Apa kau pernah jatuh cinta?
Mengapa menyebutnya jatuh?
Padahal yang kau rasa adalah bahagia.
Padahal merasakannya membuatmu serasa di hamparan padang bunga.
Padahal cinta tidak pernah menjatuhkan.Namun ternyata selama ini aku salah. Salah mengartikan cinta. Cinta tidak bisa dilalui tanpa pengorbanan. Cinta tidak bisa didapat tanpa melalui jalan yang panjang dan terjal. Dan kau tidak bisa merasakan cinta tanpa merasakan sakit. Ya, kini kutahu mengapa menyebutnya jatuh cinta. Kau harus terjatuh terlebih dahulu sebelum kemudian merasakan yang namanya cinta.
Semuanya terjadi begitu cepat. Dia yang lebih indah dari pelangi selepas hujan, yang lebih cantik dari setangkai mawar, yang lebih menawan dari ribuan kupu kupu, pergi begitu saja. JAHAT. Satu kata yang sepintas terlintas dalam benakku. Tanpa jejak ataupun sepatah kata meninggalkan hati yang rapuh ini. Bagiku semua yang pernah kita lalui hanya sekedar mimpi, terasa nyata namun fana. Matanya yang hitam legam bak langit malam sirna ditelan kenyataan. Bibir merah mudanya yang merekah bagai sakura ketika musim semi tak dapat kurasa lagi senyum hangatnya. Tangannya yang lembut bak sutra tak lagi berada dalam genggaman.
Masih kuingat wangi tubuhnya yang menimbulkan candu, mengalir dalam rongga hidungku lembut hingga tak dapat terlupakan dalam ingatan. Suaranya masih terpatri begitu kuat dalam pikiranku. Begitu merdu hingga tak sanggup menghalau rasa rindu. Tiap kali hadir dalam pilu, kunanti dirinya yang berlari menghampiri bersama tawa adiktifnya, seolah olah akulah penantian terakhirnya. Namun ketika jarak kami hampir terkikis sempurna, bayangnya menghilang entah kemana. Seperti asap, ia sirna.
Lagi lagi kecewa menghantamku telak. Aku kalah, selalu kalah pada kenyataan. Aku ingin selalu bersamanya, mendekapnya erat, dan tak akan pernah kulepas. Tapi apa yang terjadi sekarang? Semua hanya bualan belaka, tak ada yang bisa kuharapkan pada takdir yang ada. Semuanya hangus tak bersisa. Ketika mata ini terpejam, seolah olah ia nampak begitu nyata. Namun, ketika mata ini membuka, hanya pahit yang kurasa. Sosoknya menghilang entah kemana, jejaknya tak lagi dapat kurasa.
Apa salah hamba? Isak demi isak kian memperparah keadaan. Yang dulunya masih mampu menampung air kerinduan, kini sudah kering tak bersisa. Bibir ini tak lagi mampu menarik kedua sudutnya.
Aku bangkit. Berjalan menuju tempatnya berada. Tubuhnya yang amat kurindu itu terbaring lemah. Gaun putihnya yang dahulu menjadi favoritnya digantikan dengan gaun putih yang lain yang sangat sederhana. Wajahnya yang dahulu selalu merona ketika menatapku, kini pucat. Tak ada ekspresi itu lagi. Sungguh aku rindu yang dulu.
"Kapan kamu bangun, hm? Kamu masih ngantuk? Katanya suaraku biasa jadi alarammu? Entah sudah yang keberapa kalinya aku membangunkanmu tapi tetap tidak terjadi apa apa. Kamu marah? Biasanya kalau kamu diam begini kamu lagi marah padaku. Maafkan aku, maaf."
Lagi lagi aku tertunduk. Aku tak mampu menatap wajah itu lebih lama lagi. Hatiku menjerit kian kencang, meraung menyuarakan sakit yang amat dalam. Pedih, lukanya sudah terlanjur terbuka lebar. Pada langit malam kupanjatkan doa selalu, mengharapkan keajaiban menghampiri. Pada Tuhan, kuucapkan kalimat penuh harap, "Tolong, aku merindukannya." Padanya yang tertidur entah sampai kapan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hilang
Short StorySeseorang yang berarti, pada akhirnya akan menghilang... -kumpulan cerita pendek tentang kehilangan-