Menarik

8 6 0
                                    

Hari sudah mulai gelap, Reo mengantar Alana pulang dengan selamat tanpa kekurangan apapun. Tepat didepan rumahnya ada Zera yang sedang memunggu Alana dengan khawatir.

"Alana, kamu habis dari mana sih? Dan lain kali kalau mau pergi kasih tau mama dengan jelas kamu mau kemana dan sama siapa biar mama nggak khawatir." Cerca Zera dan Alana tersenyum kikuk mendengarnya. Sedangkan Reo hanya berdecih jijik mendengar ucapan Zera.

"Sandiwara." Ucap Reo remeh.

Zera yang mulai emosi kepada Reo pun angkat bicara, "Heh kamu! Berani kamu mengajak anak saya keluar tanpa seizin saya dan apa itu sopan?!" Zera meninggikan suaranya membuat Alana tertegun.

Tanpa memperdulikan ucapan Zera. Reo memakai kembali helm full face dan menyalakan motornya lalu pergi. Zera semakin kesal dengan tingkah Reo yang tidak sopan terhadap dirinya.

🍋🍋🍋🍋🍋🍋🍋🍋🍋🍋🍋🍋

Hari kedua sekolah, Alana kembali menjadi pusat perhatian. Dengan penampilan yang baru dan fress membuatnya semakin percaya diri memasuki gedung sekolahnya.

Itu cewe yang kemarin dikantin kan?

Gila tambah cakep aja tuh bocah.

Gue kagum dengan keberanian dia melawan si Gintul (Gina).

Ck adiknya Aqsa aja nggak berani ya, gue salut ma dia.

Halah menang cantik doang, belum tentu hatinya juga cakep kalii.

Dan masih banyak ocehan yang dilantarkan oleh siswa-siswi disekotarnya, namun Alana memilih diam dan tetap berjalan menuju kelasnya.

Alana menaiki anak tangga satu demi satu, karena kelasnya berada dilantai 3. Sebetulnya ada lift namun Alana memilih berjalan lewat tangga, itung-itung olahraga.

"Akhhhh, sakit kak hikksss...."

Alana terkejut melihat gadis yang duduk tersimpuh dilantai, sampainya di ujung atas tangga Alana melihat gadis terjatuh akibat dorongan. Sontak Alana langsung menolongnya.

"Heh Ngapain kamu bantu anak pembantu nggak tau diri ini hah!"

Hati Alana memanas mendengar gertakan serta hinaan yang terlontar dari mulut laki-laki didepanya.

"K- ak, dia nggak ada hubungannya sama kita jangan marahi dia hikssss," ucap Hana masih terisak dan nada bicaranya bergetar.

"Kita?! Lo pikir gue ada hubungan apa sama lo? Kita cuma sebatas majikan dan pembantu!"

"Dan candaan lo itu buat gue murka tau gak!" Bentaknya lagi kepada Hana.

"Hana minta maaf hiksss, han-" ucapan Hana terpotong oleh Alana.

"Gue nggak akan pernah biarin laki-laki menginjak harga diri seorang perempuan ! Lo pikir ucapan lo itu indah hah!" Emosi Alana semakin memuncak, ia hanya ingin melindungi siswi ini, namun usahanya untuk membantu malah membuat dirinya terjebur dalam masalah. Bagaimana tidak, dengan datangnya 5 inti geng Teng-corak yang menatap Alana dengan tatapan horor, sedangkan Hana memegang lengan Alana dengan kuat, bahkan Alana bisa merasakan ketakutan Hana saat berhadapan dengan laki-laki di dipannya.

"Dan lo berani bentak salah satu dari kami anak manis," ucap Aqsa dengan nada menggoda, Alana diam terpaku melihat Aqsa yang kini tepat berada didepanya yang menatap dirinya dengan lekat. "Lain kali jangan campurin urusan orang lain kalau kamu tidak ingin terjerat  masalah dengan kami, okey." Kali ini dengan suara lembut dan elusan dikepalanya membuat jantung Alana berdegup kencang dan nafasnya yang tak teratur.

🍋🍋🍋🍋🍋🍋🍋🍋🍋🍋🍋🍋🍋

"Lagian kamu ngapain sih Alana bantuin si Hana," gerutu Ana dan Trias mengangguk.

"Kan gue nggak tau itu cowo antek-anteknya geng Teng-corak dan gue paling nggak suka laki-laki menghina perempuan." Jelas Alana lemah, ia merasa resah dengan bisikan yang diberikan Aqsa.

"Ck, emang kamu tahu apa yang terjadi sebenarnya sama mereka?" Tanya Trias dan Alana menggeleng. Ana dan Trias merutuki teman barunya ini, Alana murid baru yang tidak tahu apa-apa tentang sekolah ini. Yang Alana tau ini adalah Sekolah menengah atas dengan kualitas terbaik dan akreditasinya pun mendapat nilai A, membuat siapa saja ingin bersekolah disini.

🍋🍋🍋🍋🍋🍋🍋🍋🍋🍋🍋🍋🍋🍋

Aqsa menatap tajam Albar. Ia menyuruh Albar mencari tahu siapa Alana sebenarnya, namun setelah ia berkutat dengan laptopnya dan mengetahui siapa Alana, Albar langsung menutup laptopnya dan berkata, "Pindahan dari Jakarta, dia hanya gadis biasa." Dengan sikap santainya, dan Reo yang mendengar jawaban Albar tersenyum. Albar yang melihat senyuman Reo hanya membalas senyum dengan kilat.

"Menarik." Celetuk Aqsa.

"Maksud lo?" Tanya Ben penasaran dengan apa yang diucapkan Aqsa.

"Dia menarik."jawab Aqsa. Keempat temanya hanya melemparkan senyum yang tak biasa.

Kini Aqsa menghampiri Alana, yang sedang duduk menikmati mie ayam dengan kedua temanya. Aqsa duduk disamping Alana, masih belum tersadar dengan kehadiran Aqsa disampingnya. Sedangkan Ana dan Trias memandang Aqsa dengan tatapan mengintimidasi.

Geram karena tidak peka karena kehadiranya, Aqsa menarik mangkuk berisi mie ayam milik Alana membuat nya mengikuti arah mangkuk itu bergerak karena ia sedang memasukan mie itu menggunakan sumpit. Alana tertegun melihat tangan yang menarik mangkuknya.

"Emmm eum mukmbfd,"

"Telen dulu dengan fasih baru lo bicara." Alana mendelik, mulutnya penuh dengan mie membuat kedua pipinya semakin tembem.

Lagi-lagi Alana terpaku melihat Aqsa didepanya. Namun lamunannya buyar seketika saat keempat teman Aqsa juga ikut gabung denganya.

"Hai Ana," sapa Ben, ia tersenyum melihat Ana, namun Ben malah mendapat delikan dari Aqsa.

Kini yang tadinya hanya tiga orang menjadi delapan orang.

"Lo tau apa maksud gue tadi pagi kan?" Bisik Aqsa, yang mendengarnya hanya diam sambil menelan mi ayam itu dengan susah payah.

"Mati gue." Batin Alana meringis mendengar bisikan maut dari orang disebelahnya. Tak lepas dari pandangan Reo yang selalu menatap Alana, disitu Albar mulai tertarik untuk mencari tahu ada apa sebenarnya.

🍋🍋🍋🍋🍋🍋🍋🍋🍋🍋🍋🍋🍋

Aqsa mengamuk setelah ia melihat kekasihnya berkencan dengan pria lain yang tak lain adalah Zen, musuh bebuyutannya. Barang berharga yang harganya ratusan juta dikamarnya menjadi sasaran. Suara nyaring dari hantaman dan juga pecahan kaca terdengar sampai ketelinga ibunya.

Ceklek....

Pintu kamar Aqsa terbuka dari luar, menampakan seorang perempuan yang berparas bagai dewi yunani, kencatikanya tak luntur meskipun sudah menginjak umur 39 tahun. Melihat anak laki-laki dengan keadaan kacau membuat Jeslyn geram.

"Bisakah kamu mengendalikan emosimu itu!" Bentak Jeslyn,Nafasnya yang semakin memburu akibat emosi yang kini tengah memuncak Aqsa kembali membanting barang didekatnya. Kamar yang tadinya nampak rapi bagai kamar hotel kini menjadi seperti kapal pecah.

"Apa kamu tidak mendengarkan ibumu yang tengah berbicara kepadamu! Aqsa!" Kembali bicara dengan nada tinggi, Jeslyn ikut tenggelam dalam emosi yang dibuat anaknya.

"Das--"

"Mam, ada aunty Zee dibawah." Jeslyn menoleh, diambang pintu terdapat Ana anaknya yang ketiga. Jeslyn langsung melenggang pergi untuk menemui Zee sahabatnya.

Ana masuk dan menghampiri kakaknya yang kini terduduk lemah, bersandar pada tepian ranjang. Ana melihatnya sangat iba, apalagi melihat darah segar mengalir di telapak tangannya.

"Kak, tanganmu." Pekik Ana, ia langsung pergi untuk mengambil kotak p3k dikamarnya.

⚫⚫⚫⚫⚫⚫⚫⚫⚫⚫⚫⚫⚫

Part selanjutnya

Ringkasan √

Alana semakin pusing melihat darah yang keluar dari telapak tangan Aqsa, wajahnya memucat. Ia kembali melihatnya, melihat darah bercucuran menetes dari tangan laki-laki dan perempuan, kecelakaan itu membuat Alana trauma.

semua tentang kita Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang