Bel istirahat berbunyi, para siswa bergegas keluar kelas untuk menuju kantin dan hanya menyisakan tiga orang siswa saja di dalam. Yakni Alvaro serta dua gadis muda yang sedang asik mengobrol.
Alvaro melirik kolong mejanya, seperti biasa dipenuhi dengan cokelat serta surat-surat manis dari fans. Dia menghela napas pendek sebentar lalu menawarkan beberapa cokelat itu kepada temannya. Sementara sisanya ia makan.
"Kalian mau? Ambil aja tuh."
Teman wanita Alvaro itu terlihat senang. "Serius?"
Alvaro hanya mengangguk dan memilih untuk meninggalkan kelas. Sementara kedua teman Alvaro itu langsung mengambil beberapa cokelat.
"Bersyukur banget deh sekelas sama cogan, banyak fansnya. Makasih, Al," sahutnya saat Alvaro sudah benar-benar keluar dari kelas.
Alvaro yang berjalan di lorong kelas pun tentu saja dapat mendengar hal itu dengan sangat jelas. Dia hanya menyunggingkan senyum seraya menikmati lagu yang mengalun merdu dari earphone yang ia gunakan.
Sudah bukan hal aneh lagi baginya mendengar pujian-pujian manis itu. Seandainya saja mereka mengetahui rahasia besar yang selama ini ditutupi, akankah pujian-pujian manis itu masih ada? Ia yakin, pasti banyak yang akan mencela dirinya nanti.
"Hai, Alvaro," sapa Katryn seraya melambaikan tangan. Namun sayang, Alvaro malah mengacuhkan dirinya.
Dengan cepat, Katryn pun menyamai langkah Alvaro yang hendak menuju kantin. Bahkan dia berusaha untuk meraih tangannya.
"Ih kamu gak liat aku ya, Al? Alvarooo." Gadis itu mendengus sebal. Bisa-bisanya dirinya yang menjadi primadona sekolah itu diacuhkan bahkan tak dihiraukan sama sekali.
Alvaro akhirnya berhenti karena sejak tadi Katryn yang mengikuti dirinya itu terasa amat mengganggu.
"Kenapa sih ngikut mulu? Lo kira induk bebek, ya?"
Katryn terkekeh pelan. "Mau ikuttt," katanya, seraya menampilkan wajah imut.
Bagi Alvaro itu tidak terlihat imut sama sekali, bahkan terlihat sangat menjijikan. Katryn memang sangat tergila-gila pada dirinya, bahkan fans Alvaro yang membelikan cokelat serta surat-surat manis tak sebanding dengan apa yang pernah Katryn lakukan demi mendapatkan hati Alvaro.
Dia bahkan pernah mengirim sebuah motor sport mewah ke rumah Alvaro, namun tentu saja laki-laki itu menolak dan memilih mengembalikannya kembali.
"Sorry gue ada urusan penting ya, Kat. Dan jangan ngintilin terus, bisa?"
Katryn terlihat memberengut sebal. Namun perkataan Alvaro barusan seperti angin lalu. Dia tidak mengindahkannya dan terus saja mengikuti laki-laki yang dicintainya itu.
Alvaro yang risih akhirnya memilih duduk di dekat Freya--si gadis berkacamata. Tentu saja hal itu membuat Freya kaget bukan kepalang. Pikir Alvaro, jika dia duduk bersamanya bisa membuat si penguntit Katryn itu berhenti mengikuti dirinya.
"Mmm ... Kenapa duduk di sini?" Tanya Freya.
"Kenapa? Gak boleh?" Jawab Alvaro seraya memandang lekat Freya.
Freya tentu saja terlihat kikuk, dia gemetaran. Wanita mana coba yang tidak deg-degan saat berhadapan langsung dengan seorang Alvaro Narendra, laki-laki yang menjadi idola di sekolahnya itu.
Bahkan sekarang, mereka berdua menjadi pusat perhatian pengunjung kantin. Banyak gadis yang iri karena mereka duduk bersama. Termasuk Katryn.
"Awas, minggir lo." Katryn yang baru saja tiba langsung mendorong Freya hingga terjatuh dari kursinya. Gadis itu mengaduh sakit. Sementara Alvaro langsung sigap dan membantu Freya untuk berdiri kembali.
"Gak papa?" Tanyanya yang hanya dibalas anggukan kecil oleh Freya. Dia terlihat ketakutan.
"Lo itu emang gak punya perasaan, ya."
Katryn hanya acuh tak acuh, merasa tidak bersalah sama sekali.
"Punya. Kan udah jadi milik lo Al," jawabnya.
Alvaro mendecih pelan lalu menarik tangan Freya untuk mengajaknya pergi. Katryn yang menyaksikan itu semakin dibuat kesal.
"Alvaro ...." Pekik Katryn yang terlihat kesal dengan kejadian yang telah dialaminya itu. Mereka berdua sudah pergi menjauh dari edaran pandangannya.
Saat Alvaro dan Freya sudah keluar dari kantin, mendadak Freya ingin kembali lagi ke sana. Dia melepaskan tangan Alvaro lalu berjalan cepat ke arah kantin.
"Lo gila ya malah mau ke sana lagi?" Pekik Alvaro ketika Freya sudah perlahan menjauh. Padahal dirinya baru saja menyelamatkan gadis pendiam itu. Tetapi yang dia lakukan apa? Dia malah ingin kembali lagi menghadap Katryn.
Tak berselang lama, Freya pun akhirnya kembali dengan sepiring siomay dan es teh.
"Kenapa lo ke sana lagi?" Tanya Alvaro ketika mereka sudah berjalan menuju kelas.
"Ngambil ini, sayang udah dibayar tapi belum dimakan," jawab Freya yang terlihat polos.
Alvaro hanya tersenyum kecil. Bisa-bisanya dia kembali lagi ke hadapan Katryn hanya untuk mengambil makanan.
~~~~~
Freya segera naik ke dalam angkot. Untung saja Katryn yang masih memiliki dendam itu tidak berhasil mengejarnya. Freya melihat penampakan Katryn dan kedua temannya itu dari kaca angkot, dia terlihat kecapekan karena tidak bisa menyusul dirinya.
"Dasar gadis gila," umpat Freya dalam hati.
Setelah 15 menit berada dalam angkot, Freya akhirnya sampai di tujuan. Dia bergegas turun lalu menyerahkan uang pas pada sopir.
Saat baru turun, Freya langsung disambut oleh sang ibu yang tengah menyapu halaman.
"Tumben cepet pulangnya?" Tanya ibu ketika anak semata wayangnya itu telah menyalami punggung tangannya.
"Lesnya libur, Bu. Jadi pulangnya masih siang deh," alibinya. Padahal Freya hanya takut bertemu dengan Katryn. Gara-gara masalah Alvaro duduk bersamanya, pasti gadis itu akan memukulnya kembali. Padahal luka di betis Freya pun belum sembuh total.
Ibu hanya mengangguk lalu mengajak Freya masuk ke dalam dengan sangat antusias. Hari ini dia menyiapkan makanan kesukaannya.
Aroma masakan ibu yang lezat langsung membuat perut Freya keroncongan. Mereka bersiap makan bersama, menikmati makanan yang telah tersaji.
"Emangnya ibu punya uang? Kenapa masak ini?" Tanya Freya ketika ibunya tengah mengambil piring.
"Ada kok, Nak. Kamu gak usah khawatir, ya," jelas Ibu seraya membawa piring itu pada Freya dan menuangkan nasi untuknya.
"Makannya yang banyak, ya. Yang kenyang," ucap ibu lagi seraya tersenyum lembut.
Freya hanya diam dan mulai menikmati makanan.
Dahulu kehidupan mereka tidak susah seperti sekarang, semuanya serba berkecukupan. Rumah mewah, kendaraan pribadi, sopir serta para pembantu menjadi bagian dari keseharian Freya.
Namun delapan tahun yang lalu semua itu menjadi lenyap, tidak tersisa. Bahkan sang ayah menjadi depresi lalu wafat tiga bulan setelahnya. Tahun itu benar-benar tahun terberat bagi Freya dan sang ibu.
Meskipun keadaan mereka sekarang pun masih serba kekurangan, tapi penderitaannya tidak sebanding dengan yang pernah mereka alami delapan tahun lalu.
🌼🌼🌼

KAMU SEDANG MEMBACA
My Cool Boyfriend
Teen Fiction[Fiksi Remaja - Fantasi] Alvaro adalah laki-laki yang tampan. Banyak gadis yang jatuh hati dan tergila-gila padanya. Bahkan Freya--si gadis berkacamata yang pendiam di kelas pun turut menyukai Alvaro. Akan tetapi ... ada sebuah rahasia besar yang Al...