Pagi yang cerah. Tidak ada hujan dan tanda-tanda langit gelap. Pokoknya cerah sekali. Secerah kemeja kuning yang kini dipakainya. Di padu padankan dengan rok selutut warna hitam motif bunga. Rambut di kucir kuda. Blush On warna peach, eyeliner setipis bulu ketek, dan Lipstik nude kebanggan yang sudah sisa sisa terakhir. Salma sangat Optimis, tapi hanya beberapa detik. Kemudian dia melepas nafas sangat panjang. Entah tiba-tiba dia merasa tidak yakin. Feelingnya berkata ini akan berakhir sama. Seperti kemarin-kemarin.
"Arrggghhhh I HATE COVID!!!" teriaknya.
Covid sangat membekas baginya. Terasa sakit hingga sekarang. Kehilangan pekerjaan, kehilangan Ayah & mempersulit dirinya mendapatkan pekerjaan baru. Inflasi terus menerus. Beberapa perusahaan pengurangan karyawan untuk menyelamatkan masa depan. Rasanya tidak bisa bergerak bebas.
"apapun yang terjadi nanti, aku harus siap"
Mantra salma sambil menatap tajam dirinya didalam cermin. Ponselnya berdering. Tertera nama Amel disana.
"aku tunggu di depan, males masuk gang (kampung) mu!" kata Amel.
"oke! 5menit!"
Salma segera turun. Ia menemui Ibunya. Menghadapinya dengan harapan penuh. Salma bersimpuh didahapan ibunya.
"hari ini aku interview live Bu. Tolong doakan aku,"
"hmmm, semoga sukses," jawab Ibu dengan santai tidak ada beban.
Salma berdiri. Berpamitan tanpa meminta uang saku. Dia berjalan dengan jantung berdegup kencang. Mobil amel terlihat. Honda Brio warna putih. Ia masuk kedalam. Menyapa salam persaudaraan lama. Lagi-lagi salma menghela nafas.
"aku tunggu nanti ya, sekalian aku ajak makan siang di stasiun Gubeng,"
"hmmm," salma menjawab dengan pandangan kosong.
"Apaan sih?" Amel kebingungan.
"Entahlah lagi Insecure,"
"hauft, lagu lama dah. Koen nggak lagi perang Sal ! mbok ya sing santai ngunu!!" kata Amel.
Salma terdiam. Dia kembali berfikir. Mengumpulkan sisa sisa kepercayaan diri. Selama ini dia telah dibunuh pelan-pelan karakter nya oleh keadaan. Pertama dia adalah lulusan Sarjanah Ilmu komunikasi. Menulis dan seni adalah passionnya. Dia punya suara yang baguslah. Setidaknya setiap kali acara kumpul bareng, wisuda, dan acara akhir sekolah, dia berhasil jadi diva semalam. Awalnya dia pengen jadi announcer, cuman takut jadi nggak berani maju. Lalu dia pengen jadi penulis tapi dipertengahan menulis dia kehilangan inspirasi. Akhirnya dia di rekrut di sebuah perusahaan untuk menjadi global admin pertama kalinya. Lalu pernah duduk di kursi legal walapun tidak ada basic hokum sama sekali. Hingga akhirnya dia pernah jadi Marketing namun patah dengan target.
"datang jam berapa calonnya?" Tanya pria itu.
"kemarin aku udah bilang jam 11 sudah stay sini pak," jawab HRD.
"Oke,"
"Aku atau Bapak yang meng-interview?"
"Kamu dulu baru aku,"
"Baik,"
Terik matahari pukul 10.30 sudah menyengat. Jalanan berpantulkan cahayanya. Silau dan sangat terang. Amel menawari kacamata miliknya, namun Salma menolak. Dia masih di rundung kecemasan. Beberapa menit kemudian mobil Amel belok ke kiri. Masuk ke komplek perkantoran jalan embong malang Surabaya. Hilir mudik warga disana makin membuat Salma gugup. Berulang kali dia mengatur nafas. Berulang kali dia berdehem. Amel sangat terasa kegugupannya.
"kalau kamu bawanya nggak enjoy, pasti bakalan amsyong kayak kemarin-kemarin. Mereka itu sama manusia kayak kamu Sal! Cuman beda di duit aja hahaha,"
Salma menggerutu. Bukannya ngasih semangat malah bikin bad mood. Salma turun dari mobil memasuki lobi. Ada 2 Security. Dia diarahkan ke bagian resepsionis. Untuk lebih detail informasinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
YES BOSS !
General FictionJeffry Sanjaya, CEO perusahaan start-Up di bidan gadget. Pengusaha muda, dimana semangat senantiasa membakar jiwanya sehari-hari. Hingga waktu mempertemukannya dengan wanita bernama Salma Andhira. Anak kedua dari empat bersaudari. Punya wajah bule t...