{CGI} 7

759 48 0
                                    

•Happy Reading•

Saat pintu dibuka, menampakkan sosok lelaki paruh baya, Pak Lutfi. "Ayah!" Pekik Zahra. Ia sudah sangat merindukan ayahnya.

"Pak Lutfi mari masuk..." Abah mempersilahkan Pak Lutfi untuk masuk.

"Ayah kok ngerahasiain pernikahanku, sih." Ucap Zahra merajuk. Benar dia kecewa dengan ayahnya, tetapi itu tidak bertahan lama. Ia sudah sangat merindukan sosok pahlawannya, cinta pertamanya.

"Tapi sekarang udah tau, kan?" Jawab Lutfi dengan mengusap lembut kepala putrinya. Karena mendapat elusan dikepalanya, Zahra luluh dan tidak jadi ngambek.

Umi datang membawa nampan berisikan minuman dan kue kering. "Silahkan dinikmati, pak."

"Iya, umi. Maaf merepotkan." Jawab Pak Lutfi.

"Tidak merepotkan sama sekali."

"Monggo diminum tehnya." Abah mempersilahkan dan mengambil satu cangkir teh.

Mereka larut dalam perbincangan masa lalu dan masa kini. Sebenarnya Zahra bosan. Gus Irham yang melihat gerak gerik Zahra dia paham, sepertinya istrinya bosan.

"Maaf ayah, abah, kami pamit kedalam dulu." Pamit gus Irham kepada ayah Lutfi dan abah.

"Iya silahkan, kami paham kalian kan pengantin baru." Abah berucap dan juga menggodanya.

***

A

dzan dzuhur berkumandang, Zahra dan gus Irham bergegas kemushola Al-Huda. Hari ini kang Bahar yang adzan tetapi gus Irham yang mengimami sholat.

Setelah sholat dzuhur, santri putri melakukan kegiatan masing-masing. Ada yang mencuci baju, antri makan, dan ada juga yang tidur. Karena setelah sholat dzuhur pesantren tidak ada kegiatan, jadi santri bebas melakukan kegiatan atau istirahat.

"Zahra, kamu udah siap kan?" Tanya gus Irham sambil membenarkan sarungnya. Dia dan Zahra akan mengurus pernikahannya secara hukum.

"Iya, yok langsung berangkat aja."

Sehabis dzuhur ini juga, ayah Lutfi pamit pulang kerumah. Sebenarnya Zahra meminta ayahnya untuk menginap sampai besok. Tapi berhubung ayahnya ada urusan, jadi Zahra mengizinkan ayahnya pulang.

"Ayah hati-hati di jalan, ya." Ucap Zahra sambil memeluk ayahnya.

"Iya, kamu jaga diri baik-baik. Kamu juga harus nurut sama suami. Semoga kamu jadi istri sholehah." Pesan ayah dengan mengelus kepala Zahra.

"Cepet kasih cucu juga ya..." Sambungnya dengan nada menggoda.

"Pasti ayah!" Jawab gus Irham dengan semangat yang membuat ayah dan abahnya tertawa. Tapi tidak dengan Zahra, dia belum siap hamil. Dia takut. Pikirannya kemana-mana, dia belum siap mengandung dan melahirkan. Ingat! hanya belum siap, bukan tidak mau.

"Ayah pulang, Assalamualaikum." Lamunannya buyar saat sang ayah mengucap salam.

"Waalaikumsalam." Jawabnya serempak. Saat ayah Lutfi sudah melajukan mobilnya, Zahra dan gus Irham juga ikut pamit untuk mengurus pernikahannya.

"Kami pamit, Bah. Assalamualaikum."

"Waalaikumsalam, hati-hati nak."

***
Setelah pulang dari ngaji malam, Zahra langsung kendalem. Barang-barangnya sudah dibereskan tadi sore, jadi dia tidak perlu bolak-balik mengambil keperluan.

Saat masuk kekamar, Zahra melihat suaminya sedang murojaah. Dia ingin langsung tidur untuk menghindari kejadian kemarin. Tapi sepertinya dia kurang beruntung, gus Irham sudah selesai murojaah nya. Jangan lagi, deh. Batinnya sedih.

"Kok tumben pulang cepet? Udah ngga sabar, hmm?" Ngga malu sekali gus Irham bertanya. Mata Zahra membola seketika. Apa-apaan, kamu kali gus yang ngga sabar. Hanya bisa membatin, karena gus Irham semakin mendekat dan membaca doa.

Besok mandi pagi lagi?!! Batinnya menjerit. Setelah itu aku ngga tau lagi.....

-
-
-
Lanjut, ngga?

Jangan lupa vote⭐

Segini dulu kawand




Cinta Gus Irham [On Going]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang