"Benar-benar menyebalkan! Perempuan manja dan laki-laki sok pahlawan. Pasangan yang sangat serasi." umpat Natalie sambil mengompres matanya dengan es.
"Ssst... Sudah sudah. Kau sudah memaki mereka terus selama tiga jam terakhir." Elisa terus mencoba menenangkan Natalie yang ternyata masih sangat marah.
"Aku kesal, El. Mereka sudah mempermalukan diriku di depan umum."
"Um, sebenarnya, kau yang mempermalukan mereka di depan umum, Nat. I tell you, ekspresi dan gerakanmu saat meninggalkan mereka sangat keren. Hahahaha...."
Mau tidak mau Natalie tertawa juga mengingat kejadian pagi tadi di café. "Well, mungkin kau benar, El. Hahaha...."
Kedua sahabat ini sekarang berada di kamar Elisa. Mengobrol, memakai masker, makan cookies sambil menonton film. Ditambah Natalie yang sedang mengompres kantung matanya itu.
"Lagipula laki-laki itu sudah minta maaf padamu, Nat. Selesai kan."
"Tapi dia minta maaf lewat kau. Sangat gentle. Siapa nama laki-laki itu tadi? Gay?"
"Rey, Nat."
"Oh ya. Terserah siapa namanya itu." ucap Natalie lalu mengambil cookies dan memakannya. "Lagipula maaf saja tentu belum cukup. Bayangkan, mereka telah mengacaukan sabtu pagi damai ku, merusak t-shirt putih kesayanganku dengan minuman menjijikan itu, mempermalukanku di depan umum, yah walau aku juga mempermalukan mereka, serta-"
"Membuang uang lima ratus ribu mu. Ya ya ya, aku tahu, Nat. Kau sudah mengatakan kalimat itu terus menerus dari tadi." Elisa memotong kalimat Natalie yang tanpa jeda itu.
Natalie menggerutu sambil memakan cookies lagi. Sedangkan Elisa tertawa pelan dengan mata yang terfokus pada film.
"Oh iya. Bagaimana kabar Mama? Sudah 2 minggu aku belum bertemu dia lagi." tanya Elisa tentang ibu Natalie yang memang dipanggilnya mama.
"She's totally fine. Baru saja kembali dari Dubai tadi malam. Dan sekarang mungkin masih tidur karena kelelahan."
"Dubai? Oh, mengurus pernikahan saudagar minyak itu ya? Yang pernah melamar mama? Hahaha..." Elisa tertawa keras.
"Iya! Yang itu! Astaga, aku tidak habis pikir apa jadinya kalau saudagar itu menjadi ayahku." Natalie membayangkannya dengan geli.
"Tentu saja kau tidak harus bingung dengan financial lagi. Hartamu tidak akan habis sampai dua belas turunan, Nat. Dan aku bersahabat dengan anak seorang saudagar minyak yang kaya raya! Hahaha..."
"Ih, kau gila, El! Dia itu dua puluh tahun lebih tua dari mama!" Natalie memukul kepala Elisa dengan bantal.
"Hahaha.. Ampun, Nat. Mama keren sekali ya. Dapat mengurus pernikahan saudagar itu."
"Ya mama kan seorang wedding organizer, El! Bagaimana sih, kau."
"Yah tapi tidak semua WO dapat kepercayaan untuk mengurus pernikahan saudagar-minyak-kaya-raya-yang-hartanya-tidak-akan-habis-sampai-dua-belas-turunan, kau tahu."
"Well, you are right. She's great. Mungkin karena koneksinya luas sekali. Oh iya, aku lupa. Minggu besok mama mau ke Paris . Dia tanya kau mau menitip apa? Tas? Sepatu? Perfume?"
"Aku titip buku-buku saja. Mama sudah tahu jenis buku apa saja yang aku suka."
"Yah, seseorang yang menitip buku saat ada yang ingin ke Paris ya cuma kau, El."
"You know me so well."
"Omong-omong, bagaimana papa?" gantian Natalie yang menanyakan ayah Elisa.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ours or Theirs?
RomanceKebahagiaan kita atau kebahagiaan mereka? Milik kita atau milik mereka? Akankah kau menjadi egois dan memilih apa yang menjadi kebahagiaanmu? Atau memilih mengalah dan membiarkan mereka yang bahagia? Mana yang kau pilih? copyright©2015 by Maria Mi...