Bab 7

48 14 8
                                    


🍡

Diam-diam gue memperhatikan sosok kakak si Lavender itu. Sekitar satu setengah tahun sudah gue gak ketemu dia, karena ia berangkat ke luar negeri untuk bekerja.
   
Nama aslinya Marwan, tapi di panggung sebagai dancer ia lebih dikenal dengan nama Secret Blue. Agaknya Lav ikut-ikut memakai warna untuk nama panggilan. Agak norak, menurut gue.
  
Koko Adi mempersilakan kami duduk di sofa mungil ruangan itu. Gue sebenarnya tidak mau, ingin cepat saja beranjak. Namun, terpaksa tertunda karena rupanya Lav masih punya janji bertemu dengan seorang lainnya di sana.
  
“Lo sih, kebanyakan janji!“ bisik gue sengit pada Lav di sebelah. “Kapan kita pergi beli karton, nich?“
            
“Sebentar aja, sih ... kenapa? Kita gak buru-buru, ‘kan? Please wait a moment, I want to ask something to Kak Dhian,(1)“ ujar Lavender agak keras.
  
Koko Adi yang mendengar jawaban Lav itu menyahut. “Dhian lagi ikutan latihan nyanyi di ruang bawah, tapi seharusnya sudah selesai. Tunggu saja 'bentar. By the way, Mama kamu datang ke sini juga tadi pagi, Lenta.“
   
“Iya. Aku tahu.“ Gue menjawab singkat. Dalam hati gue berharap agar Ko Adi tidak membahas hal itu lagi.
   
Sayang, gue salah. Ko Adi langsung menanyakan masalah itu. “Aku dengar, Mama kamu sempat cerita ke Ibu Pendeta. Katanya Zizi diteror. Benar?“
  
Lav menoleh dengan mata terbuka lebar. “DITEROR? Kok, lo gak cerita ke gue?!“
  
Gue cemberut. Dengan sikap malas kukatakan saja tak ada yang perlu dibahas, dan hal itu cuma biasa saja. Jelas tidak ada yang mau percaya.
             
Aku enggan membicarakan itu di kalangan mereka. Apalagi di tempat ini, keluarga gue memang tampak berbeda. Seorang wanita yang tidak menikah, tapi memiliki tiga orang anak gadis, tinggal bersama seorang nenek tua, dan ke mana-mana selalu dibuntuti seorang lelaki bergaya kemayu bernama Maximilian.
   
Tidak tahu gosip dan omongan apa lagi yang bisa beredar mengenai kami setelah ini. Jangan-jangan kejadian teror pada Mbak Zi semakin memperkeruh pandangan orang terhadap keluarga kami. 
    

Pertanyaan Ko Adi mengenai apakah kami telah menghubungi kepolisian, gue jawab dengan mengangkat bahu.
         
“Urusan management Mbak Zi, lah. Aku gak ikut-ikutan,“ ujarku menambahkan, tidak pula dapat menyembunyikan sikap 'bete'.
  
"Harus pakai body-guard, weitje ... voor jou zoesje, Lenta,“ ucap Swan, mengusulkan supaya Zizi menyewa body-guard. “Maar, ik tidak pernah diganggu permen, hmm ...  apa itu, per-maan? ... waktu ik menari di stages.“
(Tapi, aku tidak pernah diganggu preman waktu aku menari di panggung.)
      
“Jelas gak ada preman yang berani ganggu Zoes(2) Swan! Wong disinggung ‘dikit, main patuk kek burung!“ seloroh Lav.
   
Adi dan gue tertawa. Swan bingung, lalu belagak ngambek sesudah Adi menerjemahkan kalimat Lav tadi. Kelompok ini memang suka becanda.
  
   
Walau begitu, ada yang tampak aneh sendiri. Si Marwan, kakak Lav itu tidak ikut tertawa, malah mengernyitkan kening sepanjang waktu itu. Ketika Ko Adi menanyakan ada apa dengannya, ia berkata dengan nada murung.
   
Kalimat yang bagiku mendadak membuat gelap nuansa sekitar. “That‘s usually happens to such a model as Zizi. Entertainment business could be so dark, nowdays. It happened to me lately, remember?(3)“
    
Gue diam saja. Sebenarnya  meragukan apa makna di balik perkataan lelaki muda itu. Walaupun gue berkawan baik dengan adiknya, gue agak kurang suka orang itu.
    
Marwan bangkit perlahan dari duduk, terlalu pelan seakan menjaga porselen yang bisa pecah, lalu melangkah lambat ke ujung studio. Kembali gue heran melihat langkahnya yang pincang.
   
Lav bangkit dari sofa sambil melirik gue seakan-akan mengisyaratkan sesuatu. Gue tidak mengerti dan hendak bertanya, tapi Lav telah melangkah ke abangnya yang sedang mengamati foto-foto di dinding studio.
  
Gadis itu memeluk bahu si Abang dengan sikap manja seorang adik. Anehnya, gue sempat melihat Swan mendadak tertunduk, dan dengan cepat menyeka mata.

     
     
      
(Bersambung)
    
  
glosarium
---------------
(1) Mohon tunggu sebentar. Aku mau menanyakan sesuatu pada Kak Dhian.
   
(2) sapaan untuk wanita/ kakak perempuan dalam bahasa Belanda. Dibaca : Ssus. Bisa diartikan 'Mbak'.
  
(3) Hal itu biasa terjadi pada model seperti Zizi. Bisnis interteinmen dapat jadi begitu gelap hari-hari ini. Itu terjadi padaku baru-baru ini, ingat?

(tentang Secret Blue/ Marwan – nanti akan ada serial mungilnya juga

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

(tentang Secret Blue/ Marwan – nanti akan ada serial mungilnya juga. Walau jarang bertema 'romantis', teenlit ini cukup seru ... dan yang pasti punya daya tarik beda.)

TEROR TIGA DARA (versi POV1)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang