Di tengah keramaian kota, napasnya berhembus perlahan. Di tengah kerumunan ribuan manusia yang hilir mudik, tubuhnya terpaku dalam diam. Di tengah ramainya kendaraan berlalu lalang, ia terpana. Berbalut gaun putih selutut serta beralaskan flat shoes senada dengan gaunnya, ia termenung. Kedua bola mata coklatnya yang polos tak henti hentinya memperhatikan sekitar. Memandangi satu demi satu wajah manusia asing tanpa berkedip barang sedikit pun. Rambut hitam sebahunya menari nari riang oleh hembusan angin yang nakal. Bahkan seekor kucing yang daritadi nampak mengharapkan belas kasihan tak juga ia hiraukan. Gadis kecil berumur 10 tahun itu hanya diam. Membisu dikala alam mencoba menarik perhatiannya.
Gadis itu, entah apa yang sedang ia lakukan bersama dunia kecilnya. Entah apa yang sedang berputar di dalam kepalanya. Ia juga tetap tak bergerak bagai patung air mancur di taman.
Sudah cukup lama aku hanya berdiri dari balik kerumunan. Mencoba memperhatikan gerak gerik gadis itu yang sebenarnya adalah adikku sendiri. Mungkin sudah saatnya aku menghampirinya.“Keysha.” Panggilku sembari menepuk pundak kecilnya. Ia menoleh.
Menampakkan wajah polosnya yang seakan sedang kebingungan.“Kamu siapa?” tanyanya begitu polos.
Aku tersenyum, lalu menggenggam tangannya yang menggantung bebas, “Ayo, kita pulang.”Sejenak raut wajahnya nampak semakin kebingungan namun tak juga mengelak ajakanku untuk pergi dari hiruk pikuk perkotaan. Ia menurut tanpa menuntut. Membiarkan kedua kaki kecilnya melangkah bersamaku. Walau aku tahu jika ia tidak mengerti dengan keadaan yang sedang terjadi di antara kami.
***
Kami telah sampai di depan pintu apartemenku. Bukannya segera masuk kami malah terdiam di depan pintu dengan masih bergendengan tangan. Aku ingin tahu bagaimana reaksinya ketika sampai.
“Ini dimana?” tanyanya polos. Lagi lagi aku hanya mampu tersenyum.
Langsung saja kubuka kunci pintu kemudian masuk bersama. Setibanya di dalam, kuperhatikan dia yang tampak kagum. Entah karena apa, mungkin karena dia ‘lupa’ dengan rumahnya sendiri.
“Ini di rumah.” Ujarku sembari berlalu ke meja makan.
Keysha mengikutiku dan duduk berhadapan denganku. Mata bulatnya menatapku asing, sesekali berkedip hingga membuatnya terlihat sangat menggemaskan.
“Kamu siapa?” tanyanya ‘lagi’ entah untuk yang keberapa kali.
Kuhembuskan nafasku dengan amat berat. Rongga dadaku lagi lagi terasa sesak. Seperti persediaan oksigen mulai menipis dan membunuhku secara perlahan.
“Namaku Citra. Aku kakakmu.”
“Kakak... ku?”
Aku mengangguk mantap.
Aku terus bercerita tentang siapa aku, tentang siapa dia, tentang siapa orangtunya, dan lain lain. Begitu banyak yang harus kuceritakan kepadanya. Ada banyak kisah yang ia ‘tidak ketahui’. Dan ada banyak memori yang tiap harinya menghilang dari otaknya. Dan begitu seterusnya.Sejujurnya, aku tak tega melihat keadaannya yang tak kunjung membaik. Aku begitu prihatin ketika ribuan pertanyaan yang sama terucap lewat bibir mungilnya. Ada begitu banyak rasa sakit yang telah kutanggung 2 tahun belakangan ini. Dia bukannya tidak tahu menahu apapun, tetapi dia lupa dengan segalanya. Bahkan hal terkecil tak luput pula hilang dari ingatannya.
Dia memang bukan gadis kecil biasa, dia sangat istimewa. Dia adalah satu di antara jutaan manusia di bumi yang mengidap penyakit Dimensia. Bisa dibayangkan, bagaimana rasanya ketika sesuatu yang biasa terjadi tiba tiba berubah 180 derajat karena orang yang kita sayang lupa dengan segalanya.
Sejak saat itu, aku mempunyai impian untuk bisa menyembuhkan Keysha, adikku. Aku sangat ingin dia kembali menjadi Keysha yang selalu berbagi cerita denganku. Kalau sekarang jangankan bercerita, berbicara saja jarang. Ia lebih suka bungkam sambil menatapku bingung seolah olah aku adalah orang asing dalam hidupnya. Yang datang begitu saja, yang ia kenal dalam sekejap lalu hilang kembali dari memorinya.
***
Setelah cukup lama bercerita, akhirnya ia mengingatnya. Nampak senyum merekah di bibir merah mudanya. Jika sudah begini, ia jadi terlihat seperti Keysha yang aku kenal. Yang tak akan pernah lupa kalau aku ini adalah kakaknya.
“Keysha tunggu di sini sebentar, ya.” Kataku padanya. Ia mengangguk patuh.
Kubawa tubuhku menuju ruang TV. Mencari cari kotak persegi ukuran 30X30 senti di dalam lemari kecil di bawah televisi. Setelah benda yang kucari telah kutemukan, kubawa benda itu ke hadapan Keysha, lalu membuka halaman pertama.Ada beberapa kertas persegi panjang bergambarkan wajah wajah bahagia. Ya, itu adalah album foto keluarga kami. Sepertinya Keysha terlihat senang dan sangat antusias. Terlihat dari raut wajahnya yang merona kemerahan. Seluruh perhatiannya ia luruhkan pada album foto yang menarik di hadapannya. Tangan mungilnya membalik halaman demi halaman dengan antusias. Sesekali telunjuknya mengarah pada satu foto kemudian bertanya padaku “Ini siapa?”
“Keysha punya impian?” tanyaku tiba tiba.Ia menoleh sambil menunjukkan wajah polosnya. Matanya mengerjap ngerjap sebentar, lalu berlagak seperti seorang yang sedang berpikir keras.
Ia tersenyum sumringah, “Impian Keysha supaya Keysha bisa ingat Kak Citra terus. Biar Keysha bisa sama sama Kak Citra selamanya.”
Saat itu juga ingin rasanya kutumpahkan seluruh air mata yang kupunya. Kemudian memeluk tubuhnya yang rapuh. Mengatakan ribuan kalimat terima kasih pada Sang Pemilik langit dan bumi. Menunjukkan pada dunia betapa bahagianya diriku oleh sentuhan kecil ajaib darinya.
Andai.
Andai saja Tuhan mampu menjawab impian adikku itu. Andai saja...
Karena pada hakikatnya, impian itu sudah sering sekali kudengar. Sudah berulang kali terucap. Namun tak ada yang terjadi setelahnya. Terdengar hanya seperti bualan atau omong kosong. Seolah seperti janji janji palsu calon pemimpin yang tak bertanggung jawab.Ketika malam menjelang. Ketika dewi malam menggantikan posisi sang mentari. Ketika sunyi menyelinap menembus keheningan malam. Saat itulah impianku berangsur angsur pupus. Melebur bersama ketidakpastian pahit yang setiap saat menghantui. Jika boleh menyalahkan, aku ingin menyalahkan waktu. Yang terdengar lama namun terasa sebentar. Aku ingin menyalahkan waktu yang hadir hanya sesaat dan tak bisa diundur kembali. Karena ketika malam kembali bertransformasi menjadi pagi, impianku yang sedikit lagi bisa kuraih harus kembali menjauh. Impian yang terbangun hingga hampir mencapai puncak harus kembali runtuh menjadi bongkahan bongkahan kecil. Impianku agar Keysha sembuh dihantam oleh fakta bahwa ketika ia terbangun kembali dari tidurnya, lagi lagi aku hanyalah orang asing.
“Kamu siapa?”
KAMU SEDANG MEMBACA
Hilang
Short StorySeseorang yang berarti, pada akhirnya akan menghilang... -kumpulan cerita pendek tentang kehilangan-