Suasana pagi yang indah kini telah berganti dengan keheningan malam yang mencekam. Alvaro berjalan sendirian, menyusuri pohon pinus untuk mencari jalan keluar.
Udara malam yang dingin begitu terasa menusuk kulit. Alvaro menggigil kedinginan. Bersamaan dengan itu, sesosok bayangan hitam muncul tepat di hadapan Alvaro. Laki-laki itu lari ketakutan.
Akan tetapi seberapa cepat Alvaro lari, sosok bayangan hitam itu tetap saja mengejar dirinya tanpa ampun. Sosok itu pun menyerang Alvaro secara brutal dan berusaha mencekik lehernya.
Alvaro yang lemah pun tak mau kalah, dia berusaha melepaskan dengan sekuat tenaga. Saat sudah terlepas, Alvaro lalu membuka mata lebar. Jantungnya berdebar-debar, napasnya sekarang pun mendadak sesak.
"Uhuk uhukk ...."
Alvaro bangun dari tempat tidur untuk mengambil air minum di dapur. Jam menunjukkan pukul 11 malam saat ia terbangun dari mimpi buruk yang sudah berkali-kali menjadi bunga tidurnya itu.
Ketika satu tegukan air telah masuk ke kerongkongan, Alvaro kini bisa bernapas lega. Dia berusaha memejamkan mata, mencoba untuk menerima takdir buruk yang dialaminya.
"Bye sayang." Suara seorang wanita yang tengah menuruni anak tangga membuat Alvaro pergi dari dapur. Tanpa sepengetahuan sang ayah, dia lagi-lagi menyaksikan kembali kelakuan gila laki-laki yang ia anggap sebagai seorang ayah itu. Entah sudah berapa banyak wanita berbeda yang ayahnya ajak ke rumah ini.
Ketika ayahnya mengantar wanita itu keluar, Alvaro duduk di ruang tengah menunggu kedatangannya. Kesabarannya benar-benar sudah habis.
"Loh sejak kapan di sini?" ayah Alvaro bertanya sembari jalan sempoyongan. Dia mabuk.
Alvaro bangkit lalu menatap ayahnya itu dengan penuh kemarahan.
"Ayah emang gak pernah berubah, ya. Udah berapa banyak wanita yang ayah ajak ke sini? Yang ayah kasih uang? Yang ayah nodai kehormatannya? Apa ayah gak punya malu, hah?! Bahkan Varo sendiri malu punya ayah bajingan kayak gini. Apalagi ibu, dia pasti malu punya suami bajingan kayak ayah," pekik Alvaro. Pupil matanya melotot lebar.
Diamnya Alvaro selama 6 tahun ini bukan karena tidak tahu apa-apa tentang kelakuan bejat ayahnya itu, tetapi dia hanya menghormati mendiang sang ibu yang menganggap laki-laki bajingan ini seperti seorang malaikat.
Plakk!!!
Satu tamparan berhasil mendarat di pipi kanan Alvaro. Kemudian segera berlanjut ke tamparan kedua, ketiga, dan keempat.
"Tahu apa kamu hah soal kehidupan ayah?! Anak bau kencur kayak kamu gak perlu menasihati orang dewasa!"
Ayah Alvaro menampar anaknya kembali. Dia benar-benar melakukannya tanpa ampun, bahkan sudut bibir kiri Alvaro itu sampai mengeluarkan darah. Sementara Alvaro hanya diam, seolah meremehkan tamparannya.
"Puas sekarang?" tanya Alvaro seraya tersenyum kecut. Setelah itu segera masuk kamar membanting pintu dengan sangat keras. Sedangkan sang ayah bak orang kesetanan mengacak-acak ruang tamu dengan penuh amarah.
~~~~~
Pagi harinya Alvaro langsung mengemasi buku pelajaran yang akan dibawa ke sekolah. Tetapi sebelum itu, dia melihat kembali pantulan dirinya di depan cermin. Luka di sudut bibirnya terlihat sangat jelas, bahkan sekarang malah menjadi bengkak.
Dia pun segera mengambil masker dari laci meja dan memilih memakainya. Jika tidak, mungkin saja Alvaro akan menjadi buah bibir di sekolah nanti.
Saat keluar kamar, keadaan ruang tamu sangat kacau. Alvaro hanya bisa menghela napas berat. Sementara laki-laki yang ia anggap sebagai seorang ayah itu masih terbaring tidur di sofa.
"Untung ibu gak nyaksiin ini semua," ucap Alvaro sebelum akhirnya meninggalkan rumah bersama mamang ojeg online yang dipesannya.
Setelah kurang lebih sepuluh menit berada di jalan, Alvaro akhirnya sampai di tujuan. Biasanya dia berangkat sekolah dengan membawa sepeda motornya sendiri, atau dengan supir panggilannya.
Tetapi Alvaro tidak mau Mang Asep--sopir keluarganya itu mengetahui tentang pertengkarannya dengan sang ayah. Alhasil dia pun memilih berangkat dengan jasa ojeg online saja.
"Eh, Bro, kenapa lo pake masker? Percuma pake masker juga, gantengnya masih keliatan. Noh buktinya," kata Rendi--teman sebangku Alvaro menunjuk ke arah gadis-gadis yang sedang mengagumi temannya itu.
"Coba aja kalo gue punya wajah kayak lo, Al. Pasti mantan gue banyak dah, gak keitung," sambung Rendy lagi ketika hampir sampai ke kelas.
Sementara itu Alvaro hanya tersenyum kecil di balik maskernya.
"Kayaknya gue punya ide deh, Ren. Coba lo pake masker biar tingkat kegantengannya nambah seribu persen," timpal Alvaro.
"Wah ide bagus tuh, Bro. Biar keburikannya ketutup ya hahaa." Rendi malah tertawa lebar. Begitu pula dengan Alvaro.
Karena sedang asik tertawa, tanpa sadar Alvaro malah bertabrakan dengan Freya yang terburu-buru keluar dari kelas. Gadis itu seperti habis menangis.
Sementara di belakangnya ada Katryn bersama kedua temannya yang tengah menenteng kaleng cat.
Alvaro mengamati kembali Freya yang terburu-buru. Rupanya rok belakang gadis itu dipenuhi cat warna merah. Tidak lain dan tidak bukan, ulah usil itu pasti dilakukan Katryn dan temannya.
"Morning, sayang. Duh kalo pake masker damage-nya buka main," ucap Katryn memandang Lamat laki-laki yang kini berdiri di hadapannya itu.
"Makasih-makasih," balas Rendy seraya manggut-manggut.
Katryn memandang Rendy sinis. "Bukan sama lo ya kebo," jawabnya. Alvaro yang mendengar hal pun itu menjadi kesal.
"Lo bisa gak sih Kat kalo ngomong tuh dijaga? Terus tadi, apa yang lo lakuin sama Freya?" tanya Alvaro. Teman Katryn yang memegang kaleng cat pun reflek menyembunyikan benda itu ke belakang.
"Ah itu ... Bagus justru roknya biar berwarna, Al," kata Katryn dengan nada bicaranya yang masih saja angkuh tak merasa bersalah sedikitpun.
"Dasar gadis gila, ya," umpat Alvaro seraya pergi meninggalkan Katryn serta kedua temannya itu. Sementara Rendy mengikutinya dari belakang.
Freya dan Alvaro memang satu kelas, yakni kelas 11 IPA 1. Tetapi sebenarnya mereka berdua tidak akrab sama sekali karena si gadis kacamata itu sangat pendiam. Hanya sesekali saja saling menyapa.
Sedangkan Katryn dan gengnya itu berada di kelas 11 IPS 3. Meskipun jarak kelas yang berjauhan, tetapi gadis tak tahu malu itu selalu saja menguntit Alvaro tiap hari.
"Bro, Lo jangan sampai pacaran sama gadis demit itu, ya," ucap Rendy ketika ia baru saja menaruh tasnya di kursi.
Alvaro yang sedang bermain game melirik sekilas ke arah Rendy. "Idih, amit-amitlah."
"Biasanya kan dari benci bisa jadi cinta, Bro. Hati-hati aja," jelas Rendy lagi. Sementara Alvaro hanya diam, tidak menyahut.
🌼🌼🌼
Jangan lupa untuk tinggalkan vote dan komentarnya, ya ^-^

KAMU SEDANG MEMBACA
My Cool Boyfriend
Teen Fiction[Fiksi Remaja - Fantasi] Alvaro adalah laki-laki yang tampan. Banyak gadis yang jatuh hati dan tergila-gila padanya. Bahkan Freya--si gadis berkacamata yang pendiam di kelas pun turut menyukai Alvaro. Akan tetapi ... ada sebuah rahasia besar yang Al...