• anxiety causing trembles

214 8 1
                                    


"Ayuuuk!". Bujuk Sully tanpa terlebih dahulu berganti baju.

Masih dengan seragamnya, cewek itu sedang memeluk sambil menarik paksa Eileen dari atas kasur.

"Ada Kak Ricko, kak!" rengek Eileen, dia takut terdistraksi atau makin kecewa sendiri.

Sully hampir menyerah. "Segitu gamau ketemunya sama dia?". Eileen mengangguk, hampir menangis. Sedih.

"Aduh aduh, iya iya gue ga maksa sayang, mmuah..". kakaknya cium pipinya berkali-kali. Kasihan dengan kisah cinta adiknya yang sepertinya tak berjalan mulus.

"Yaudah gue ga maksa,". Eileen mengangguk, merasa lega. Karena tak lagi dipaksa.

"Oke, kalau mau nitip sesuatu bilang ya,". Pesan kakaknya sambil mengambil helm yang tadinya ditaruh di lantai.

"Heem,". Eileen menghapus sisa airmatanya, lalu mengambil posisi duduk.

Kakaknya dengan wajah putus asa itu berjalan keluar dari kamar adiknya.

"Ganti baju duluu!". Pesan Eileen, agak maniak dengan kebersihan.

"Iyaiyaa,". Tapi arah kaki Sully hampir sampai ke tangga dan Eileen tahu itu.

Segera ia keluar kamar dan tarik kembali kakaknya untuk masuk ke kamar yang berhadapan dari kamarnya.

Tak peduli dengan omelan kakaknya, Eileen memilihkan pakaian untuk kakaknya. Pakaian yang pantas sekalipun untuk nongkrong dengan banyak cowok--walau nanti isinya bukan cowok semua sih.

"Nih, pakai,". Lalu Sully berganti pakaian segera dengan diawasi adiknya. Tentu saja sambil mengomel dong.

Kalau begini sih seharusnya Eileen yang lahir duluan, karena Eileen lebih bisa merawat kakaknya dibanding bagaimana kakaknya itu merawat dan menjaga dia.

Selesai ganti pakaian dan masukkan seragam kotor ke mesin cuci, akhirnya kakaknya itu turun ke lantai bawah tanpa melepas omelan dari mulutnya. Eileen kembali ke kamarnya, berniat menonton netflix karena pr-nya sudah selesai.

"Dek, salad buahnya masih sebanyak ini gue bawa kesana ya? di rumah ga kemakan," teriak kakaknya dari bawah. Eileen mengiyakan yang pastinya tak akan terdengar namun dimengerti kakaknya.

Kalau tidak boleh, sudah pasti Eileen berlarian ke bawah dan mencegahnya sampai mampus.

Eileen ingat kalau salad buahnya itulah yang ia berikan juga pada kak ricko. Eileen hampir merasa malu dengan wajah memanas, tak bisa membayangkan bagaimana kalau cowok itu makan salad buahnya lagi.

Eh tapi, pastilah sudah diberikan kepada orang lain seperti pemberiannya yang lain.

"Yah lebih baik daripada dibuang," Eileen mencoba menghibur diri, namun membayangkan usahanya dianggap bukan apa-apa membuatnya sedih lagi. Lalu tengkurap dan menangis kembali.

"Adeeek..".

"Adeeekkk..!". Kakaknya berlarian ke atas tangga, Eileen kira kakaknya itu sudah pergi mengingat Justin sedang menunggu di bawah.

Eileen segera hapus airmatanya dan duduk seolah-olah ia sedang tidak melakukan apa-apa.

Pintu terbuka dan memperlihatkan mata kakaknya yang berbinar.

"Ayo ikut! Si Ricko ga ikutan!".

Eileen bingung harus bereaksi seperti apa, tapi ia tersenyum untuk melegakan ajakan kakaknya.

Alasan lain di balik senyumnya, ia melihat ada tanda kemerahan baru di leher kakaknya itu.

"Oke,". Eileen mau berganti baju namun sebelumnya ia mengambil salonpas untuk ditempelkan ke leher kakaknya.

Kak Ricko | ChaeMuraWhere stories live. Discover now