Satu

140 17 8
                                    







Bella sedang bertelepon dengan seseorang di teras depan. Dilihat dari perubahan ekspresi setiap mendengar ucapan lawan bicara serta suara Bella yang meninggi ketika merespon si penelepon, sudah bisa dipastikan keduanya terlibat cek cok.

Bukan dengan Jeno melainkan seorang staf dari salah satu cabang butik lingerie. Entah apa masalahnya, yang jelas Bella sangat marah.

Saat emosi sedang ada di puncak, datanglah Sean dengan motor hijaunya—Kawasaki Ninja ZX25R yang kenalpotnya udah dimodifikasi.

Menyadari ada sesuatu hal terjadi pada sang adik, Sean langsung kepikiran buat jahilin Bella. Dia menyorot wajah Bella dengan lampu jauh sampai Bella micing-micing karena silau.

Sebelah tangan Bella terangkat, berusaha menghalau lampu itu agar tidak mengganggu penglihatannya. Bella berdecak kasar sadar bahwa Sean sengaja memainkan lampu motor agar membuatnya risih. Bella pindah tempat di belakang tanaman.

"Sean sialan," umpat Bella.

Sean melongokkan kepalanya, Bella masih terlihat debat dengan lawan bicaranya lewat telfon. Ide jahil muncul lagi di otak Sean, dia geber-geberin motor hingga suara berisiknya menggema sampai ke dalam rumah.

Bella berusaha sabar karena ini urusan bisnis, tapi mendengar suara geberan motor makin keras Bella tidak tahan. Dia mematikan sambungan telefon secara sepihak kemudian berjalan menghampiri.

"Anjing lo, ya!" Tunjuk Bella "Lo gak liat gue lagi sibuk nelfon?" Maki Bella sambil memukul kepala Sean yang terlindung helm membuat Sean menghentikan kegiatannya menggeber kenalpot motornya.

Sean mematikan mesin kemudian membuka helm full face yang membingkai wajahnya lalu turun dari motor. Lelahnya kerja hampir tiga hari non stop langsung ilang begitu melihat wajah cemberut adiknya.

"Motor kayak gini aja dibeli," Bella mendorong motor Sean dengan sebelah kakinya hingga motor tadi roboh ke tanah "bagus kagak berisik iya. Motor lo ini bisa bikin rumah tangga orang berantakan, goblok!"

Tak puas hanya merobohkan motor, Bella juga menginjak-injak bodi motor Sean dengan kakinya. Wajahnya merah padam karena amarah yang menguasai.

Sean hanya diam memerhatikan motornya yang nahas jadi korban pelampiasan amarah sang adik sambil menenteng helmnya. Sama sekali tak terlihat ekspresi eman di wajahnya.

Rusak dibenerin, gak bisa ya beli lagi. Gitu aja repot. Prinsipnya Sean.

"Puas-puasin," ujar Sean lirih, dia berlalu meninggalkan Bella yang masih ngamuk di halaman depan.

"Kenapa sih kak ribut mulu sama adiknya," suara Yongki menyambut Sean begitu dia masuk ke dalam rumah.

"Enggak ada, Bella aja yang lebay." Sahut Sean, dia mendekat pada Yongki dan Vana buat salim karena udah tiga hari enggak ketemu.

"Sibuk banget kamu ganteng, ke mana aja tiga hari ini?" Tanya Vana

"Bandung, ma. Kontrol pabrik,"

"Ya udah sana mandi terus makan, mama udah siapin buat kamu. Mama simpen dilaci atas biar enggak dimakan tikus,"

Sean mengernyit bingung, masa rumah sebagus ini ada tikusnya.

"Emang ada ya?" Tanya Sean seraya menggaruk alisnya dengan telunjuk.

"Ada," sahut Vana lantang "tikusnya gede, palanya item, duitnya banyak, udah tua tapi sukanya dimanja-manja." Perempuan berusia tiga puluh delapan tahun itu menjabarkan.

Mendengar jawaban sang ibu, Sean spontan melirik Yongki yang malah anteng-anteng aja rebahan di pahanya Vana sambil main game candy crush saga.

"Papa itu mah. Eh iya, besok hari Minggu kan, ya?"

Villa Prada Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang