Melodrama (04)

32 2 0
                                        

Pandangan memicing Hara sorotkan ke arah jalanan depan RTH. Semua anak kelasnya kini sibuk berbisik-bisik mengenai tontonan gratis yang terjadi mendadak itu. Astaga, ulah macam apa lagi! Bu Dira guru Biologi mereka jatuh terjungkal sebab Alean sialan itu menabraknya.

Hara mendesis, sangat tidak sopan! Atas perbuatan Alean, Bu Dira pun menggiring Alean dan kawan-kawannya ke gedung sekolah, meninggalkan mereka sementara di RTH. Hari ini kelas XI MIPA 5 menggelar praktikum struktur dan fungsi sel, dengan objek pengamatan allium cepa alias bawang merah.

Rogil berjalan lesu meratapi toples berisi bawang merah yang kotor, ia membawa toples tersebut lantaran titah Bu Dira yang mewajibkan bawang-bawang sudah tercuci bersih ketika beliau datang. Tiba-tiba lengkingan suara mencuat dari arah geng centil XI MIPA 5.

"Giiiil, siniin!"

"Toplesnya Giiil!"

Vivia dan Adelia berebut memanggil-manggil nama Rogil. Yap bocah-bocah itu tampak sangat obsesi terhadap Alean sejak tadi.

"Naon sih?" Rogil sedikit sewot karena mereka terus meneriakinya.

"Sinii bawangnya kita aja yang nyuci!"

"Iyaa, bekas dipegang Alean kan tadi?"

Dua perempuan itu bertatap-tatapan dengan antusias. Bak magnet, kaki Rogil langsung terseret ke hadapan mereka.

"Ah, kalian jangan gituuu," ucap Rogil dengan senyum sok malu-malu anjing, ekspresinya langsung berseri-seri, "kan gua jadi enak, gaperlu nyuci-nyuci bawang, huahaha."

Vivia menjitak kepala Rogil main-main, lantas melenggang pergi dengan Adelia selepas melakukan serah terima toples. Astaga, bahkan bekas sidik jari Alean yang tak nampak di toples pun sebegitu berharganya di mata mereka.

"Ra! Denger gak sih gua ngomong?" Helen melambai-lambaikan tangan sehingga Hara tergeragap sadar dari lamunan.

"Eh, sorry Hel, apaan?"

"Ih, naksir Rogil ya lo, sampe dipantengin mulu dari tadi,"

"Dih sotoy banget yee," Hara mengelak cepat, "udaah cepet ah ngomong apa Lo barusan?"

"Hahaha, iya iyaaa. Jadi tadi gua kan nanya, lo besok luang enggak? Kalau iya, sabi dong kerjain laprak bareng."

Hara menganggukkan kepala tanda setuju, kebetulan besok juga ia tak punya kesibukan, "Di rumah lo ya, nanti shareloc aja alamatnya."

Helen memasang air muka sumringah sembari memberi isyarat "oke" dengan jarinya. Tak lama kemudian, praktikum pun dimulai. Para siswa XI MIPA 5 pun mulai berkutat dengan mikroskop, mengamati epidermis sel bawang merah dengan perbesaran lemah dan kuat.

***

Gerombolan XI MIPA 5 memasuki gerbang sekolah pasca praktikum di RTH. Sebagian bertugas mengembalikan alat-alat ke laboratorium, sebagian lainnya bergegas menuju kantin karena jam istirahat telah tiba.

Melewati lapangan, iris netra Hara menangkap sosok Alean dan kawan-kawannya yang tengah dihukum membersihkan rumput liar. Ternyata hukuman mereka belum selesai. Mungkin mereka terlalu banyak bercanda sehingga pekerjaan seperti itu saja tak kunjung kelar.

Hara dan Helen memilih dua bangku kosong di sisi kanan kantin. Tanpa perlu berpikir panjang, Hara segera memesan semangkuk soto ayam ceker dan nasi putih yang akan mengobati perut  keroncongannya kali ini, sedangkan Helen memesan pisang goreng keju.

"Lo gak sarapan pagi tadi Ra?" tanya Helen seraya mengunyah pisangnya.

"Gua cuma sempet minum susu cokelat doang sih, makanya laper."

"Oooh, pantesan tumben banget pesen makanan berat,"

Hara diam, memilih berkutat untuk melahap makanan. Kegiatan "naik angkot"-nya pagi tadi berlangsung dengan damai tanpa ada drama seperti kemarin. Ia benar-benar sudah mengucap syukur ketika Tuhan menghindarkannya dari Alean Si Playboy Payah—namun yah, begitulah, kejadian di RTH membuat rasa leganya batal purna.

Dari kantin, siluet Alean dan geng konyolnya masih dapat terlihat walau samar. Selain itu, Vivia dan Adelia terpantau merecoki mereka, entah untuk melontarkan basa-basi paling basi, atau hanya mengamati. Hara bergidik geli.

"Vivia sama Adelia mah emang gitu! Hahaha," Helen seolah berhasil membaca pikiran Hara, "Kata Rogil, mereka pernah cerita kalau mau hunting jodoh bibit unggul di sini."

Hara berdecak, "Bibit unggul apanya anjir, seorang Alean Ganendra tuh cuma modal tampang doang."

"L-LO KENAL? Bocah itu nama lengkapnya Alean Ganendra?" Helen mendekatkan wajah, intonasi tingginya berubah setengah berbisik.

Hara pun mendorong mundur jidat Helen menggunakan telunjuk, risih lantaran muka Helen tiba-tiba mendekat dengan mimik penasaran, "Gak kenal gua. Kebetulan pernah denger aja pas Vivia cerita ke Adelia."

Bohong banget. Padahal Hara tahu gara-gara ia sempat ikut stalk instagram Alean kemarin.

Kepala Helen hanya mengangguk-angguk tanda paham, sembari memperhatikan geng konyol Alean yang mulai bubar dari tepi lapangan.

"Tapi emang cakep gak sih Ra?" Helen cengengesan.

"Sinting lo."

Melihat jalan pikir Helen yang mulai ngawur, Hara memilih untuk segera beranjak membawa mangkok bekas sotonya ke dalam ember piring kotor. Hara berharap, otak Helen dapat kembali berpikir rasional, karena jika tidak, kemungkinan terburuknya adalah: Helen akan mengikuti jejak Vivia dan Adelia. Lalu mereka mencari perhatian Alean. Lalu mengejar. Lalu membuat fanbase. Lalu hunting cogan-cogan lain. Oh tidak, mungkin Hara yang sudah berasumsi terlalu jauh.

"Dih, Haraaa awas ye lo malah cabut duluan!" buru-buru Helen melahap seluruh pisang keju yang tersisa di atas piring, bergegas menyusul Hara yang kini mulai berjalan keluar kantin.

Seraya menyejajarkan langkah, Helen berceloteh, "Hati-hati, suka lo ntar."

"Amit-amit."

***

Catatan 2:

Alih-alih ada huru-hara, gua malah ngerasa kalau sekolah makin terkesan melodrama. Gua pikir, cowok yang dikejar-kejar cewek setengah mampus itu cuma ada di film-film doang. Secara gitu loh ya, cewek kan identik punya rasa gengsi yang besar, mana mau sih nurunin harga diri demi cowok yang gak suka balik ke dia? Tapi kayaknya populasi "cegil" semacam Vivia, dan Adelia mulai menjamur di mana-mana.

Semoga gua bisa tetep waras di era gempuran para cegilnya Alean Ganendra—si Playboy Payah.

— Hara.

***

Tepat ketika Hara membuka pintu, suara lembut Mama menyambutnya, "How was your day, Hara? Gimana sekolahnya? Seru?"

Hara merebahkan diri di sofa ruang TV dengan seragam lengkap yang masih membalut tubuh. Beberapa mata pelajaran eksak hari ini cukup membuat kepala Hara berdenyut pening.

"Ya gitu deh Ma, standar-standar aja."

"Oh iya Ra, habis ini bantu Mama masak sop buntut buat makan malam ya, katanya Papa bakal pulang kerja lebih awal."

Acungan jempol Hara pun mengambang di udara, tanda menyanggupi permintaan sang Mama. Mungkin ia akan beranjak beberapa menit lagi, sebab kali ini ia cuma mau memejamkan mata sepuas-puasnya.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jan 06, 2024 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

KlandestinTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang