BAB 2: SMA Kebangsaan dan Warganya

22 5 3
                                    

(song recommended)
Tujuh Belas-Tulus

Happy Reading (◠‿・)

☁️☁️☁️

"WOI! WOI! G-A-GA-W-A-WAT! PARAAAHH"

Seluruh atensi warga XII MIPA 4 itu di kagetkan dengan suara melengking milik Ramzan, si ketua kelas sumber informasi nya mereka. Yang kemungkinan kali ini juga adalah sumber informasi baru yang akan Ramzan utarakan.

"Waduh, kenapa Jan?" Tanya Haidar sudah ketar-ketir.

"YANG LAKI LO SEMUA DALAM BAHAYA! GUE BARU AJA LEWATIN KELAS 3 MIPA 2, PAK JOJO RAZIA RAMBUT DI POTONG DI TEMPAT!"

Mendengar itu, pecah sudah seisi kelas.

Nadir tersenyum tipis lalu menggenggam rambutnya yang bergaya mullet itu sebagai salam perpisahan. Gaya rambut kebanggan Nadir, kalo kata orang, ga mullet ga Nadir.

"Dadah mul kawan baikku, gara-gara lo gue jadi makin ganteng." Ucapnya.

"BEGO! KABURLAH KITA ANJIRR!"

Itu suara Sekala yang penuh dengan kepanikannya, mengguncang-guncang punggung Nadir agar kawannya itu sadar.

Mereka berempat, yang lain dan bukan, Haidar, Sekala, Jericho, dan Nadir memutuskan untuk kabur. Diikuti beberapa kawan kelas mereka, yaitu Januar, Raja, dan Aji.

Sementara yang tersisa adalah kaum ya sudah lah yang kini tengah menanti giliran mereka menjajali potongan rambut ala pak Jojo yang dikenal bikin kasep pisan itu.

Lalu ketujuh siswa itu memanjat dinding tinggi yang memisahkan antara jalanan dan SMA Kebangsaan. Disana, sudah tersedia tangga untuk turun, kalau naik, biasanya mereka bahu-membahu guna kelancaran aksi mabal yang sudah melagenda dikalangan para pelajar itu.

"Thanks bro, lain kali gue pinjem bahu lo semua lagi ya! Udah gue boking." ucap Jericho.

"Aman Jer" kata Januar.

"Ke warbaja aja dah yuk" ajak Haidar.

"Ayok gue mau numpang tidur." Jawab Aji.

Lalu ke tujuh pemuda penerus bangsa itu melangkah menuju warung kecil di bawah pohon rindang yang berada di tikungan, lokasinya sudah cukup jauh dari area sekolah, makanya mereka selalu aman jika sudah disana. Namanya warung Babeh Jaja yang biasa mereka singkat dengan warbaja, warung yang sudah jadi saksi atas banyaknya angkatan demi angkatan SMA Kebangsaan yang pernah mencicipi duduk santai di siang bolong alias mabal.

"Woi pada bolos lo, tong?" Tanya pria paruh baya yang tengah menggoreng pisang goreng itu menyadari ada yang ramai-ramai datang ke warungnya di siang menjelang sore ini.

"Iya beh, ada razia rambut, ogah! Mending yang cukur tukang cukur... Lah ini pak Jojo." Keluh Haidar sembari menundukkan bokongnya pada kursi yang tersedia.

"Lo pada mah yang bener-bener aja dah, udah mau lulus." Nasihat babeh Jaja pada pelanggan tetatpnya yang sudah hampir tiga tahun belakangan itu.

"Belajar mah aman beh, aman damai sentosa. Tapi persoalan rambut ga dulu deh" kata Nadir yang diangguki setuju oleh teman-temannya.

"Alhamdulillah, kalo gitu. Gue dulu ya juga gitu, Kabur kalo ada razia-razia an."

"Memang beh, kita satu jiwa." Jawab Sekala.

"Yoi Kal!" Jawab babeh Jaja sembari bertos ria ala lelaki.

"Makin gaul aja beh gue liat-liat" ucap Raja.

"Yah elah Ja, tongkrongan gue mah dari berbagai kalangan. Udah hapal bener gue, siapa dulu dong? Babeh Jaja!"

Mereka sama-sama tertawa mendengar penuturan babeh Jaja yang kata mereka itu, gaul dan Betawi banget.

"Beh, indomie rendang beh satu, tambahin cabe tiga boleh." Kata Raja.

"Gue Indomie soto pake telor 2, ya beh."

"Siap!"

"Kopi hitam satu, beh." ucap Jericho.

"Samain beh sama Jeri." Kata Nadir.

"Gass gue bikinin."

"Beh numpang tidur ya" ucap Aji yang niat nya kesini memang untuk tidur itu.

"Goleran aja disaung Ji, adem." Kata babeh.

"Meluncur!" Kata Aji sembari melangkah menuju saung yang terletak tidak jauh dari warung.

"Ga jajan Dar?" Tanya Sekala pada kawannya yang hanya memainkan ponsel nya saja.

"Ngga, ga pengen." Kata Haidar.

"Beli nasi uduk aja itu Dar. Gegayaan kaga mau jajan." Kata Nadir. Memang, tadi pagi sebelum berangkat sekolah Haidar berlari menuju rumah Nadir untuk nebeng ke sekolah, yang Nadir tau dari cerita Haidar motor kawannya itu sedang di sita, hingga Haidar ngambek sama mama papanya dan berakhir ga sarapan.

Kalau kata Nadir, "Gue temenan ama bocah paud, sumpah."

"Mau irit, kali aja uang jajan gue nanti di korting."

Sekala menggeleng lelah.

"Gegayaan irit lo, tinggal pingsan doang itu Dar sumpah kita tinggal." Sahut Jericho yang tahu cerita ngambek temannya itu.

"Ah iya dah iya." Akhirnya Haidar beli juga nasi uduk untuk sarapan telat nya itu.

Mereka berempat, sudah terbentuk menjadi kawan sejak di bangku SMP. Awalnya Nadir pindah dari Yogyakarta ke Jakarta, lalu tinggal di komplek Ki Hajar Dewantara blok C. Waktu itu umur Nadir masih 9 tahun, tepat kelas 3 SD.

Dari saat itu Haidar jadi kawan Nadir karena rumah mereka yang satu blok dan di kelas yang sama. Sampai mereka SMP, mereka sama-sama pindah ke sekolah yang sama, sekolahnya ngga begitu jauh jaraknya dari SD mereka, disana mereka bertemu Jericho dan Sekala.

Sekala si anak pendiam dan serius yang anti perempuan dan Jericho playboy kelas internasional yang teman perempuan nya dimana-mana padahal baru hari pertama mereka kelas 7. Dari sana mereka berdua sudah bisa melihat tabiat keduanya. Berbanding terbalik.

Kini jadilah mereka. Empat orang warga SMA Kebangsaan yang punya misi yang sama, misi untuk masuk UI bareng-bareng dan selalu bareng-bareng. Simple, tapi makin kesini mereka semakin sadar misi itu ngga sesederhana kedengarannya.

Ada satu hal yang belum. Saking Jericho terkenal dengan jurus tebar pesonanya, ia sampai punya fanbase sendiri di SMA Kebangsaan ini, yang kalau teman-temannya dengar ingin muntah saja lur. Namanya BARIJA, alias taik banget barisan istri Jericho Abimana.

☁️☁️☁️

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Dec 20, 2022 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Untuk NadirTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang