Bab 3

80 15 0
                                    

Detik itupun Wicaksono tak mampu lagi menahan bobot tubuhnya. Ia jatuh ke arah depan, terkulai pingsan tidak bisa lagi membalas semua perkataan dan penghianatan yang terucap dari bibir Rey.
"Mas.., gimana ini. Papa pingsan!" panik Thalita.
"Sudahlah, bukan ini juga mau kamu agar semua yang ada disini maupun harta warisan Wicaksono jatuh ke tangan kita. Aku yakin, Mau Martin bahkan Tuhan sekalipun yang datang tidak akan mampu menyelamatkan Surya dari kematian itu," sahutnya yang sudah gila. Seolah-olah kematian bisa ia susun di tangannya.  Rey lupa... Jika kematian hanya ditentukan oleh sang pencipta. Tidak ada yang bisa menghalau ataupun mempercepat tanpa seijin-NYA. Begitu besarkah kebencian yang menganak di kalbu. Sampai Tuhan pun ia tantang dengan jiwa jumawanya.
***
Kecelakaan itu cepat ditangani oleh polisi lalu lintas. Baik tubuh Melati juga Martin sudah dibawa ke atas tandu. Sedang Yunna langsung dilarikan ke rumah sakit. Gadis kecil itu masih memiliki harapan untuk hidup meski detak jantungnya begitu lemah.
"Pak.., bapak juga harus segera diperiksa dokter. Lihat keadaan Bapak saat ini," ucap petugas medis saat melihat Surya juga bersimpah darah. Tapi rasa terpukul, pedih dan shock bahkan membuat Surya tidak sadar dengan apa yang terjadi di dirinya.
"Melati... Melati, Sayang!" pilunya hilang arah. Surya bahkan menahan para petugas membawa tubuh istrinya. Ia belum sanggup di tinggal Melati secepat ini
"Istri saya belum meninggal!" pekiknya tidak terima ketika pembawa tandu memaksa untuk memasukkan Melati ke mobil jenazah.
"Bapak juga harus cepat di selamatkan!" sela petugas itu.
"Tidak.., saya tidak mau. Saya cuma mau istri dan anak saya!" lirihnya hampir kehilangan suara. Perasaanya betul-betul terguncang. Beban ini terlalu berat ditanggungnya.
"Pak.., bagaimana ini?!"
"Heemm... cepat hubungi keluarganya!"
Atas titah atasannya, seorang polisi segera menelpon pihak rumah Surya.
***
Sementara di rumah Rey, sebuah telepon berdering. Telepon yang berasal dari pihak kepolisian.
"Mas... ada telepon!" info Thalita langsung mengangkatnya.
"Maaf, Bu. Kami dari pihak kepolisian ingin memberitahukan jika terjadi kecelakaan di daerah A yang melibatkan keluarga Pak Surya!" Terang polisi tersebut. Thalita menutup teleponnya.
"Rencana kamu berhasil, Mas!" desisnya ke Rey sambil tersenyum puas. Rey mendekat. Mengambil telepon itu dengan perasaan sama puasnya
"Bagaimana dengan Abang saya?!" tanya Rey pura-pura sedih dan cemas.
"Kecelakaan itu membuat Nyonya Melati meninggal di tempat. Namun Pak Surya dan anak dinyatakan selamat!" lanjut polisi lagi. Rey mencengkram teleponnya. Kenapa.., kenapa malah Surya yang selamat. Susah sekali melenyapkan lelaki itu. Ia juga menggertakkan giginya begitu geram
Nasi sudah menjadi bubur, jika sampai Surya tahu penyebab ayahnya terkena serangan jantung dan istrinya meninggal adalah karenanya, bukan cuma harta yang akan hilang dari hidupnya. Tapi ia juga bisa di tendang kembali ke jalan.
"Apa jadi Abang dan keponakan saya selamat" kutipnya, menengok kearah Thalita, Thalita terlihat melotot seraya menangkup mulutnya tidak percaya.
Keajaiban masih memihak keluarga Surya, pikirnya.
"Baik, Pak. Saya akan segera kesana. Tapi saat ini Ayah sama juga mengalami serangan jantung!" info Rey supaya pihak kepolisian mengerti jika ia sampai telat. Padahal, Rey memang sengaja mengulur waktu. Berharap Surya dan Yunna terlambat mendapat bantuan medis. Ia tidak mau rencana yang sudah ia atur sedemikian rupa harus hancur lebur karena sebuah keajaiban. Setelahnya ia menutup telepon dari kepolisian.
"Gimana bisa, Mas. Mas Surya dan Yunna selamat. Lalu bagaimana sama Ayah?!" tanya Thalita gusar
"Ahhk... Thalita kamu bisa diem gak! aku juga pusing, kejadian ini hanya boleh kita yang tahu, gak ada orang lain lagi. Ingat itu, Thalita! aku akan membuat seolah-olah kakek tua ini terjatuh sendiri. Semoga Surya juga gak bisa selamat!" harapnya
Rey langsung berniat menemui Surya dan Yunna di rumah sakit sekalian membawa kakek tua itu untuk mendapat pertolongan . Kalau tidak, Surya akan semakin curiga padanya.
***
Rey sampai dengan Wicaksono yang sudah tidak sadarkan diri, Ia segera menemui Surya di ruang UGD.
“Aku kesini juga sama Papa, Papa jatuh Bang!” adunya sedih
"Papa! Papa... Rey, Papa kenapa?!" rasanya seperti ada ribuan petir yang menimpa tubuhnya. Setelah beberapa jam yang lalu ia harus mendapati kenyataan istrinya meninggal sekarang ia harus mendengar berita ayahnya terkulai lemah di brankas rumah sakit.
Jika diminta memilih mungkin Surya lebih memilih ditusuk jutaan kali daripada harus melihat orang-orang yang ia cintai perlahan gugur di depan matanya sendiri.
"Eemm.., S.., uu.yaa...!" panggil Wicaksono susah payah, tangannya bahkan menggapai anak yang selama ini ia usir. Ada perasaan bersalah di hati Wicaksono karena telah berkeras hati kepada anak tunggalnya itu.
"Papa.. Pa!" lirih Surya tergugah. Air matanya mengalir semakin deras, haruskah mereka berbaikkan disaat genting seperti ini. Kenapa Tuhan tidak memberikan waktu-waktu sebelumnya, Surya begitu ingat jika Melati begitu ingin mengenal ayah mertuanya itu. Wanita itu terkadang merasa sedih dan selalu berharap bisa melihat Surya dan Wicaksono berbaikkan. Tapi saat moment itu datang, Melati sudah tidak bernyawa.
"Ka... Ka...mu!"
"Aahhkk... Bang, cepet kita bawa Papa ke ruang operasi untuk ditangani!" sela Rey yang takut kedoknya ketahuan.
Surya mengangguk paham. Ia menarik brankas ayahnya itu. Menunggunya di depan walau tubuhnya masih bersimbah darah.
Tapi Surya sama sekali tidak ingin beranjak dari sana. Di dalam sana, ada dua orang yang begitu ia cintai sedang berjuang untuk hidup.
Yunna dan Wicaksono. Cukup untuk dirinya kehilangan Melati. Pikir Surya saat itu.
"Bang... lo gak mau pulang dulu?!" tawar Rey. Ia berniat kembali melancarkan aksinya. Rey tidak akan pernah puas jika Surya belum juga dinyatakan meninggal dunia.
"Gimana gue bisa pulang, rumah itu pasti gak ada nyawanya setelah Melati dan Yunna gak ada. Gak.., gue udah hancur. Dan gue gak mau pergi sedikitpun dari sini," kukuh Surya.
"Yang gue denger dari polisi tadi Martin supir lo juga jadi korban,yah?!" tanya Rey. Surya terdiam..,Benar, ia bahkan belum memikirkan nasib keluarga Martin. Ia terlalu sibuk dengan kemalangan yang terjadi dikeluarganya. 
Surya seketika malu dan merasa kotor
"Iyah.., Dan apa lo bisa temui keluarga Martin. Setahu gue, hari ini anaknya juga ulang tahun sama kayak Yunna. Pasti dia lagi nunggu Martin cepat pulang," cicit Surya berderai airmata. Ia bisa merasakan bagaimana perasaan keluarga yang di tinggalkan karena sekarang ia juga merasakannya. Bukan maksudnya tidak menemui Randy sendiri. Tapi karena Surya saat ini tidak bisa kemanapun.
"Okelah kalau gitu gue kesana dulu!" Ijin Rey.
***
Rey sudah sampai ke rumah Martin. Disana juga sudah ramai, karena pihak kepolisian juga sudah menghubungi keluarga Martin. Mengkonfirmasi kematiannya. Terlihat Randy yang menangis sejadi-jadinya.
"Bapak... bapak..." tangis pilu Randy nyanyikan di samping pihak kepolisian. Ia bahkan tersungkur begitu saja. Setelah kematian ayahnya. Apa yang bisa ia lakukan. Hidup sebatang kara di usia belia?
Rey mendekat. Kebencian telah mengakar ke palung hatinya membuat Rey bahkan tega meracuni hati suci Randy saat itu.
“Sudahlah Nak, Kamu gak perlu sedih dan saya minta maaf ini terjadi karena kakak saya yang lalai memeriksakan mobilnya,” gumamnya sendiri
“Maksud, Bapak? tegur Randy seraya menghapus airmatanya kasar.
"Jadi kamu belum di kasih tahu pihak kepolisian. Semua ini terjadi karena Surya yang tidak mengecek mobilnya. Mobilnya rusak dan mengakibatkan bapak kamu ikut jadi korban kecelakaan tersebut," lirihnya cukup keras. Ia sengaja memfitnah Surya di depan Randy.
"Jadi maksud Bapak,semua ini karena salah pak Surya yang lalai?!" Randy menyakinkan seraya mengepal tangannya kuat. Remaja dua belas tahun itu telah sepenuhnya terbakar dendam.
"Iyah, Nak.., kamu tahu'kan! Bapak kamu itu orang baik, ia tidak akan tega melihat keluarga majikannya menjadi korban sampai ia merelakan nyawanya sendiri," pekiknya lagi. Randy semakin meremas tangannya kuat. Benih kebenciaan telah nampak di matanya
Kenapa malah ayahnya yang jadi korban, padahal ia hanya punya ayahnya itu sebagai tempat berlindung.
Dan sekarang harus kemana ia sekedar menyematkan lara.., orang kaya memang selalu semena-mena. Berfikir nyawa mereka jauh lebih berarti dari siapapun.
Kenapa gak Pak Surya saja yang meninggal kenapa harus bapaknya. Begitulah yang ada dalam pikiran Randy.
"Lalu gimana kabar Pak Surya?!" selidik Randy ingin tahu.
"Surya... Surya baik-baik saja. Seandainya Martin juga bisa menyelamatkan diri saat itu. Sayang ia malah memilih Surya yang hidup!" Lagi Rey mencoba memonopoli perasaan Randy.

21+ | Bawa Aku BersamamuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang