangan kiri gue pernah dicakar kucing. Luka cakarnya sampe sini," tukas Handaru seraya menyentuh pergelangan tangannya hingga sebatas siku. "Padahal gue ga ngapa-ngapain. Cuma mau ngelus kepalanya doang. Eh, itu kucing garong malah nyerang gue."

Jayden tertawa, padahal Handaru sedang tidak mendongengkan cerita lucu. Itu salah satu musibah yang membuatnya trauma terhadap binatang berbulu itu sampai sekarang.

"Enggak semua kucing kayak gitu kok. Mungkin waktu itu lu lagi sial aja," tukas Jayden seraya menggendong seekor kucing ke dalam pelukannya dan sontak saja mengarahkannya ke depan muka Handaru yang langsung dibalas umpatan oleh anak itu. 

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jul 24 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Dan Suatu HariTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang