Gadis itu tersentak kaget saat mendapati dirinya di sebuah ruangan kecil remang-remang. Seluruh badannya kaku tak mampu bergerak. Seolah ada beban terikat di tubuh gadis tersebut. Rasa takut menjalar keseluruh nadi, menghimpit saluran pernapasan, memberikan efek sesak luar biasa. Ketakutan itu membuatnya ingin menangis dan memeluk diri sendiri dengan kedua tangan. Ia ingin sekali berteriak minta tolong, tapi tidak bisa. Lidahnya mendadak kelu, sehingga sulit baginya untuk berbicara. Bahkan untuk membuka pintu yang hanya berjarak beberapa langkah di depannya saja, Tak mampu ia lakukan.
Ia terpaku pada sudut ruang, duduk sendirian disana.Lalu terdengar suara memanggil dari balik pintu, gadis itu sontak mengalihkan atensinya, raut wajahnya terlihat cemas. Ia kenal betul sang pemilik suara itu. Bulih-Bulih peluh mengalir di pelipis, deru jantung berdegup kencang sehingga membuat aliran nadi berjalan cepat tanpa aba-aba, Sesak.
Pintu terbuka, cahaya matahari jingga menyorot ke dalam. Langkah kaki terdengar mendekat. Deru jantung gadis itu semakin tak karuan. Seluruh badannya bergetar hebat. Air mata sudah lagi tak terbendung, mengalir deras membasahi pipi.Hingga kemudian, saat dia ingin mengangkat wajahnya, melihat siapa sosok yang berdiri di sana. Suara lirih tapi terdengar lembut menerpa pendengaran sekilas.
"Ella."
JDUT!
Ella terbanting. Jatuh dari tempat tidur, kepalanya menghantam sisi-sisi ranjang. Dengan mata bengkak sehabis menangis tadi malam. Tangannya mengapai-gapai—berharap ada sesuatu yang dapat membantunya untuk bangun. Gadis itu berusaha duduk sambil memaki-maki pelan.
Sorot matahari menerpa lembut kedua mata Ella, memberikan sambutan selamat pagi. Sejujurnya ini adalah hari pertama ia bangun pagi. Di hari-hari biasa ella mampu tidur seharian penuh tanpa beban. Tidak seperti manusia pada umumnya yang super sibuk, Ella lebih suka menghabiskan waktu di dunia mimpi. Tapi dikarenakan pil tidurnya sudah habis dan ada jadwal konsultasi minggu ini. Mau tidak mau Ia harus memaksa tubuhnya untuk bangun lebih awal dari biasa.
Gadis itu mendesis, mengusap dahi yang rada-rada benjol akibat benturan tadi. Mengusap bekasan air mata di pipi. Tidak peduli berapa banyak bekas air mata yang kering di kedua pipinya. Kemudian menyeka mata sekali lagi, menatap sekitar. Sudah pukul 09.00 begitulah apa yang terbaca pada jam weaker tua di atas nakas.
Gadis itu terdiam sejenak, mengumpulkan segala niat sebelum bulir-bulir air menerpa langsung badannya yang putih ... ralat. Maksudnya yang penuh luka. Ya, badan ella tidak semulus badan remaja biasa. Di lengan bagian kiri terdapat luka sayat sepanjang 5 cm. Luka itu cukup dalam sehingga meninggalkan bekas jahitan disana. Di lengan bagian kanan hanya sayatan-sayatan kecil berjumlah dua puluh tiga sayat. Tidak dalam tapi membekas.
Berdiri tertatih, terhuyung, badannya terasa nyeri, kedua lengannya perih luar biasa. Melangkah menuju lemari baju, mengambil handuk lalu bergegas menuju kamar mandi. Tidak peduli bagaimana rasa perih itu bercampur saat buliran air mengalir begitu saja di kedua lengan
Berkutit lebih dari 20 menit di kamar mandi, Ella keluar, kali ini penampilannya jauh lebih baik sesaat sebelum ia masuk kamar mandi. Tidak mau banyak drama serta omong kosong belaka. Ella memasukan apapun yang ada di meja belajarnya, entah itu kertas, sketsa gambar, parfum, bahkan cutter sekalipun ia masukan tanpa memilah sana-sini.
Dirasa cukup, Ella melangkah menuju pintu kamar. Kakinya tidak sengaja tersangkut di salah satu buku novel kesayangannya. Alih-alih mengambil buku itu lalu meletakkan kembali di rak sebelah pintu. Gadis itu hanya menendang buku tersebut ke sembarang arah. Tak peduli keadaannya rusak, terlipat, asal benda berbentuk segi empat barusan tidak menghalangi jalannya untuk keluar.
Ella memutuskan untuk tidak mengendarai apapun selain kakinya. Ia berjalan dari rumah menuju rumah sakit, tidak terlalu jauh, ella menyukainya. Selain mengurangi polusi, ia juga tidak ingin cepat-cepat sampai ke sana. Supirnya juga sempat menawarkan tumpangan pada ella, tapi ia menolak. Ia lebih suka berjalan kaki. Dengan hoddie hitam dan celana mengikuti warna baju, Ella berjalan sembari membenak hal apa saja yang akan ia lakukan setibanya disana.
KAMU SEDANG MEMBACA
Butterflies
Teen FictionKita tidak pernah tau apa yang orang orang sembunyikan dalam raga rapuh mereka. Kita hanya bisa berkata tanpa memikirkan seberapa hebat dan kuatnya mereka menjalani kehidupan. Ini tentang Ella. Gadis usia belasan yang selalu berdoa untuk terus diku...