Bosan memang kalau terus-terusan berkutat sama sederetan mata pelajaran di sekolah. Dan jalan-jalan ke mall akan mengembalikan kesegaran pikiran meskipun hanya sekedar acara cuci mata.
"Lihat sana cepat. Itu siapa yang disana." Aku menarik-narik tangan Maudya dan Rania untuk lebih dekat ke tembok besar mall tersebut.
"Itu kan... Prince cowok gue. Asikk dia juga ada di sini. Bukankah jodoh namanya kalau begini. Samperin nggak ya... Tapi kok ada cewek lain di sampingnya. It's oke, palingan itu hanya cewek yang juga memasang aksi kayak kita-kita ini, sekedar cuci mata."
"Memang itu Prince yang Lo berdua perebutkan. Lu berdua lihat sendiri gimana tuh cowok. Gue sendiri nggak mau bilang apa-apa tentang dia. Dan lo berdua jangan kirain Prince itu jalan sendiri saat ini... Tapi dia itu sering jalan barang beraneka macam cewek, tentunya mereka yang masuk dalam seleranya." Aku menjelaskan dengan berat hati. Agar Maudya dan Rania bisa membuka mata lebar-lebar lalu melihat dengan jelas siapa sebenarnya cowok yang mereka perebutkan itu.
"Gue nggak percaya omongan lu itu Nadya. Mungkin aja cewek-cewek itu dengan sukarela bela-belain ngedeketin si Prince, kayak gue sama Maudya," Rania malah membanggakan Prince.
"Menurut gue juga gitu... Cowok cakep ditambah pinter itu bakalan dikejar banyak cewek. Dan tuh liatin cewek-cewek itu malah manja pas ada di samping Prince. Wah, ini sih sudah melampaui batas kewajaran, malah kurang ajar. Bakalan banyak yang akan patah hati." Ayu berkomentar dengan memandang Maudya dan Rania bergantian. Isyarat kalau mereka berdua juga termasuk cewek yang bakalan patah hati.
"Masa iya, Prince yang kelihatannya lugu itu jadi super agresif di hadapan cewek. Perasaan gue nggak gitu kok. Pas jalan bareng gue aja dia cuma sebatas melirik manja, senyum-senyum dan dikit pegang tangan gue," ucap Maudya membuka rahasianya sendiri.
Sebenarnya dia akan berbangga dan menceritakannya pada kami, tapi waktunya tidak tepat karena keduluan mendapat saingan berat yaitu Rania sahabatnya sendiri.
"Berarti lu udah rasain dong genggaman tangan Prince. Beruntung banget lo itu... Nah gue belum apa-apa malah dapat apesnya doang. Dia malah begitu teganya bercanda tawa dengan cewek lain. Kok dia kayak gitu sih," sungut Rania masih nggak percaya dengan apa yang dilihatnya.
"Ya udah kalau lu berdua ngga percaya dengan penglihatan lu sendiri. Sebenarnya inilah yang gue mau tunjukin ke kalian agar bisa berpikir lebih panjang lagi. Jangan dikit-dikit main saling seruduk gitu hanya gara-gara kepengen jalan bareng cowok yang menurut kamu itu cocok untuk diperebutkan. Sorry ya.. buat gue cowok seperti Prince itu nggak ada untungnya untuk dijadikan bahan rebutan."
"Ooo ini toh tujuan kita jalan-jalan ke sini untuk menyaksikan hal yang nggak mengenakan ini. Jujur bikin gue tambah lapar aja," Maudya mulai percaya. Efeknya bikin perutnya semakin lapar tidak segera diisi.
"Satu lagi... Gue juga pernah diajak jalan sama Prince, minta gue jadi teman dekatnya. Bilangnya sih naksir gitu deh ke gue. Untung aja gue lebih dulu nyelidikin dirinya dan itu bikin gue nggak berselera dekat dengan dia. Sok setia gitu sih orangnya," aku menceritakan penggalan waktu di mana Prince datang menjumpai dengan senyum paling manisnya.
"Jadi... Lu juga mau dijadiin pacar oleh Prince itu Nadya? Kok bilangnya sekarang, setelah gue sempat dijadiin permainan."
"Sebenarnya kemarin-kemarin gue mau bilangin, tapi setelah gue saksiin sendiri lo berdua begitu bersemangat dengan persaingan enggak enggak jelas itu, bikin gue nahan diri buat bilanginnya. Gue pikir ada waktu yang tepat buat gue ceritain itu, dan sekaranglah waktu itu, ketika lu berdua nggak memperdulikan batas-batas itikad baik sebuah persahabatan. Prince yang bikin lu berdua jadi nggak mau lihat siapa lo sendiri... Siapa Maudya, siapa Rania. Lu pun nggak peduliin gue sama ayu sohib lu bertahun-tahun. Parah kali kan? Ulah kalian itu. Hanya gara-gara si Prince itu."
"Sorry deh..., Namanya aja cewek baru gede. Lo pada mau ngertiin gue kan? Gue juga akan berusaha ngertiin lo pada saat ngalamin kejadian kayak gue. Maafin gue ya." Rania begitu lirih dalam memelas untuk sebuah pengertian dariku, ayu, dan Maudya yang beberapa saat lalu menjadi rivalnya.
"Gue pun pengen banget minta maaf padahal semua. Nadia yang udah baru susah payah jadi ketua geng kita, ayu yang terlalu pengertian, dan lo Rania yang suka meletup-letup kayak bom waktu. semua mau kan maafin gue?" Maudya pun nggak kalah sendunya memelas.
"Udah... Kita maklumin kok. Cewek-cewek seusia kita ini memang kadang terlalu konyol. Yang penting sekarang hal seperti ini dijadiin pelajaran buat besok-besok. Pas ada cowok yang datang dengan jidat dikit licin jangan terus main embat aja. Kudu diselidiki mateng-matang, baru diputusin buat dideketin apa nggak. Cocok nggak dijadiin pelabuhan hati," aku berkata sedikit mengandung makna. "Gue mau muter-muter dulu yang mau ikut ayok."
"Enggak ah... Gue di sini aja. Mau puas-puasin lihatin si Prince resek itu. Besok-besok gue bakalan liatin dia dengan wajah jutek gue. Gue mau nikmatin suasana hati gue yang hancur ini dulu. Gue mau ratapi nasib cinta gue. Please... jangan ada yang ketawain gue ya... jangan ada yang coba-coba cekikikan meskipun dalam hati. Gue bakalan sedih kalau diketawain," Maudya nyeletuk nggak tanggung-tanggung. Sedih memang saat tahu cowok yang diharapkan malah jalan sama cewek lain.
"Gue mau nemenin Maudya aja di sini. Khawatir aja dia nggak ada yang bantuin kalau benar-benar nangis. " Rania nunjukin jiwa persahabatannya, bukan lagi jiwa permusuhan. Dia malah memegang tangan Maudya. "Udah udah jangan sedih gitu dong Maudya.
Masih banyak cowok yang cocok buat kita. Cowok bukan prince aja, masih banyak cowok lain."
"Lo bener Rania. Masih banyak cowok lain yang cocok dengan kita."
"Udah ya... Gue cabut sama Ayu. Entar ngumpul di depan. Daaahh... Awas lu berdua.. jangan berantem lagi!" Aku meninggalkan Maudya dan Rania. Aku ngajak ayu ke toko buku.
"Lu mau beli buku apa, Nad?"
"Cari novel. Koleksi gue nggak ada yang baru."
"Sama gue juga nggak ada yang baru nih. Kalau gitu setelah lo baca kasih gue pinjam ya. Kalau boleh dan lo rela biar gue duluan ngebacanya. Lo kan sukanya super sibuk gitu, ngerumpi sama si bibi."
"Ihh... pinjam, beli ya. Nggak mau sewa, lumayan kan buat beli coklat."
"Jangan gitu dong... lo boleh pinjam koleksi gue. Kita tukeran aja... gue ada yang baru kok."
"Boleh. Ayo bantuin gue nyari."
Aku belum sempat melewati pintu masuk toko buku ketika melihat makhluk yang membuat hatiku dag-dig-dug ngga jelas. Cowok dengan senyum manis yang membuat aku jadi jatuh cinta.
Dia yang sebenarnya tidak mau ku sebut namanya. Tapi sepertinya aku membenci dirinya, bukan... Tapi sifatnya yang menurutku sombong yang nggak kenal aku sama sekali. Itulah alasannya mengapa aku tidak mau untuk menyebut namanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
FIRST LOVE [ END ]
RomanceDon't Plagiat ❗❗⚠️ Kisah seorang cewek yang bertemu dengan seorang cowok saat pulang sekolah. Ternyata mereka sebelumnya sudah saling mengenal dan cowok itu ternyata teman sekolah semasa SD. Cewek itupun berharap penantiannya selama 5 tahun dan per...