Chapter 1.

4 1 0
                                    

Keheningan masih menyelimuti ruangan. Pertanyaan terakhir yang dilontarkan gadis itu terasa seperti hantaman keras bagi kedua orang yang ada di hadapannya sekarang. Gadis itu masih menatap mereka bingung, bingung dengan ekspresi yang ditunjukkan oleh wanita dan pemuda itu.

"Jangan-jangan ... Mbak ... hilang ingatan?" tebak pemuda itu sedikit histeris.

Gadis itu terdiam mendengar pertanyaan pemuda itu. Setelah dipikir-pikir, sepertinya ia benar-benar hilang ingatan. Jangankan kecelakaan yang ia alami seminggu yang lalu, ia bahkan tak mengingat siapa dirinya. Semakin ia mencoba untuk mengingat, semakin dalam kerutan yang ada di dahinya.

"Saya nggak ingat apapun," ucapnya sambil menatap pemuda itu.

"Nanti akan Bibi laporkan ke dokter tentang kondisi Mbak sekarang. Lebih baik Mbak istirahat dulu saja," ujar Bibi dengan nada sedih.

"Daripada istirahat, saya ingin Ibu jelasin ke saya sebenarnya saya siapa. Siapa tau dengan mendengar cerita Ibu, saya bisa mengingat lagi," saran gadis itu. Wanita itu menatap gadis yang ada di depannya dalam, kemudian menghembuskan napas berat.

"Nama Mbak Naya, lebih tepatnya Zanaya Arum Widjaya. Mbak sekarang berumur tujuh belas tahun dan menginjak kelas dua SMA. Mbak Naya adalah anak dari Tuan Adrian dan Nyonya Adelia. Seminggu yang lalu Mbak mengalami kecelakaan yang sebenarnya Bibi juga nggak tau gimana detailnya."

"Naya ..." gumam gadis itu, yang akhirnya mengetahui namanya.

"Kalo Ibu ...?"

"Ah, saya kepala pengurus rumah sekaligus yang merawat Mbak, biasa Mbak panggil Bi Imah. Yang ini anak saya," ucap Bi Imah, menunjuk ke arah pemuda yang berdiri di sebelahnya, "namanya Widi. Widi ini supir pribadi Mbak Naya, yang sering antar-jemput Mbak."

Gadis itu menganggukkan kepalanya, namun ada satu hal yang mengganggu pikirannya setelah mendengaa ia memiliki pengurus rumah dan seorang supir. "Saya anak orang kaya, ya?" tanyanya blak-blakan, membuat Bi Imah sedikit tersentak kemudian tersenyum.

"Benar, Mbak. Ayah Mbak Naya itu yang punya perusahaan Widjaya Group, perusahaan yang bergerak di beberapa bidang."

Gadis itu membelalakkan mata, ia lebih terkejut dengan fakta bahwa itu terlahir dari sendok emas. Padahal ia hanya hilang ingatan, namun ia merasa ini baru pertama kalinya ia mendengar hal seperti itu. Ia seperti tiba-tiba masuk ke dalam dunia novel yang sering ia baca saat sedang bermalas-malasan.

Namun tiba-tiba, ia merasakan nyeri di bagian kepala, semakin lama rasa sakitnya semakin menusuk. Ia memegangi kepalanya dengan kuat. "Akkhh!!" teriaknya, membuat Bi Imah dan Widi panik.

"Mbak kenapa? Ada yang sakit?" tanya Bi Imah dengan panik sambil mengecek keadaan gadis itu. "Suruh dokter cepat kesini!" perintahnya tanpa melirik ke arah Widi. Widi pun langsung berlari ke luar dan segera mencari dokter atau perawat.

"Mbak kenapa?"

"Kepala saya sakit, sakit banget. Akkhh!!" teriaknya lagi. Bi Imah tidak bisa melakukan apapun selain mencoba mengelus puncak kepala gadis itu, meski ia tahu itu tidak ada gunanya. Ia juga memegangi cengkraman tangan gadis itu di rambutnya sendiri.

"Tolong, tolong saya, Bi. Kepala saya sakit ..." ucapnya lirih. Gadis itu benar-benar merasa kesakitan, seakan-akan sedang mengalami sekarat.

Otaknya yang tadinya kosong tiba-tiba terasa seperti ditumpahkan oleh sesuatu yang membuatnya menjadi terasa penuh sehingga membuat kepala berdenyut, rasanya seperti ingin meledak.

Apa ini? Aku kenapa? Apa yang terjadi?

Ia terus bertanya-tanya pada dirinya sendiri di dalam benaknya, karena saat ini, ia sedang melihat kilas balik dirinya, dan kehidupan yang ia jalani selama ini. Gadis itu sampai berpikir bahwa sekarang ini adalah saat-saat terakhirnya berada di dunia ini.

ReNaya: The Missing SoulTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang