Song: Kisah Terindah by Warna
.........................................................Aku terpekur sendirian di samping batu nisan yang baru diperbaharui beberapa bulan lalu. Menunduk, kemudian menekuk lutut sampai bersimpuh di hadapannya. Kuabaikan tanah merah yang menodai celana putihku hanya untuk memusatkan perhatianku pada dirinya. Bersamaan dengan senyum lembut di wajah, kuletakkan rangkaian bunga lily di tengah pusaranya.
Kuusap lembut batu nisannya dan berkata, "Aku datang, membawa kabar yang entah membuatmu bahagia atau malah bersedih karena tak bisa bersamanya ...."
Kuhirup napas dalam-dalam, kemudian mengeluarkannya dengan perlahan. Menutup mata sekilas hanya untuk merasakan kelembutan angin pagi yang menerpa wajah. Setelah beberapa saat menyampaikan ledakan emosi dalam jiwa, aku bangkit dan merogoh saku jas putihku. Tanganku terantuk sesuatu. Aku tersenyum kecil. Kalau kotak beludru ini tak berada di dalam sakuku, ragaku ini pasti akan tetap menempel di atas ranjang kamar.
Kulangkahkan kaki keluar dari pemakaman, berjalan perlahan menuju gedung pernikahan yang letaknya tak jauh dari rumah terakhir para manusia ini. Kuanggukkan kepala sambil memantapkan hati ketika berada tepat di gerbang utama sebelum benar-benar memutuskan untuk masuk ke dalam. Beberapa orang manyapaku, sedang lainnya tersenyum sambil melambaikan tangan ke arahku dari kejauhan. Suasana di sini benar-benar hangat. Aku menyukainya.
"Kenapa lama banget?!" gadis berambut ikal dengan hiasan bunga melati di kepalanya tampak kesal ketika melihatku dari pantulan cermin. Tapi bibir cemberutnya itu membuat ia terlihat semakin menggemaskan.
Aku terkekeh. "Maaf, ketiduran. Nggak bisa tidur tau, tadi malam."
"Aduuuh! Kamu aja gugup, apalagi aku!" tiba-tiba dia memekik, membuat wanita yang tengah menghias di rambut hitamnya menepuk pundaknya agar tak banyak gerak. Dia diam beberapa saat, kemudian nyengir dan memerhatikan setelan putih bersihku.
"Kamu dari mana? Celananya kok kotor gitu?" tanyanya ketika melihat ke bagian bawahku.
"Tadi aku abis ke makam Bunda," sahutku pelan.
Gadis itu melirik lewat ekor mata, sempat tersenyum manis tetapi hanya beberapa saat karena pandangannya sudah beralih pada tangannya yang terkepal kuat di pangkuan. "Aku aja anak kandungnya belum sempat ke sana, lho."
"Kamu bisa ke sana sepulang acara nanti," sambutku mencoba untuk menenangkan.
Dia mengangguk lemah tanpa membalas ucapanku. Sedangkan aku hanya bisa tersenyum kecil kemudian berbalik arah. Baru saja aku berniat keluar ruangan, seorang pria yang tingginya tak lebih dariku berdiri dengan wajah bersinar.
"Wey! Udah ditungguin dari tadi, juga!" serunya sambil menonjok bahuku.
Aku tersenyum lalu mengeluarkan kotak beludru yang sempat kusentuh tadi di pemakaman. "Nih," lalu menyerahkannya pada pria di hadapanku. "Saking gugupnya sampe ninggalin cincin pernikahan di kamar gue."
Ah, perkataan yang membuat jantungku seakan berhenti berdetak. Aku yang mengatakannya, aku pula yang merasakan sakitnya. Setelah berbasa-basi, aku pun melangkah keluar dengan perasaan campur aduk setelah memberi senyuman tipis pada si gadis.
Mereka yang melihatku keluar dari ruangan tampak tersenyum menguatkan. Para saudaraku maupun keluarganya tahu bagaimana rasaku padanya. Mereka semua tahu, hanya dirinya lah yang tak pernah menyadarinya. Andaikan waktu bisa kuulang, akan kuberikan seluruh waktuku padanya. Akan kuberikan seluruh kasih sayangku padanya.
Kalau Bunda masih ada, aku akan meminta maaf serta dengan air mata berlinang karena tak memenuhi permintaan terakhirnya untuk melamar anak tunggalnya secepat mungkin.
...
Kusesali dirimu
Mengapa tak disisiku
Saat ini aku rindu
Kusesali mengapa dia
Yang berhak atas kucinta
Sesungguhnya ku tak rela
..."Aku ingin mapan dulu, Bunda," itulah kata-kata yang membuatku menyesal setengah mati. Kerja kerasku untuk merangkai masa depan indah nan bahagia bersamanya berbalik menghancurkanku. Aku lupa waktu hingga mengabaikan perasaannya. Perasaanku. Aku terlalu percaya diri, terlalu yakin dia takkan meninggalkanku.
Kenyataannya, dia pergi tepat ketika aku menyadari betapa berharganya ia dalam hidupku. Aku sadar sekarang. Cinta memang bisa menunggu, tetapi dirinya takkan bertahan di satu titik tanpa kepastian. Kamu tahu tidak? Mencintainya bukan hanya sekedar kata yang terucap dari bibir, melainkan sudah terukir dalam hatiku.
"Lo harus kuat," seseorang menepuk pundakku dari belakang ketika mereka berdua masuk ke ruangan dengan kedua tangan yang berkaitan dan mata saling mengunci.
...
Andai engkau ada disini
Kukan selalu menjaga dan mencintamu
Andai kau tercipta untukku
Kan kurangkai kisah terindah hanya untukmu
Kusesali diriku
Mengapa tak disisimu
Saat ini aku rindu
...Senyum ini mungkin masih bisa menyamarkan sakitku, tetapi setitik air mata yang terjatuh seakan berbisik pada semua orang bahwa "aku tak baik-baik saja".
"Gue seneng liat dia bahagia," hanya itu kalimat yang terlontar dari mulutku sebelum aku tersenyum lembut pada dia yang menatapku penuh arti.
••••
END
KAMU SEDANG MEMBACA
SongFict: Seandainya
Short StoryAndaikan ..., satu kata yang terucap ketika apa yang kauinginkan tak berjalan semestinya. Ungkapan yang mewakili penyesalan akibat tindakan bodoh atau ceroboh. Sebuah keinginan di suatu masa lalu. Salah satu bentuk dari harapan yang mungkin saja tak...