Ayah mengurungkan niatnya untuk minum karena memiliki firasat yang buruk tentang suara itu. Disimpannya gelas yang tadi sudah diambilnya ke tempat semula dengan sangat hati-hati. Berusaha agar tidak mengeluarkan suara yang dapat terdengar sampai keluar.
Ayah berpikir, jika yang berada diluar itu adalah perampok, hal pertama yang harus ia sembunyikan bukanlah harta benda berharganya melainkan anak dan istrinya yang sekarang sedang terlelap di kamar masing-masing. Karena menurutnya keluarga adalah harta yang paling berharga.
Maka dari itu, ayah bergegas menuju kamar Beomgyu. Lalu dengan hati-hati ayah menggendong Beomgyu. Ayah memindahkannya ke tempat yang tersembunyi, yaitu ruang bermain Renjun dan Beomgyu sewaktu mereka masih kecil. Ruangan tersebut berada di bawah tangga dan bentuk pintunya menyerupai dinding. Orang yang melihatnya sekilas tidak mungkin menyadari adanya ruangan itu.
Setelah berhasil memindahkan Beomgyu, ayah bergegas menuju kamarnya yang ada di lantai dua. Sekarang giliran bunda yang akan dipindahkan. Ayah menggendong istrinya yang sedang terlelap itu di punggungnya. Lalu mulai menuruni tangga dengan langkah yang pelan, lagi-lagi berusaha agar tidak mengeluarkan suara yang dapat terdengar sampai keluar.
Saat ayah hampir menginjakkan kakinya di tangga paling bawah, napasnya tercekat kala mendapati satu orang asing dengan topeng hitam khas perampok sedang membelakanginya dan terlihat membawa pisau di tangannya. Orang tersebut berjongkok di depan meja televisi, mencari benda-benda berharga dalam laci meja tersebut.
Akhirnya ayah memutar badannya, hendak kembali ke lantai atas. Namun, gerakan ayah kurang cepat, perampok tersebut keburu menyadari keberadaan ayah. Lalu dalam sepersekian detik perampok itu telah menusukkan pisau yang sedari tadi digenggamnya erat ke punggung bunda yang berada di gendongan ayah berkali-kali. Suara rintihan yang berasal dari mulut bunda pun terdengar di telinga ayah. Sontak ayah membalikkan badannya, satu tusukan pun tertancap di perutnya. Dengan sisa tenaga yang ayah punya, ia menendang si perampok hingga terguling di lantai.
Merasa si perampok sedang lengah, ayah berusaha pergi ke lantai atas dengan cepat. Tetapi lagi-lagi gerakan perampok itu lebih cepat dari ayah, karena ayah membawa bunda yang hampir sekarat di punggungnya. Si perampok meraih pundak kiri ayah dan menariknya sehingga ayah dan bunda jatuh terguling dari anak tangga ketiga dari yang terakhir. Posisi mereka pun menjadi terpisah. Dengan segera ayah merangkak mendekati bunda, lalu memeluknya. Darah yang mengalir dari punggung bunda dan perut ayah akhirnya mewarnai lantai putih rumah tersebut.
Beomgyu yang berada di ruang bawah tangga masih tidur dengan nyenyaknya. Mimpi indah membuatnya tak terganggu oleh kegaduhan yang terjadi di luar ruangan. Mimpinya sangat bertolak belakang dengan realita yang terjadi di rumahnya. Mungkin, jika ia terbangun, ia akan memilih untuk kembali ke mimpi yang sedang dialaminya sekarang ini.
Sementara di luar ruangan tempat Beomgyu berada, si perampok kembali mendekati mereka yang sedang terbaring berpelukan di lantai. Lalu dengan brutal kembali menusukkan pisaunya ke badan ayah dan juga bunda. Ayah masih terus berusaha mendekap istrinya untuk melindunginya dari tusukan perampok brutal itu. Bunda yang berada di dekapan ayah terus menerus menitikkan air mata dalam keadaannya yang sudah sekarat karena tusukan-tusukan yang diterimanya sebelumnya. Keadaan ayah tak jauh berbeda dengan bunda. Perampok itu benar-benar tak punya belas kasihan dan sangat kejam.
Setelah si perampok merasa korbannya tak lagi bisa berkutik dan sudah sangat sekarat, ia melanjutkan aksinya. Ia ambil semua harta benda berharga yang ia temukan di dalam rumah itu dan membiarkan dua orang yang nyawanya sudah berada di ujung tanduk terbaring dengan posisi yang masih saling memeluk di dekat tangga.
Bunda yang keadaannya sudah sulit untuk bernapas dan berbicara memaksakan dirinya untuk bicara, menanyakan keadaan anaknya, Beomgyu.
"B..B..Beomgyu, g..gimana yah?" dengan sisa tenaga yang bunda punya, ia bertanya pada ayah. Suaranya sangat lirih hingga hampir tak terdengar.
Ayah kemudian menjawabnya dengan keadaan yang sama, "K..ka..kamu t..t..tenang aja, d..di..dia b..baik-baik aja."
Setelah mengatakan itu, ayah mencium kening bunda sambil matanya mengeluarkan cairannya. Air mata bunda pun terus mengalir, membanjiri pipi putihnya. Keadaan keduanya sudah benar-benar sangat sekarat. Beberapa menit berlalu, akhirnya mereka berdua menghembuskan napas terakhirnya dengan masih dalam keadaan ayah yang memeluk bunda.
Pada pukul dua dini hari, perampok kejam itu telah menyelesaikan urusannya. Barang curian sudah dikumpulkannya dengan sangat apik di kantongnya. Karena ia merasa sudah menelusuri semua ruangan dan merasa tak ada orang lain lagi selain dua orang tak bernyawa yang ada di dekat tangga, maka ia memutuskan untuk segera kabur dari rumah tersebut. Sebelum ia benar-benar meninggalkan rumah itu, ia pastikan dahulu bahwa dua orang pemilik rumah ini telah benar-benar tak bernapas. Setelah merasa yakin, ia pun pergi dengan barang curiannya dan sama sekali tidak ada rasa sesal dalam dirinya, melainkan sangat puas dengan hasil curiannya malam ini. Benar-benar tak punya hati nurani.
Renjun yang menginap di rumah Yeonjun tak tahu menahu tentang kejadian menyeramkan yang baru saja terjadi di rumahnya sendiri. Keadaan Renjun sama dengan Beomgyu, masih sangat pulas tertidur. Jelas ia tidur sangat nyenyak, karena ia tidur di kamar yang amat sangat nyaman. Senyuman mengembang di mulutnya saat tidurnya, mungkin Renjun juga mengalami mimpi yang indah seperti Beomgyu. Entah akan mengembang kembali atau tidak senyum itu kala ia sudah pulang ke rumah nanti.
Takdir menyedihkan benar-benar menghampiri kedua kakak-beradik itu. Rumahnya kecolongan. Kedua orang tua mereka meninggalkan mereka selamanya tanpa salam perpisahan dan dengan keadaan yang sangat mengenaskan. Tapi mereka tak bisa apa-apa. Takdir yang telah terjadi tak bisa dibantah. Tak ada cara untuk mengembalikan orang yang sudah tak bernyawa. Tak ada cara untuk memutar waktu. Mereka hanya bisa menerimanya. Menerima dengan lapang dada. Hanya itu yang bisa mereka lakukan.
TBC~~
Senyumnya masih ngembang nih, gatau nanti kalo dah pada bangun :'(Abang adek yang meresahkan 😰
Jidat + gondrong, dahlah gabisa berkata-kata bai✋
KAMU SEDANG MEMBACA
Are We Family?
FanfictionSebenarnya apa makna sebuah keluarga? Apa dengan keadaan kita yang seperti ini bisa disebut keluarga?