Third Story

14 1 0
                                    

Hari itu, hujan mengguyur bumi dengan derasnya. Ribuan butir air dengan serentak menghantam apapun yang dijatuhinya, termasuk bangunan bertuliskan 'Jurusan Desain' yang telah tampak sepi. Seorang gadis yang nampak resah berdiri mengamati langit yang tak kunjung bersahabat sambil membawa tube besar di punggungnya. Tangan kanannya terjulur menyentuh air hujan, membuatnya basah sekaligus kedinginan.

"Huft! Sudah mau malam gini." Gumam seseorang di sebelahnya tiba tiba. Suaranya yang dalam seketika menusuk gendang telinga gadis itu, membuatnya sedikit terkejut.

Tangan kanannya ia tarik kembali lalu memegang tali tube nya erat. Matanya diam diam melirik ke sebelah kirinya, dimana laki laki yang entah darimana datangnya berdiri bersisian dengannya. Tubuh laki laki yang tinggi itu membuatnya harus sedikit ekstra agar tidak tertangkap kalau dirinya tengah memperhatikan. Gurat khawatir tergambar jelas di wajah laki laki itu, hidungnya yang mancung dan rahangnya yang tegas itu sangat manarik perhatian, bulu matanya tidak lentik namun matanya yang terlihat memukau menutupi kekurangan itu. Tanpa sadar dirinya telah jatuh dalam pesona laki laki itu hingga akhirnya hujan mulai perlahan mereda yang meninggalkan bekas petrichor yang khas.

Tak butuh waktu lama laki laki itu bergegas angkat kaki dari gedung dan meninggalkan gadis itu yang masih termangu di tempatnya. Sadar sedari tadi ia tak sendirian, laki laki itu berbalik sebentar kemudian tersenyum kecil mengisyaratkan bahwa ia pamit pergi duluan walau wajah gadis itu sudah terlihat samar karena jarak. Gadis itu tersentak, jantungnya mulai berpacu tak karuan. Benaknya seakan berkata, senyuman manis darinya itu tak akan pernah terlupakan.

***


Beberapa hari berlalu, sejak kejadian hujan petang itu tak dapat terhapus sedikitpun dari pikirannya wajah laki laki itu. Sedari tadi jari jarinya luwes melukis potret seseorang di atas kertas binder, senyuman itu sungguh menyihirnya.

"ELLEN!!! DIH SIAPA NI YANG LO GAMBAR?" Teriak temannya heboh. Gadis yang dipanggil Ellen itu bergegas menutup bindernya dengan panik. Jantungnya hampir copot karena ketahuan menggambar laki laki yang ditemuinya saat hujan waktu itu.

"Ih apaan sih Lun? Ngagetin tau gak. Gausah kapo deh." Jawabnya tak santai. Walau begitu temannya itu tak hentinya menggoda Ellen.

"Cerita aja napa. Ini momen langka sumpah! Sejak kapan cewek macam Ellen suka sama cowok?"

"Apaan sih?! Gausah lebay deh."
Temannya, Luna menyentil pipi Ellen gemas. Tak menyerah supaya Ellen memberitahu laki laki dalam gambarnya tadi.

Karena terus terpojok ia pun menyerah, akhirnya dirinya mengaku kalah. Ia membuka halaman tempatnya melukiskan wajah laki laki yang berhasil mengisi kekosongan hatinya. Tampak senyum bahagia namun malu malu terpahat di wajahnya, rona kemerahan itu tak dapat ia tahan.

Luna diam sejenak, terlihat sedang berpikir, "Eh bentar deh, bukannya ini Kak Tian ya? Anak semester akhir yang lagi ngerjain final project nya. Ini kating banyak yang suka loh." ujar Luna sambil meyakinkan Ellen di kalimat terakhirnya seolah olah menyiratkan 'serius lo mau ngejar nih kating?'

"Eh beneran?" Balas Ellen sedikit panik, "Tapi namanya suka gimana? Emang langsung nyerah gitu?"

"Yaaa gak gitu juga, tapi gue cuman mau kasih tau aja kalo mau deketin orang yang banyak saingannya itu gak gampang. Tapi kalo buat lo gue mau deh bantu. Nothing impossible, kan?" Ujar Luna sembari menaik turunkan kedua alisnya serempak. Ellen yang di sebelahnya tanpa permisi memeluk tubuh temannya itu erat, "Lo memang yang terbaik, Lun!"

***

"Woy gak capek lo ngerjain final project mulu?! Ayo kita ngumpul ngumpul bentar di cafetaria. Gak baik kalo serius mulu, santai dikit lah bareng yang lain."
Laki laki yang dihampiri itu menoleh sembari menyeka keringat di dahinya yang hampir menetes, "Eh Arkan, okedeh. Bentar ya gue simpun simpun bentar nih."

HilangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang