Baru sampai di bagian satu saja aku sudah bingung harus menulis apa. Cara ku mengenalmu sungguh luar biasa sampai saat aku menuliskan ini tangan ku tidak kuasa, terpesona. Otak ku berisik, Menyampaikan ide-ide hebat untuk cerita yang akan ku tulis namun tangan ku tetap terdiam. Aku harus memulai dari mana?
Tulisan tentang mu harus jadi yang paling istimewa dari tulisan ku yang lain, Semesta. Biarlah kebingungan ini, aku bahkan akan selalu menuliskan mu biarpun di kertas yang tidak bisa kau baca.
×××
Gadis bernama Gadis itu berjalan sendirian di koridor sekolah, sambil memegang erat empat buah buku yang baru saja ia beli di tangannya, ia terus tersenyum.
Brukk!!
Empat buah buku di tangan Gadis berjatuhan, perempuan itu terdiam sebentar, pria di hadapannya menatapnya. Kemudian keduanya bergegas mengambil buku-buku itu di lantai.Koridor sekolah terasa damai saat semua siswa sudah pulang ke rumah masing-masing. Hanya menyisakan siswa dengan ekstrakulikuler, tugas kelompok, atau keperluan pribadinya di sekolah.
"Kayak di drama-drama Korea ya" sang pria terkekeh sambil memungut 2 buku di hadapannya. Keduanya lantas berdiri berbarengan.
Gadis tidak menjawab, hanya memberikan senyum kecil miliknya. Pria itu tersenyum ramah, di sodorkannya buku-buku itu kepada pemiliknya. Mata sang pria tidak henti-hentinya mencuri pandangan si gadis.
"Aku suka baca buku" celetuk laki-laki berperawakan jangkung itu tiba-tiba, Gadis yang berniat berterimakasih dan segera pergi mengurungkan niatnya. Keduanya bertatapan.
"Itu semua, buku fiksi ya?" pria asing itu menunjuk buku-buku di tangan Gadis dengan lirikan matanya, sang pemilik buku mengangguk. Pria itu untuk kedua kalinya terkekeh kecil, lucu sekali, pikirnya.
"Boleh ku pinjam, Gadis?" sang pria memberikan senyum terbaiknya, seolah senyuman itu bisa memberikan akses memimjam buku. Gadis terdiam, dari mana pria itu tahu namanya?
"Boleh"
Sumpah, suaranya manis sekali. Pantas saja ia sembunyikan terus. Pria di depannya ini bisa tidak tidur semalaman karena mendengar suara indah itu. Dan lagi tatapan matanya saat berkata 'boleh' duh.. Merepotkan perasaan saja.
"Aku dari kelas-" kalimat Gadis terpotong, mulutnya yang mau berbicara terhalang jari telunjuk milik orang di hadapannya. Laki-laki asing itu kini sedikit membungkukan tubuhnya, menyamakan tingginya dengan Gadis.
Gadis reflek menutup mata, entah apa yang ada di pikirannya, ia seolah merasa ketakutan. Setelah lima detik tidak ada reaksi, matanya terbuka... Keempat mata itu bertemu, lagi.
"Tidak usah menyebutkan identitas mu, aku bisa langsung mengenali mu. Buku-buku ini pasti ku kembalikan, Gadis" di raihnya buku di tangan Gadis, kini keempat buku itu sudah berada di tangan orang asing.
"Sampai jumpa setelah ku membaca buku!" pamit pria itu sambil berlari tangannya melambai-lambai di udara. Gadis masih terdiam, masih merasa kaget.
Aneh. Gadis bukan tipikal orang yang banyak diam. Tapi kenapa saat berinteraksi dengan pria tidak di kenal itu, ia sangat merasa lugu dan malu-malu. Lalu kenapa ia tadi menutup mata? Apa? Ia merasa takut? Takut untuk apa? Dan herannya .... Kenapa rasa canggung itu terasa nyaman.. Duh, Gadis keheranan dengan dirinya sendiri. Dan sial, ia tidak sempat bertanya hal penting, nama.
---
"Aneh kamu Dis, kalau bukunya enggak balik gimana?" celetuk satu-satunya teman Gadis. Iya, Gadis hanya memiliki satu teman di sekolahnya. Itu bukan hal besar.
KAMU SEDANG MEMBACA
Semesta
Teenfikce"Kamu jadi penulis Dis, Apa cerita mu yang berjudul aku sudah selesai?" "Aku tidak pernah menulis tentangmu." Tulisan ini di buat untuk Semesta. Iya. Gadis berbohong tentang rasanya. Tapi ada benarnya, Ia menyayangi Semesta. Lagi-lagi soal rasa say...