Matahari terbit

4 2 0
                                    

Di balkon kamar milik Arsya lelaki itu tengah menatap ribuan bintang ditemani satu bulan yang terang. Ia menyukai bintang, memiliki cita-cita menjadi bulan karena ia memiliki filosofinya sendiri tentang bulan.

"Kira-kira kakak lagi ngapain disana?" Arsya berucap sembari menengadahkan kepalanya keatas.

"Kak Arsya kangen! Maafin Arsya gak bisa nolongin kakak waktu itu."seketika kepalanya tertunduk dalam. Ada sorot kerinduan juga rasa bersalah dimatanya.

Ngomong-ngomong kini pukul 03.00 menjelang pagi, namun Arsya tidak bisa memejamkan matanya berakhir ia duduk di balkon sendirian.

Bermenit-menit lamanya ia termenung menatap ribuan bintang, hingga tak menyadari bahwa waktu berjalan cepat. Tadi pukul 03.00 sekarang pukul 04.55, namun ia tak peduli, termenung dibalkon kamar dengan udara dingin yang menerpa kulit adalah hal biasa baginya.

Selang berapa lama pintu balkon disebelahnya terbuka, menampilkan seorang gadis dengan piyama yang sedikit basah akibat air. Gadis itu adalah Lita, ia terbangun dan tak bisa tidur kembali.

Lita melamun, menatap pagar didepannya. Posisinya sekarang adalah duduk sama seperti Arsya. Terdiam hingga tatapannya kosong, adalah hal yang ia lakukan.

"Pagi Ta, tumben udah bangun." Arsya menyapa Lita dari balkon kamarnya.

"Hah? I-iya lah, lagi rajin gw."Lita tersadar. Lantas gadis itu bangun dan meloncat ke balkon kamar Arsya.

"Lo gak tidur Ar?"tanya Lita.

"Nggak bisa tidur Ta, kepikiran terus." ucap Arsya. Lelaki itu membuang nafas berat.

"Kakak lo?" tebak lita tepat sasaran. Arsya hanya mengangguk. "Lo kangen sama kakak lo ya,"lagi-lagi Arsya mengangguk.

"Gw ngerasa bersalah gak bisa nolongin kakak waktu itu." Arsya berucap lirih.

"Lo gak salah Ar, itu emang udah garis takdirnya."Lita mengelus punggung Arsya berniat memberi ketenangan.

"Tapi tetep aja Ta, kalo gw bisa nolongin kakak waktu itu pasti kakak gak bakal pergi, dan orang tua gw masih utuh." Arsya berujar lirih.

"Gw tau, pasti berat ngejalanin semuanya sendiri. Tapi tuhan tau batasan buat nguji hambanya. Contohnya lo, buktinya lo bisa lewatin ini semua, meski lo bilang ini terlalu berat." Lita berujar panjang lebar.

Saking asiknya curhat, mereka tidak menyadari bahwa langit gelap mulai menghilang, disusul cahaya 𝘰𝘳𝘢𝘯𝘨𝘦 dan 𝘬𝘶𝘯𝘪𝘯𝘨 yang menghiasi langit bersamaan matahari muncul.

"Eh Ar, liat deh mataharinya bagus banget. Ahh, seneng banget gw."ujar Lita kesenangan. Melihat matahari terbit adalah favoritnya, meskipun jarang karena ia selalu bangun kesiangan.

Arsya tersenyum melihatnya, Rasanya semua bebannya hilang hanya karena melihat Lita tersenyum.

"Seneng banget kayaknya."Arsya mencubit pelan pipi Lita saking gemasnya.

"Senenglah, jarang-jarang tau gw liat matahari terbit."ujar Lita. Matanya berbinar-binar lucu sekali, ingin rasanya Arsya melahapnya saat itu juga.

"Bangunnya harus pagi-pagi, sedangkan lo kan kebo."Arsya berucap.

"Dih apaan, buktinya gw udah bangun pagi. Seenaknya aja lo manggil gw kebo."Lita cemberut dengan wajah kesalnya.

"Jangan ngambek 𝘢𝘵𝘶𝘩 gw kan cuman bercanda."Arsya mendekap tubuh Lita dan mencubit pipinya.

"Tapi ada syaratnya biar gw nggak ngambek lagi."ujar Lita dengan raut yang kembali bahagia.

"Apaan? Jangan yang aneh-aneh."Arsya berucap waspada.

Lita & ArsyaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang