2

6K 31 0
                                    

Kaki Talia berjinjit mencoba menggapai bajunya yang dipegang Bara. Dari tadi memang Bara meminta Talia untuk hanya memakai celana pendek dan bra saja. Atau lebih bagus lagi tanpa celana pendek. Tapi tentu saja Talia menolak. Ia belum terbiasa dengan kehadiran Bara. Bukan tanpa sebab, Bara meminta hal itu kepada Talia karena baru saja Talia cerita bahwa jika dirumah dan sedang sendiri, Talia lebih suka tak memakai baju dan membiarkan dirinya hanya dibalut bra dan celana pendek.
"Bara.. udah dong bercandanya. Udah gak lucu."
"Gua gak lagi bercanda, Tal. Disini lu bisa gak pake baju dan gak bakal dapet kritik apapun. Otherwise, gua malah suka."
Talia menyerah. Ia tidak ingin menyenangkan Bara dengan memohon agar dikembalikan bajunya itu. Sedetik kemudia, yang Talia lakukan hanya kembali ke meja makan dan melahap ayam goreng yang baru mereka pesan.
"Gua juga bakal shirtless, deh." Putus Bara.
"Kenapa?"
"Biar lu ada temen." Dan Bara ikut melanjutkan makan malam mereka.
"Bara?"
"Hmm?"
"Sebenernya gua juga gak bisa lupa sama servis lu waktu itu. Gua selalu inget tiap detiknya."
"Oh ya? Kok lu keliatan santai aja?"
"Gua sengaja kesini duluan biar gua bisa main sendiri. Eh taunya lu udah datang."
"Kenapa lu gak bilang?"
"Gua penasaran aja, lu bakal apain gua ya?"
"Terus tadi gimana?"
"Sesuai ekspektasi gua. Lu dendam banget. Which i like." Talia mengangkat-angkat kedua alisnya menggambarkan betapa excitednya ia.
"Sebelum sama gua, berapa kali lu punya kinda fwb?"
"Belum pernah. Kalo gak sama cowok gua, ya samaaaa.. gimana gua nyebutnya ya? Kayak we're almost dating tapi enggak juga gitu lu pasti paham kan? So far gua belum pernah sama random person sih. Gua masih takut penyakit. Kalo gak kenal sama gaya hidupnya, gua prefer said no atau seperti sama lu, gua pengin tes kesehatan dulu."
"Selain itu? Kalo lu lagi horny, lu ngapain dong?"
Talia tertawa, "Pake ditanya. Emang gua punya pilihan lain selain jari gua?"
Alis Bara terangkat sebelah. "Interesting."
"Apanya?"
"Cara lu. Old school."
"Tapi efektif."
"No doubt." Bara menyuap suapan terakhirnya sebelum ia meneguk habis air putih dalam gelasnya. "Boleh gua liat cara lu main sendiri?"
"I don't think so. Gua lebih prefer main sama punya lu daripada jari gua sendiri. Capek Bara. It takes time."
"I'd be patient."
"I'm not."
"Ayolah, Talia. Gua pengin liat lu. Ok?"
"Bara...."
"Talia...."
"I'll do the same. Nanti. Sekarang gua pengin liat lu puasin diri sendiri kalo lagi horny. Ok?"
Talia terdiam beberapa detik. "Ok."
Dari meja makan, Talia berpindah ke kursi lounge dan menyalakan tv. Dari ponselnya, Talia mencari satu hal yang sekiranya dapet membantunya. Ketika dapat, lantas Talia Mengatur tv tersebut agar dapat menerima share screen dari ponsel Talia.
Kedua tangan Talia memelorotkan celana beserta celana dalamnya lalu duduk diatas sofa dengan kaki terbuka.
Ketika dia sudah mendapat posisi duduk yang nyaman, Talia menatap Bara, "Make yourself comfortable, please. Oh and also, enjoy, Bara."
Talia memulai video dari ponselnya. Mata Talia tidak lepas dari video tersebut sambil perlahan ia menyentuh vaginanya. Tanpa memedulikan Bara yang duduk di sofa sebelahnya, Talia tetap mencoba membangun rasa lapar akan pelepasan dalam dirinya. Entah mengapa juga ia harus melakukan ini. Buat apa Talia harus menyetujui hubungannya dengan Bara jika akan melakukan pelepasannya sendiri sekarang? Tapi ada ruang dalam diri Talia yang berbisik bahwa semua ini akan sepadan dan menyenangkan nantinya.
Talia paling suka saat ia didominasi, begitupun koleksi video-videonya. Jari-jemari Talia membawa beberapa tetes cairan dalam vagina menuju klitorisnya. Semakin basah klitorisnya, semakin memudahkan Talia dalam merangsang kepemilikannya sendiri.
Ekor mata Talia bisa menangkap bahwa Bara masih fokus pada Talia. Tidak mengubah pandangannya dari wajah Talia begitu Bara menemukan posisi duduknya.
Sebagian diri Talia begitu senang mengetahui kini ada cukup cairan yang membasahi klitorisnya. Lagi dan lagi, Talia memainkan klitorisnya dengan menggesekkan telunjuknya disana. Ada satu detik dimana Talia bisa tiba-tiba tersentak begitu ia merasakan kenikmatan yang mulai datang.
Mata Talia terpejam dan mulutnya mulai mengeluarkan desahan tanpa suara. Belum cukup membuatnya hingga orgasme namun tidak dapat dipungkiri bahwa ia mulai merasakan gelombang kenikmatan yang ia buat sendiri.
Jari Talia semakin mempercepat pergerakannya. Bukannya ia sudah tidak tahan, tapi kalo kecepatan jarinya tidak ditambah, kenikmatan yang ia bikin sendiri bisa tiba-tiba hilang.
Disisi lain, Bara hanya duduk dengan menyilangkan kakinya. Sementara tangan kanannya menumpu ke tangan kirinya dan jarinya hanya menyentuh dagunya sendiri seolah ia perlu menganalisis, mempelajari dan mengamati dengan seksama apapun yang sedang Talia lakukan.
Tubuh Talia semakin tersentak saat ia merasakan hasil manuver ritmenya yang semakin cepat. Keadaan vaginanya sudah sangat basah. Sesekali matanya melihat siaran video koleksinya. Sesekali matanya terpejam jika gelombanh yang ia buat sudah terlalu membuatnya enak.
Talia bahkan sudah tidak memedulikan lagi Bara yang dari tadi tidak bergeming melihat pertunjukan yang Talia lakukan.
Talia mendesah dengan lebih solid. Diwaktu yang sama, Talia mengalihkan pandangannya menuju Bara. Melihat langsung ke mata Bara. Tangan kiri Talia mencengkram kuat bantal sofa saat ritmenya semakin cepat dan desahannya yang semakin ia ekspos.
Refleks kaki Talia menutup saat gelombang kenikmatannya terlalu intens. Sehingga kemudian ia memaksakan dirinya untuk membuka kakinya kembali untuk bisa dilihat Bara.
Saat Talia tahu bahwa waktu pelepasannya sudah tidak lama lagi, detik itu juga Talia makin menaikkan ritmenya. Badannya serasa panas dingin dialiri gelenyar listrik yang membuat dirinya semakin nikmat. Tubuh Talia sekali lagi tersentak kedepan dan kakinya menutup saat pelepasannya datang. Kedua tangannya mencengkram apapun yang bisa ia cengkram sebagai pelampiasan pelepasannya. Nikmat sekali.
Napas Talia masih terengah, kepalanya masih menunduk, kakinya masih menutup dan tangannya masih mencengkram bantal sofa. Detak jantung Talia begitu cepat dan tubuh Talia luar biasa lemas. Selain karena kenikmatan, ia juga kelelahan karena aksinya sendiri. Tangan kanannya agak kebas saat Talia mencoba menopang tubuhnya saat mau memperbaiki posisi duduknya.
"Satisfy you enough, Bara?"
Bara tersenyum melihat Talia yang masih dilanda badai setelah kenikmatannya. "Almost." Kata Bara dengan suara berat.
Tak dinyana bahwa Talia akan menuruti permintaannya, Bara merasa perlu memberikan Talia treat. Maka dari itu, Bara lantas berdiri ke belakang sofa untuk menarik pelan rambut Talia. Ketika kepala perempuan itu mendongak, Bara mendekatkan wajahnya menuju wajah Talia. Berhenti beberapa detik untuk memgabadikan wajah Talia yang agak berkeringat, lantas Bara mencium bibir Talia dengan rasa terimakasih yang amat sangat. Tangan Bara tak dapat ditahan pergi menuju leher Talia yang dengan total mendongak menuju Bara. Ketika pagutan mereka semakin intens dan mendalam, mata keduanya terpejam sehingga indra mereka yang lain dapat mendominasi.

 Ketika pagutan mereka semakin intens dan mendalam, mata keduanya terpejam sehingga indra mereka yang lain dapat mendominasi

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Thank you, Baby. It's such a nice show." Kata Bara di sela-sela pagutan bibir mereka.
Ketika pagutan mereka terlepas, Talia tidak dapat menyembunyikan pertanyaannya.
"Kalo lu suka sama apa yang barusan lu lihat, kenapa lu masih belum puas? Gua udah lakuin yang lu minta, kan?"
"Yeah.. tapi alangkah akan lebih bagusnya kalo kita do another round. Tapi mengingat kita perlu beresin barang-barang, I think it's very wise to let you rest."
Talia tertawa garing lantas menggelengkan kepalanya. Dalam hatinya berkata bahwa barang bawaannya bisa menunggu untuk nanti dibereskan. Walaupun Talia tidak terpancing, tapi melakukan sex saat ini bukan ide yang buruk juga sebenarnya.
"I think i need to get you some toys. Lu harus coba and i promise lu gak bakal bisa gak ketagihan."
"Oh ya?"
"Yeah. I wanna upgrade this kind of show. Gua suka lihat lu kepancing sendiri. And i really can't wait to see you driven crazy by the toy." Bara berkata sambil mengeluarkan seringainya tatkala otaknya sendiri tidak dapat menangkis imajinasi yang datang tiba-tiba.

Bara dan TaliaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang