TUJUHBELAS (A)

71 12 2
                                    

Hai gais, apa kabar? Semoga kalian sehat-sehat ya, jangan kayak aku yang lagi sakit 🥺 Tapi... Gapapa, aku tetep nulis dan tetep update karena Kafa-Kia katanya udah ga sabar mo ketemu kalian 🤪

Keadaan Kafa kini sudah jauh lebih baik, dia juga sudah sadar dari komanya seminggu yang lalu. Meski dia belum terlalu bisa melakukan beberapa hal sendiri, sebab tangannya yang patah masih dalam pemulihan dan Kia adalah orang yang selalu ada, tak pernah meninggalkan Kafa sedetikpun. Meskipun, Kafa sudah mencoba menyuruh wanita itu pulang untuk sekadar istirahat lebih nyaman tapi wanita itu tidak pernah mau.

Kafa memandangi Kia yang terbaring di sofa panjang yang berada di ruang rawat inap VVIP itu, wanita itu terlihat sangat lelap setelah seharian mengurus Kafa. Entah dengan cara apa Kafa membalas kebaikan Kia ini, pria itu tidak bisa berpikir dan mungkin tak akan pernah bisa balas budi pada wanita yang sama sekali tidak pernah meninggalkannya dari hari pertama dia berada di rumah sakit ini.

Dia jadi ingat, saat dimana dia mendapat pesan dari Gia untuk menjemput Kia di apartemen Bima --mantan kekasihnya. Semalam penuh Kafa tak memejamkan matanya, meski hanya di dalam mobil tapi udara yang dingin tetap terasa karena malam itu juga turun hujan cukup deras dan keesokan paginya, saat dia melihat Kia keluar dari apartemen bersama Bima, Kafa baru memutuskan untuk pulang dalam keadaan mengantuk dan hati yang kacau, iya. Keadaan hatinya pagi itu tidak cukup baik sebab dia melihat Kia dan Bima bergandengan tangan bahkan tertawa, mereka terlihat bahagia dan seperti baik-baik saja, tidak seperti yang Gia khawatirkan. Kafa tetap memutuskan untuk pulang, beberapa menit perjalanan pulang lancar-lancar saja, sampai rasanya Kafa hanya memejamkan mata beberapa detik sebab sangat mengantuk dan setelah itu, dia sudah tidak ingat lagi apa yang terjadi, saat sadar dia sudah berada di rumah sakit dan dari penjelasan Kia, katanya dia koma selama tiga hari.

Kafa mengambil gelas yang berada di samping tempat tidurnya, sependengaran Kafa, pergerakannya tidak menimbulkan suara tapi Kia yang tidur di sofa tiba-tiba membuka matanya dan melihat ke arah Kafa.

"Kafa?? Haus?" tanya Kia tak beranjak dari sofa.

Kafa menatap Kia, "iya. Kok lo bangun?"

"Bisa ngambilnya?" Kia tak menjawab pertanyaan Kafa.

"Bisa kok nih," kata Kafa sambil menujukan gelas yang berada di tangannya kemudian meminumnya beberapa teguk.

"Kenapa bangun? Ga nyaman ya tidur di sofa?" Kafa mengulangi pertanyaan yang tadi tak dijawab oleh Kia.

Kia tak langsung menjawab, dia bangun dari posisi tidurannya dan duduk. "Nyaman-nyaman aja si," sahutnya sambil melihat sofa tempatnya duduk. "Ya, nyaman." katanya lagi meyakinkan Kafa.

"Lo ga mau pulang dulu gitu? Lo ga pernah pulang semenjak gue di sini." tanya Kafa.

"Oh, lo ngusir gue?" Kia salah mengartikan, dia beranjak dari duduknya dan berjalan mendekat ke arah Kafa.

"Bukan gitu, supaya lo bisa tidur dengan nyaman aja. Gue ga tega liat lo tiap hari tidur di sofa kayak gitu, badan lo pasti pada sakit." Kafa menjelaskan maksud sebenarnya.

"Hemm... Ini ga sesakit kayak waktu gue tau tiba-tiba lo kecelakaan." jawab Kia sambil menarik bangku di pinggir ranjang dan duduk di sana.

Kafa tersenyum mendengar jawaban Kia, dia paham maksud wanita itu. "Makasih ya," ucap Kafa tulus, entah sudah yang keberapa puluh kali.

"Lo udah sering banget ngucapin makasih, Kaf." Kia mengingatkan sambil menambahkan air di gelas yang tadi Kafa minum agar tetap penuh.

"Gue serius." kata Kafa.

Heavy RainfallTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang