6

905 9 2
                                    

Please komen pendapat kalian yaa. Do you guys excited with this story? Should i continue this?

"Who is she?"
"Talia, you know where's the limit."
Ya, Talia tahu garis batasnya. Ini semua bukan karena Talia ingin tahu masalah Bara. Sekali lagi, Talia ingin membantu. Jadi Talia mendekatkan bibirnya ke kuping Bara, menghela beberapa kali napas sekaligus menstimulasi gairah Bara dari sana. "Kamu bisa pake aku seolah aku adalah cewek itu. Kamu bisa lampiasin semuanya seolah cewek itu adalah aku. Aku gak akan paksa, tapi kalo kamu tertarik, kamu bisa panggil aku apa aja hari ini."
"You. Are. Talia." Jawab Bara penuh penekanan.
Detik selanjutnya, Bara membuka kancing celananya. Melepaskan sekaligus celana bersamaan celana dalamnya.
"Berlutut, Talia." Kemudian Bara tersenyum puas tatkala Talia menurut tanpa berpikir ulang. "Buka mulut kamu."
Bara mencopot sabuknya berurutan menuju kancing celana lalu ke resleting.
"What are you waiting for, Talia? Come on, grab and suck it."
Talia menurunkan pandangannya dari mata Bara menuju sejajar tepat di depannya. Tulang Bara yang belum menegang. Bara pernah bilang bahwa miliknya hanya seukuran rata-rata pria normal dengan tinggi 187 cm. Bukan sesuatu yang bisa dibilang besar, tapi jauh dari kata kecil. Dalam pengalaman Talia, anggota tubuh Bara inilah yang paling bisa membuatnya tersedak ketika harus Talia hisap. Anggota tubuh milik Bara inilah yang bisa membuatnya berteriak tertahan tiap kali menghujam inti Talia.
Kedua tangan Talia meraih penis Bara, mulai menjilat dari bagian kepalanya. Lidah Talia berputar mengelilingi diameter tersebut. Sesekali Talia menjilat dari kepala menuju pangkal, sesekali Talia kembali menjilat bagian kepalanya saja.
"Iya, Talia, kayak gitu."
Tatapan Bara meneliti setiap apapun yang Talia lakukan. Dia berhenti menginterupsi Talia untuk tahu bagaimana jalan pikir perempuan itu dalam mencoba memuaskan hasrat dan amarahnya saat ini.
Bara ingin menunjukkan bahwa perkataannya tidak ada yang main-main. Bara betul-betul sedang kacau sekarang. Sudah baik hati Bara ingin melindungi relasi jangka panjang ini agar Talia tidak terluka, tapi Talia tentu punya pendiriannya sendiri. Bisa apa Bara selain menghormati dan menghargai permintaan Talia? Maka disinilah mereka. Melakukan apapun mood Bara saat ini.
Tangan Bara memegang dagu Talia agar perempuan itu menatapnya balik. "Kamu harus tahu kalo malam ini adalah tentang aku, Talia."
Talia dari bawah sana mengangguk.
"Tapi kayaknya kamu harus aku ingatkan satu hal. Kepuasanku bukan mengenai orgasme saja. Aku bisa puas juga saat melihat perempuan yang bersamaku harus kewalahan atas apapun yang aku perbuat."
Mata Talia melebar. Ya, Talia tahu. Tapi tetap saja seluruh syaraf Talia terkejut dan semangat secara bersamaan. Talia takut. Tapi dia bersemangat.
"Tapi aku tetap boleh orgasme juga kan?"
"Kamu mau?"
"Aku mau."
"Tapi aku gak akan kasih dengan mudah untuk hari ini."
"Iya."
"We speak obedience today. Oke, Talia?"
"Iya, Bara."
"Sekarang, buka semua baju kamu." Intruksi Bara tanpa mau membuang waktu lagi.
Mereka memakai bahasa kepatuhan saat ini. Maka Talia patuh tanpa ada pertanyaan dan keraguan.
"Mundur sampai tembok." Lanjut Bara. Dari detik itu, yang Bara lakukan hanya meneliti Talia dari ujung rambut hingga ujung kaki. Lalu kembali lagi ke ujung rambut, atau Bara akan langsung menatap akaki Talia. Atau dari sana Bara bisa langsung menatap payudara Talia. Menahan matanya disana untuk beberapa lama. Tubuh Talia bukan tubuh perempuan yang sempurna. Tapi Bara tetap tidak bisa menyangkal bahwa ketidaksempurnaan apapun pada tubuh Talia, Bara tetap sulit juga untuk mengalihkan pandangannya dari setiap inchi Talia.
Dari tempatnya berdiri, Bara bisa melihat bahwa Talia mulai merasa malu. Mungkin dalam pikirannya banyak pertanyaan. Apakah hanya ini yang Bara lakukan? Menatapnya seolah matanya yang baru saja menelanjangi tubuh Talia?
Ya, hanya ini yang Bara ingin lakukan untuk sekarang. Bara ingin melihat Talia merasa malu, tidak berdaya, tidak mampu melakukan apapun tanpa intruksi dari Bara.
"Pegang memek kamu, Talia." Tangan Talia bergerak. "Sudah basah?"
Talia menggeleng, "Belum." Jawabnya agak lemah.
"Mengahadap tembok sekarang." Bara berjalan mendekati Talia. "Buka kaki kamu, busungin pantat kamu kebelakang."
Dalam detik selanjutnya, Bara meraih kemaluan Talia. Membuat Talia agak tersentak karena terkejut.
"Wah, iya.. belum basah." Suara Bara seolah menyayangkan kondisi itu. "Kenapa belum basah Talia? Kamu dari tadi menggoda aku, lho. Kamu gak serius ya?" Suara Bara seolah benar-benar terdengar bahwa ia sedang mengadu atas ketidakadilan situasi tersebut.
"Talia.." Bara mencoba lebih baik. "Jawab. Aku lagi bicara sama kamu."
"Aku serius, Bara."
"Terus kenapa gak basah?" Bara bertanya lagi.
"Gak tahu."
"Gak tahu bukan jawaban."
"Maaf, Bara."
"Aku gak mengharapkan maaf kamu.. Aku tanya, kenapa memekmu gak basah setelah dari tadi kamu godain aku?"
"Aku.." Talia menatap kosong ke tembok dihadapannya. "Memekku cuma bisa basah kalau kamu yang bikin itu basah."
"Oh ya? Senormalnya bisa basah sendiri kalau sudah turn on. Kalau kamu serius dalam menggoda aku, kamu akan turn on. Itu artinya, akan basah dengan sendirinya." Terang Bara.
Tapi Talia hanya diam saja. Dia tidak tau harus menjawab apa.
"Talia.. sayang.. see, kamu gak bikin aku merasa lebih baik. Aku merasa makin kesel sekarang. Aku harus gimana dong sama kamu?" Tangan Bara mengelus tipis punggung telanjang Talia.
"Maaf Bara.. malam ini tentang kamu. Aku gak sampai hati kalau aku yang turn on. Aku pengin bikin kamu relax dulu. I put you first. Aku bisa basah kalau kamu yang mengizinkan, aku bisa basah kalau kamu yang bikin aku basah. It's about you tonight."
Senyum Bara mengembang tanpa Talia sadari. Tangan kanan Bara menarik rambut Talia hingga kepala perempuan itu sedikit mendongak. Detik selanjutnya, Bara mengecup bibir Talia tanpa ampun. Itu sebuah approval. Bara lega mengetahui bahwa ia betul-betul bisa memakai Talia malam ini untuk kepuasannya.
Bara menarik diri. Menaruh ludahnya di tangan kanannya untuk kemudian ia raih kemaluan Talia.
"Busungin pantat kamu kebelakang, Talia!" Tangan Bara mulai bergerak disana. "Lebarin lagi kaki kamu." Tangan Bara kian bergerak menyebarkan ludahnya di dalam Talia agar tangannya licin disana. Bara ingin Talia lebih basah. Bara ingin Talia lebih kewalahan sejak detik ini.
Sesekali tangan Bara menepuk kemaluan Talia lalu jemarinya bisa tiba-tiba masuk ke dalam. Talia merasa kurang nyaman, tapi Talia tau bahwa itu akan ada diawal saja. Karena miliknya yang belum basah.
"Enak, Talia?"
"Hmm.."
"Kamu.. mau.. yang lebih.. enak.. dari ini?" Bara berucap dengan jeda diantara kata-katanya.
Talia tidak mampu menjawab. Dia mulai terlena pada tangan dan jemari Bara yang sedang lihai dalam dirinya.
"Kenapa gak jawab Talia?"
"Gak tahu Bara."
Jemari Bara berhenti, "Kamu serius gak sih dengan kalimat kamu?"
"Yang mana, Bara?"
"Yang mana?! Kamu nanya sama aku yang mana?!!" Bara menjambak sedikit rambut Talia sehingga menatapnya. "Jongkok kamu depan kasur."
Talia menuruti Bara dan mengekori Bara dari belakang.
"Buka celanaku, Talia."
Waktu tidak mau Talia buang lagi. Ia mulai terjebak dalam permainannya sendiri. Melihat Bara yang tampaknya sudah memperlihatkan sisi dominannya, membuat Talia merasa geli dibawah sana.
"Iya, hisap. Masukin ke tenggorokan kamu."
"Aku gak bisa deepthroat, Bara."
"Ya sudah, hisap aja."
Mulut Talia terbuka lalu mulai menghisap kepala penis Bara. Sesekali ia melingkarkan lidahnya di area batas kepala penis Bara. Sepertinya itu yang disukai Bara dari cara bernapasnya yang kadang tidak beraturan kala Talia melakukan itu.
"Iya, sayang. Dikulum seperti itu."
Kepala Bara terdongak ke belakang sambil memejamkan mata. Ia mulai suka dengan permainan Talia.
"Kulum terus Talia, hisap lebih kencang." Lalu terlolos desahan dari Bara. Ia suka detik itu.
"Buka mulut kamu, sayang."
Talia tau apa mau Bara. Mata Talia memelas lalu menggeleng lemah. "Bara please, gak mau deepthroat. Aku gak bisa."
"Sekali aja sayang. Aku masukin dalem, kamu tahan aja. Aku gak akan gerakin di mulut kamu kok."
"Bara please."
"Talia, kontolku belum berdiri full. Gak akan tersedak kok. Gak akan sampe tenggorokan."
"Ok... Just slowly please."
"Iya sayang, i'll be gentle. Look at me." Bara agak memaksakan kepala Talia agar benar-benar melihat langsung matanya. Suaranya merendah dan menjanjikan. "I'll be gentle. Trust me."
Talia membuka mulutnya.
"Iya, betul." Bara perlahan mendorong kepala Talia agar maju dan memasukkan seluruhnya ke dalam mulut Talia. Ketika berhasil, Bara menahan kepala Talia dengan energi yang didorong nafsunya. "Aahhh." Mata Bara seketika terpejam sambil meloloskan desahan beratnya karena pada akhirnya apa yang sangat ia mau dari tadi kini terjadi juga.
"Yes sayang, just feel it. This is what you want. Keep it warm there. He loves to be in your mouth." Bara lantas membiarkan kepala Talia yang dari tadi memaksa ingin mundur agar apa yang ada di mulutnya terlepas. "Fuck!" Bara menyeringai. "I love it, Talia"
"Please udah." Ucap Talia nyaris seperti gumaman.
"Kita selesai kalo dia udah berdiri sempurna, sayang." Bara menarik kepala Talia. "Hisap ujungnya lebih keras. Mainin tangan kamu di batangnya."
Talia menurut. Toh ini yang tujuan dari apa yang dia tantang tadi.
"Ah bangsat! Enak banget sayang. Kamu pinter ngemut ya ternyata. Hisap ujungnya saja."

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Aug 27 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Bara dan TaliaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang