PROLOG

105 41 41
                                    

Hal yang terjadi memang hanyalah sebuah ilusi, namun hadirmu membekas di dalam imajinasi. Tak ada kata yang dapat mencerminkan sesuatu yang tertanam di hati, namun hadirmu akan selalu membekas dengan ribuan kata di hati.

Biarlah perasaan yang hanya sebatas ilusi ini tetap tinggal, karena ekspetasi telah mengalahkan ribuan hati yang tertinggal.

Semua kisah itu bermula ketika sang waktu menyapaku di kala senja yang sudah tak terlihat. Aku dengan segala kebisuan hanya bisa menghembuskan napas dengan luka hati yang masih terpahat.

Dalam diamku, aku melihat dengan jelas bagaimana kamu tersenyum lalu membisikkan kata penyemangat. Saat itu, kupikir kamu akan menjadi hal yang terindah sepanjang perjalanan hidupku.

Sampai waktu senja kembali tiba, aku tersadar bahwa aku sudah jatuh terlalu dalam, hingga aku lupa dengan arah pulangku.

*****

   Grizelle terkejut begitu melihat cahaya putih di sekelilingnya, angin yang begitu kencang membuat rambutnya tersisir ke belakang. Ia merasakan kakinya terus melangkah melewati cahaya putih itu, padahal ia sedang tidak menggerakkan kakinya. Anehnya lagi, ia tidak merasa silau sedikit pun saat melewati cahaya putih itu. Perlahan cahaya putih itu meghilang dan terlihatlah sebuah desa yang sudah kuno. Tempat itu sangat sepi, seperti hanya ia lah yang ada di sana. Ia mengerlingkan pandangannya ke sekitar, melihat betapa menakjubkannya tempat tersebut.

Saat sedang melihat-lihat, tanpa sengaja ia bertemu dengan seseorang yang tak asing baginya. Pandangan keduanya pun bertemu, mereka sama-sama menampakkan wajah terkejut. Lalu tanpa berlama-lama lagi mereka saling menghampiri.

“Lo ngapain di sini?” tanya lelaki tersebut dengan nada yang sangat ketus.

“Lah, lo sendiri kenapa ada di sini? Apa gak ada siapa-siapa di sini?” Bukannya menjawab, ia malah balik bertanya.

“Gue juga gak ngerti kenapa gue bisa di sini. Gue cuma ikutin cahaya gitu tadi dan tiba-tiba di sini. Gue juga udah keliling di sini, gak ada orang satu pun. Tapi gue tadi ke sini bareng sama laki-laki, tapi pas sampai dia malah ngilang,” tutur Gentala sambil melihat-lihat di sekelilingnya untuk mencari pria yang ia temui.

“Terus kita harus ngapain di sini? Gimana cara pulangnya?” tanya Grizelle dengan panik.

“Lo napa panik gitu, dah? Tenang aja kali, cuma mimpi ini,” jawab Gentala dengan santainya.

Mereka akhirnya memutuskan untuk jalan bersama mencari seorang pria yang diceritakan Gentala. Saat diperjalanan mereka bertemu dengan seorang wanita yang sedang duduk tersengguk menangis sendirian sambil menelungkupkan wajahnya di kedua lengannya yang ia pakai untuk memeluk kakinya. Tanpa berpikir panjang, mereka segera menghampiri wanita tersebut.

“Lo kenapa? Kenapa lo sendirian di sini? Ke mana yang lainnya?” tanya Grizelle sambil berjongkok untuk menyetarakan dengan wanita tersebut. Wanita itu akhirnya mengangkat wajahnya, Grizelle dan Gentala sangat terkejut dan takut ketika melihat wajah wanita tersebut. Wajahnya terlihat penuh oleh darah berwarna merah tua, matanya hampir lepas, dan bibirnya seperti baru saja dirobek.

Jeg er Mathea. V-vennligst hjelp meg!” ucap wanita itu dengan begitu ketakutan. Grizelle menatap penuh iba pada wanita tersebut, namun itu nampak begitu mengerikan ketika mulut yang baru saja robek di buka lebar. (Arti: Nama saya Mathea. Tolong bantu saya!).

WHO IS MATHEA?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang