Bab 3. Menjadi Pemilih Itu Tidak Selamanya Salah

16 3 10
                                    

"Mereka takut kepadaku bukan tanpa alasan. Jadi, untuk apa aku mengharapkan adanya keajaiban di sekolah ini? Itu hanya membuang waktu saja, 'kan?"
Joshua Lekatompessy

| 3 |

Langkah Joshua terhenti ketika dirinya telah tiba di barisan para murid baru, yang berkumpul di sebuah pekarangan lebar yang permukaannya dilapisi oleh batako. Ia menoleh kesana-kemari, seperti mencari sesuatu. Walau sesungguhnya, dirinya hanya ingin mengetahui apakah teman-teman sekelasnya ada di dalam barisan itu.

"Halo, semuanya!" Sesosok wanita bermata sipit dengan rambut lurus pendek setelinga, menyapa dari depan barisan murid anak kelas 1 yang berkumpul. Kulit yang nampak putih itu terbalut oleh baju formal--hem putih berlapis blazer, rok selutut berwarna senada dengan blazer serta sepatu pantofel hitam--berwarna cokelat tua. "Saya Christina Sandra, kalian bisa memanggil saya bu Tina. Saya adalah salah satu pengajar materi khusus yang juga merangkap sebagai kepala pengawas asrama Sekolah Garda. Dan saat ini, saya akan jelaskan bagaimana sistem asrama di sekolah ini.

Yang pertama tentu saja perbedaan gedung asrama untuk murid laki-laki dan perempuan. Seperti yang kalian lihat di belakang saya," Ia menunjuk sebuah papan penunjuk arah berwarna hijau, yang menancap tegak di belakangnya.

Papan itu sendiri menunjuk ke dua arah--kanan dan kiri. Sedikit menyerong ke belakang, serta bertuliskan [Asrama Garuda] dan [Asrama Merpati]

"Kesana," Christina menunjuk ke sisi kanannya, "adalah gedung asrama Garuda. Yang merupakan asrama untuk laki-laki. Sedangkan arah sebaliknya adalah asrama perempuan, asrama Merpati. Tiap gedung, terdiri dari tiga blok. Blok A, B dan C. Blok A dikhususkan utuk murid kelas 1, yang itu berarti untuk kalian.

Lalu Blok B adalah asrama untuk anak kelas 2. Dan Blok C untuk kelas 3. Itu artinya, tiap tahun kalian akan pindah blok asrama. Jadi saya mohon untuk tidak mendekorasi kamar asrama kalian dengan hal yang terlalu berlebihan, oke?"

"Baik, Bu!" Para murid serempak menjawab.

"Bagus," Christina menyahut. Tersenyum hangat ke para murid yang ada di hadapannya, lalu meraih ponselnya yang tersimpan di dalam saku blazer-nya. "Sekarang, kalian bisa mengetahui siapa yang menjadi roomate kalian masing-masing serta nomor kamar asramanya. Tiap kamar asrama, diisi oleh dua orang. Dan saya ...,"

Beliau menghentikan ucapannya. Melirik ponselnya, dan menekan sesuatu di layar ponselnya tersebut. Yang setelahnya, secara serempak, terdengar suara dering ponsel yang berasal dari para murid di hadapannya.

" ... sudah mengirimkan datanya," sambung Christina, "silahkan kalian lihat."

Mendengar perintah--atau mungkin arahan--dari Christina, Joshua pun segera mengambil ponselnya yang tersimpan di saku celana seragamnya. Dirinya mendapati, ada sebuah email baru yang berasal dari staff Sekolah Garda. Alamat emailnya sama dengan email yang memberitahukan Joshua soal lolos ujian masuk Sekolah Garda.

'Yogi Kusumajaya?' batin Joshua kala dirinya membaca nama roomate-nya selama tiga tahun kedepan.

Si pemuda berkulit gelap itu mengangkat kepalanya. Memandang Christina sesaat, lalu kembali menatap layar ponselnya.

"Oh, si kacamata itu ya," gumam Joshua akhirnya teringat akan si pemilik nama.

Seolah bergerak dengan sendirinya, Joshua tanpa sadar langsung mencari keberadaan Yogi. Dan tak butuh waktu lama untuknya menemukan pemuda berkacamata dengan rambut hitam agak keunguan itu. Yogi berada pada barisan di depannya, berjarak empat baris dari tempat Joshua. Bersebelahan dengan sesosok pemuda berambut abu-abu di sisi kirinya, dan seorang gadis berambut hitam pendek setelinga dengan kulit berwarna kuning langsat di sisi kanannya.

GardaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang