Bagian 7

64 2 0
                                    

Beomgyu terbangun dari tidur lelapnya. Otaknya memproses keadaan ruangan tempat ia berada karena seingatnya tadi malam ia tidur di kamarnya sendiri. Namun, kini yang ada di sekelilingnya bukanlah lingkungan kamarnya.

Kesadaran Beomgyu kembali seratus persen saat mendengar suara pintu depan terbuka disusul suara sang kakak. Lantas Beomgyu keluar dari ruangan tersebut. Langkahnya tercekat kala netranya mendapati kengerian yang ada di hadapannya. Air mukanya mengisyaratkan betapa terkejutnya ia saat ini. Sampai-sampai tak ada kata keluar dari mulutnya. Sang kakak berdiri di seberangnya dengan keadaan yang tak jauh berbeda. 

Setelah menit-menit berlalu, Beomgyu akhirnya dapat menggerakkan kakinya untuk melangkah menghampiri Renjun. Lalu ia pun bertanya pada sang kakak, "Bang, Ayah sama Bunda, kenapa?" Getar suaranya menunjukkan betapa ia sangat kalut.

"Bisa-bisanya lo asik tidur padahal bunda sama ayah pasti butuh pertolongan tadi malem." Renjun menjawab dengan suara rendahnya. 

"Gue juga nggak ngerti bang. Tadi malem gue tidur terus bangun-bangun udah di secret room. Dan sekarang, gini?"

"Makanya jadi orang jangan kebo banget sampe ada kejadian kayak gini lo gak sadar?" 

"Ya gimana? Gue bener-bener gak sadar." 

Perdebatan sengit akhirnya terjadi. Renjun terus-menerus menyalahkan sang adik atas apa yang terjadi. Beomgyu yang merasa dia tak seharusnya disalahkan terus membela diri. Hingga Beomgyu yang muak karena terus disalahkan ikut menyalahkan saudaranya.

"Ya semalem lo juga gak di rumah, pasti lagi asik sama temen-temen lo kan? Lo juga nggak ada pas mereka lagi butuh lo!"

Renjun bungkam. Kemudian dengan masih dalam kondisi kalut dan kalap ia pergi menuju dapur. Beomgyu yang tak bisa berpikir jernih di situasi demikian memilih untuk mengikuti langkah sang kakak menuju dapur. Terkagetlah ia saat melihat Abangnya yang kini dalam posisi membelakangi dirinya tengah memegang sebuah pisau daging di tangan kanannya. 

"Gue gak pantes hidup. Gue udah ngebiarin Bunda sama Ayah mati kayak gitu, gue harus nyusul Bunda sama Ayah buat minta maaf." Sesuai dugaan Beomgyu, yang selanjutnya dilakukan Renjun adalah mengayunkan pisaunya untuk menyayat pergelangan tangan kirinya. Lantas yang lebih muda dalam keadaan panik berusaha menghentikan apa yang Abangnya lakukan. Dengan gerakan cepat tangan kiri Beomgyu mencengkram pergelangan kiri sang kakak dan berakhir dengan sebuah luka sayatan cukup dalam di tangan kiri sang adik. Sudah dapat dipastikan darah dari luka tersebut mengalir begitu derasnya. Membuat tubuh Beomgyu kemudian melemah lalu terduduk.      

Pisau yang sedari tadi ada dalam genggaman Renjun akhirnya terjatuh. Si sulung memutar tubuhnya dan ikut terduduk di depan sang adik. Selagi tangan Renjun menahan pendarahan di tangan Beomgyu, derai air mata mengalir deras dari indra penglihatnya. 

Beomgyu dengan tubuhnya yang lemah mengatakan, "Bang, bukan salah Gyu, bukan salah Abang juga. Ini udah takdir yang emang seharusnya terjadi. Bunda pernah bilang kalau kematian itu sesuatu yang pasti, mau kita sembunyi di mana pun kalau udah takdirnya ya bakal mati juga. Inget kata Bunda, Bang! Kalau Bunda sama Ayah udah gak ada kita harus saling jaga karena kita cuma punya satu sama lain. Makanya Gyu minta tolong sama Abang buat nggak lakuin itu lagi, Gyu yakin Bunda nggak akan maafin Abang kalau kayak gitu caranya. Justru dengan Abang ngejalanin hidup dengan baik Bunda sama Ayah pasti maafin kita." Setelah itu pandangan Beomgyu menggelap.

" Setelah itu pandangan Beomgyu menggelap

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Are We Family?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang