Bab 2

111 16 0
                                    

"Yunna.., Yunna lihat apa yang Papa bawakan untuk kamu!" pekik Surya yang baru pulang. Yunna segera berlari memenuhi panggilan papanya
"Wah boneka, Pa!" serunya dengan mata berbinar.
"Yah.., boneka ini pemberian Om Rey, kamu suka'kan," balas Surya seraya terjongkok menyamai tinggi anak gadisnya itu.
"Suka sekali, Pa," sahut Yunna langsung memeluk boneka itu erat. Kebetulan alat perekam yang tertanam langsung terhubung ke Wicaksono. Lelaki itu tersenyum haru, walau ia gak bisa melihat bagaimana kebahagiaan cucunya saat ini. Tapi Wicaksono bisa membayangkannya. Pasti Yunna sedang tersenyum manis sehingga menampilkan gigi kelincinya. Itu juga alasan mengapa Wicaksono meminta Olive pergi karena ia tidak mau sampai satu pun orang rumah yang tahu ia sedang merindukan Yunna.
"Dan satu lagi kabar baiknya. Besok kita akan jalan-jalan, Sayang!" pekik Surya mencoba menunggu reaksi Yunna. Wicaksono yang ikut mendengar menjadi menyeritkan alisnya serius. Tunggu, Ia belum tahu yang ini... Biasanya ia tahu semua gerak-gerik Surya dari orang kepercayaannya. Martin.
"Yang bener, Pa?!" tanggap Yunna girang.
"Iyah, Sayang. Papa diberikan tiga buah tiket wahana bermain sama Om Rey juga," ucap Surya sambil menunjukkan tiket tersebut. Ia tidak menyangka keputusannya menerima ide Rey membuat Ayunna terlihat sangat bahagia.
"Yeee... aku mau, Pa!" teriak Yunna. Wicaksono sedikit lega, yang tadinya timbul rasa curiga langsung berganti setelah mendengar suara riang cucunya.
Dan semua ini adalah hadiah dari Rey anak angkatnya. Wicaksono tersenyum. Memang gak salah untuknya memilih Rey jadi anak angkatnya. Lelaki itu begitu penyayang meski sikap childish-nya yang terkadang membuat Wicaksono ragu memberikan harta kekayaannya ke tangan Rey. Seandainya ia pribadi yang jauh lebih dewasa. Mungkin Wicaksono tidak akan segan memberikan perusahaannya jatuh ke tangan kedua anaknya itu.
Wicaksono hanya mau Rey lebih banyak belajar bukan cuma menuntut saja seperti kebiasaannya.

***
Ke esokkan paginya.

Ayunna sudah siap jalan-jalan. Kali ini ia bahkan berjanji akan menjadi anak penurut asal keinginannya cepat terkabul.
"Ayok, Ma.., kita pergi sekarang!" rajuknya tidak sabaran.
"Yunna.., Yunna janjikan untuk menjadi anak penurut di sana. Sekarang mana janjinya," tegur Melati. Dan Yunna malah memutar roknya malas di ingatkan sama janjinya itu.
"Lihat Papa lagi siap-siap, jangan cemberut gitu dong!” pinta Melati sambil memegang kedua lengan anaknya itu.
"Wah.., sudah rapi, Neng!" tegur Martin. Supir sekaligus mata-mata Tuan Wicaksono. Melati tersenyum dengan celotehan Martin. Pasti setelah ini Yunna akan lebih bersikap kolok sama supir tersayangnya itu.
"Sudah Om, aku cantik kan?!" tanyanya sambil tersenyum lebar.
"Cantik sekali, Neng!" puji Martin tulus seraya membelai surai majikan kecilnya.
"Kak Randy kapan main lagi kesini, Om?” Yunna sudah beberapa kali bermain dengan Randy-ketika Martin membawa Randy ke rumah mewah ini
"Eegghh.., tunggu sebentar,ya Neng!" ucapnya. Martin berlalu untuk menerima telepon dari Wicaksono.
"Bagaimana Ayunna?!"
"Neng Ayunna sangat bahagia, Pak. Daritadi ia tidak hentinya tertawa" sahut Martin ikut senang.
"Bagus... kalau gitu, kamu ikut mereka'kan?!"
"Ahkk... Maaf Pak, sebenarnya saya sudah bilang pada Tuan Surya kalau hari ini juga ulang tahun anak saya, Randy. Dan saya mau merayakan ulang tahunnya walau kecil-kecilan," jujur Martin. Wicaksono mengangguk maksum. Meski terlihat tegas. Sesungguhnya Wicaksono bukan lelaki yang kejam.
"Baik.., kalau gitu, saya akan meminta Rey yang menyupiri Surya," ucapnya. Ia tidak mau Surya kelelahan karena harus menyetir sendiri. Martin mengangguk, Ia segera menemui Yunna kembali.
"Hari ini Kak Randy ulang tahun dan Om mau mengadakan pesta kecil-kecilan” ungkapnya. Yunna menutup mulutnya tidak percaya.
"Ah,yah aku ingat ulang tahunku dan Kak Randy memang gak beda jauh tanggalnya,” sahut Yunna sok tau. Melati bahkan sampai menggeleng melihat ‘kedewasaan’ Yunna
"Kalau begitu ajak Kak Randy jalan-jalan juga,yah Ma,” rengek Yunna. Ia ingin membagi kebahagian ini ke semua orang termasuk Randy.
“Eeh, gak usah, Neng!” tolak Martin seraya menggoyangkan tangannya.
“Kak Randy mau di rayain di rumah saja” lanjutnya sambil tersenyum. Melati membelai rambut Yunna yang sebelumnya sudah ia kepangkan.
"Yunna gak boleh maksa,ya. Kalau Kak Randy mau sama Papanya ya sudah,” ancamnya ke anaknya agar lebih bersikap empati kepada orang lain.

21+ | Bawa Aku BersamamuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang