Chapter 23

47 3 1
                                    

Kita tidak boleh menilai buruk seseorang hanya karena melihat bagaimana cara dia berpenampilan. Karena baik buruknya akhlak manusia itu dinilai dari hatinya.

// About Readiness //

Sudah larut malam, tetapi Ayra masih belum bisa tertidur lantaran gadis itu sangat merindukan ayah dan anggota keluarga lainnya, juga rindu melihat wajah Akhtar. Ayra tidak bisa menghubungi keluarganya, pasalnya dia tidak membawa ponsel ke pesantren.

Sebenarnya gadis bermata bulat itu bisa saja meminjam ponsel milik Kayla, hanya saja dia tidak ingin lantaran masih bisa menahan rasa rindunya. Namun, sekarang sepertinya dia sudah tidak bisa lagi.

Ayra beranjak dari duduknya, kemudian berjalan masuk ke dalam rumah, karena sedari tadi dia sedang duduk di salah satu kursi yang berada di teras. Untung saja sudah larut malam, jadi tidak ada santri yang berlalu-lalang di sekitar rumah Kiai Abyan.

Setelah meminjam ponsel milik Kayla, Ayra kembali ke teras. Namun, langkahnya tiba-tiba berhenti saat mendengar suara seseorang yang sedang melantunkan kalam Allah. Hatinya seketika berdesir hangat, kemudian tanpa sadar, dia menghentikan langkah dan langsung menoleh ke arah kursi yang berada di ruang tamu.

Di sana, seorang lelaki tampak duduk bersila di atas kursi dengan mengenakan sarung juga baju kaos hitam, sementara tangan kanannya memegang al-quran. Namun, walau al-quran di tangannya dalam keadaan terbuka, tetapi lelaki itu memejamkan mata dan dari tempatnya berdiri Ayra tahu jika ternyata lelaki yang sempat dia tuduh sebagai penyusup dan pencuri itu adalah seorang hafiz quran.

Tidak heran memang, karena ternyata dia juga cucu dari Kiai Abyan dari anak pertamanya. Gus Yusuf, itulah nama lelaki yang saat ini dia perhatikan. Memang jika diperhatikan seintens ini Ayra bisa menemukan ada sebuah kemiripan di antara Akhtar dan Yusuf, tetapi bagi Ayra tetap Akhtar yang paling tampan setelah ayahnya.

Ternyata ucapan Nyai Salamah--istri Kiai Abyan kemarin memang benar, ya? Baik atau buruknya akhlak seseorang tidak dinilai dari bagaimana dia berpenampilan. Atau orang awam sering mengatakan 'don't judge a book by its cover'.

"What wrong? You mau nuduh gue penyusup atau maling lagi? Kurang jelas kemarin penjelasan Mbak Kayla sama nenek?"

Suara lantunan kalam Allah yang sedari tadi Ayra dengarkan kini berganti dengan dua bahasa yang selalu keluar dari mulut lelaki itu tiap kali berbicara. Jika Yusuf dibandingkan dengan Akhtar, mereka berdua memiliki sifat yang sangat beda jauh, justru bertolak belakang. Jika Akhtar terlihat kalem, pendiam, dan tidak banyak tingkah. Maka beda halnya dengan Yusuf yang justru terlihat sangat santai dan banyak tingkah.

"Masih dendam ternyata. Tapi salah kamu juga, sih nggak mau jelasin dari awal ke aku kalau kamu itu bukan penyusup atau maling. Kan, kalau dari awal kamu ngasih tahu, aku juga nggak bakalan nuduh kamu," bela Ayra sembari mendengkus karena merasa kesal dengan Yusuf.

"Gimana gue mau jelasin ke you, kalau waktu itu you langsung pergi gitu aja," balas Yusuf tidak mau kalah.

"Ya, kan kamu bisa nahan aku."

"Oh, ya? Waktu itu gue udah calling you berapa kali, tapi you tetep aja pergi sambil ngomel nggak jelas. Siapa yang salah?"

"Ya kamulah! Pokoknya aku nggak salah karena aku nggak tau kalau kamu itu cucu Kiai Abyan juga. Bay! Assalamualaikum." Setelah mengucapkan salam Ayra pergi begitu saja tanpa mau mendengar balasan salam dari Yusuf. Berdebat dengan lelaki itu seketika mengingatkan Ayra dengan Althaf.

About ReadinessTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang