6. TAHTA BARU

1 0 0
                                    

Saat lelah beristirahat lah.
Namun, bila kau memilih menyerah, maka semuanya sudah tidak lagi ter-arah.

~ Terserah takdir ~

Sebuah perusahaan yang bisa dibilang cukup megah. Dengan bangunan pencakar langit yang berjumlah sepuluh lantai itu memang sudah cukup terkenal di negara Itali. Perusahaan yang bergerak di bidang arsitektur itu awalnya dipegang oleh ayahnya Leonard yang bernama Sam Fulton. Ayahnya memang berasal dari negara ini, namun takdir membawanya untuk bertemu dengan ibunya yang merupakan wanita asal Indonesia. Setelah beberapa tahun menikah mereka memutuskan untuk menetap di Indonesia. Fulton hanya datang ke Itali untuk beberapa saat waktu saja bila memang ada sesuatu penting yang harus ia datangi. Beruntungnya ia memiliki pekerja yang jujur dan bisa diandalkan di sana. Tetapi setelah Leonard dewasa dia menyerahkan semua kekayaannya kepadanya karena memang Leonard lah satu-satunya anak yang ia miliki.

Perlu kali tahu bahwa sebenernya Leonard awalnya sering menolak. Ia justru memilih bekerja di Indonesia sebagai bawahan daripada menjadi atasan di perusahaan ayahnya. Ada satu hal yang akhirnya merubah sudut pandangnya. Tentang hidupnya yang berantakan di Indonesia, mungkin memang itu adalah takdir hidupnya untuk mencoba menuruti apa yang sudah dikatakan oleh ayahnya.

Saat ini Leonard berdiri di depan semua pekerja yang ada di kantornya. Hari ini adalah hari pertamanya ia menjabat di perusahaan itu. Sejujurnya Leonard sedikit merasa kurang percaya diri. Leonard yakin orang-orang yang saat ini berada di depannya adalah orang yang hebat serta cerdas. Ia sedikit membandingkan kemampuan dirinya yang sepertinya malah berada dibawah mereka. Namun sebelum membuka obrolan, Leonard menarik nafasnya perlahan untuk membuang semua rasa cemasnya.

"Selamat pagi semuanya."

"Selamat pagi, Pak," jawab mereka serentak.

"Sebelumnya saya ingin memperkenalkan diri terlebih dahulu. Saya Leonard Sam Hendrik, umur 23 tahun."

"Wah masih sangat muda ya ...."

"Benar, tampan juga."

Beberapa orang sempat berbisik-bisik tanpa sadar jika Leonard mendengarnya. Benjy yang sudah dekat dan sedikit mengenal atasannya sengaja untuk menghentikan hal itu.

Benjy berdekhem. "Ekhm, bisa di lanjut pak perkenalannya?"

"Baik, saya lanjutkan ya. Sekarang sayalah yang akan memegang perusahaan ini. Seperti yang kalian tahu beliau bapak Sam Fulton merupakan pemilik asli dari perusahaan ini dan saya adalah putra semata wayang dari beliau."

Beberapa orang yang memberikan senyuman kepadanya mampu membuat  kepercayaan dirinya meningkat.

"Saya harap kita bisa saling bekerja sama dengan baik. Menciptakan perusahaan yang bisa lebih baik lagi dari sebelumnya. Terimakasih."

Terdengar tepukan tangan dari mereka untuk menyambut kedatangan Leonard.

Leonard berdiri menatap ke arah luar jendela. Ini adalah dunia barunya. Ia tidak tahu apa keputusan yang diambilnya saat ini merupakan suatu hal yang benar. Sejujurnya ia masih merindukan sosok wanita yang sempat mewarnai kehidupannya. Jika dibilang bahwa dirinya belum bisa move on memang benar adanya. Hubungan yang telah dijalani dalam waktu panjang tidak akan mudah untuk dilupakan begitu saja. Meskipun hubungan itu berakhir dengan tidak baik.

"Pak Leonard."

"Eh- iya?" Leonard menoleh.

"Benjy, ternyata kau. Aku kan sudah bilang jangan memanggilku dengan sebutan 'pak."

Ia tersenyum. "Aku akan menjadi temanmu di luar jam kerja, namun aku akan tetap menghargaimu sebagai atasan. Ketika berada di kantor izinkan aku untuk tetap memanggilmu dengan sebutan 'pak."

"Baiklah, terserah kau saja."

"Ada keperluan apa kau ke sini?" tanya Leonard karena ia melihat Benjy tidak datang sendiri.

"Oiya perkenalkan pak, dia Aron. Salah satu polisi yang juga ikut dalam penangkapan penjahat kemarin."

Aron menjabatkan tangan. "Aron."

"Leonard," balas Leonard dengan menjabat tangan pria tersebut.

"Kedatangan saya ke sini untuk membawa beberapa laporan mengenai kasus kemarin. Mungkin bisa bapak terima laporan tentang penangkapan ini."

Ia mengambil berkas yang diberikan oleh Aron lalu membukanya dan membaca sebentar dari isi laporan tersebut.

"Jadi penjahat itu memang sudah lama berada di gang tersebut?"

"Benar sekali. Selama ini beberapa orang meras takut melewati gang tersebut karena beredar rumor tentang tempat angker dibalik gang tersebut, namun nyatanya rumor itu tidaklah benar. Selama ini beberapa orang sebenarnya hanya ditakut-takuti oleh mereka. Mereka sengaja menjadikan tempat itu sebagai markas kejahatan nya."

"Itulah mengapa sebagian orang tidak ada yang berani untuk melewati gang tersebut, termasuk bawahan bapak ini." Aron menunjuk Benjy yang berada di sampingnya.

"Kau ini apa-apaan. Jangan permalukan aku di hadapan bos dong," protesnya kepada Aron.

Leonard hanya tertawa melihat hal itu. "Ya sudah saya serahkan semuanya ke pihak kepolisian. Saya mempercayakan penuh hal ini dengan apa yang akan dilakukan nantinya."

"Maaf kalau boleh saya tahu, kalian ini teman atau saudara? Kelihatannya sangat dekat dan sepertinya kita ini seumuran."

"Bukan saudara, Pak. Saya tidak mungkin memiliki saudara yang penakut sepertinya," ujar Aron.

Benjy melayangkan tatapan sinis. "Aku juga tidak mau memiliki saudara sepertimu."

"Jadi kalian teman dekat?" tebak Leonard.

"Teman terpaksa," jawab Benjy apa adanya. Membuat Aron ingin sekali membuang Benjy saat itu juga.

"Kalau begitu saya juga bisa menjadi temanmu kan, Aron?"

Aron dengan cepat meraih tangan Leonard untuk ia jabat. " Tentu, kita bisa berteman. Saya sudah tidak tahan memiliki teman seperti Benjy ini."

"Sudah-sudah. Aku tidak akan membiarkanmu terlalu lama dengan Pak Leonard. Nanti kau malah mengajarkannya hal yang tidak baik."

Pria itu melemparkan tatapan datar. "Bukankah itu kau," ujar Aron.

"Sudahlah ayo keluar. Jangan menganggu Pak Leonard lebih lama. Dia harus bekerja saat ini," ungkap Benjy seraya menarik paksa Aron untuk keluar.

"Baiklah, Pak saya izin kembali untuk bertugas. Terimakasih atas laporan bapak ke kepolisian, ini sangat membantu kami dalam menyelesaikan kasus yang sudah tercatat."

"Senang juga bisa bergabung denganmu," balasnya dengan senyum simpul.

"Saya pamit keluar dulu ya, Pak."

Leonard mengangguk.

Belum jauh mereka melangkah, Aron kembali berbalik. "Jika berkenan nanti malam bapak bisa ikut gabung dengan kita untuk sekedar refresh pikiran di sebuah kafe."

"Tentu, saya senang karena telah di ajak oleh kalian. Tolong berikan kabar kembali nanti malam, saya takut lupa."

Aron mengacungkan jempolnya sebelum ia benar-benar keluar dari ruangan tersebut.

Leonard menggelengkan kepalanya. Ternyata bisa secepat ini ia mendapatkan seorang teman di sini. Awalnya ia pikir akan sulit baginya berbaur dengan orang-orang di negara yang sedang ia tempati sekarang. Ternyata mereka tidak seburuk seperti apa yang dipikirkan olehnya sebelumnya.


***

Kain lembut yang bisa mempercantik seorang wanita dan bahkan bisa menjaga dirinya dari hal buruk saat ini telah bersama dengan Daisy. Kedua tangannya mengangkat sebuah hijab yang baru saja ia beli. Di depan cermin ia menatap dirinya yang sedang memegang hijab. Ia seolah belum siap untuk mengenakannya.

"Mengapa aku merasa diriku tidak pantas untuk ini."

Daisy menghembuskan nafasnya pasrah. Sepertinya dia memang belum siap. Dia memilih untuk meletakkan hijab itu kembali ke dalam lemari bajunya, namun ....

TERSERAH TAKDIR Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang