fitriyana_ilmi : [Back To December]

447 46 2
                                    

Song : Back To December by Taylor Swift
...........................................................................

Tetes demi tetes hujan membasahi pekarangan rumahku. Hujan... dinginnya malam... Desember... semuanya terasa begitu menyakitkan untukku. Tatapan itu... senyuman itu... suara itu... semuanya kembali terasa nyata, berputar memenuhi kepalaku. Mengembalikan perasaan yang selama ini telah aku bungkus rapat-rapat.

Langit masih terus mengirimkan tangisnya ke bumi, seolah membawaku untuk ikut menangis bersamanya. Dan saat itulah satu tetes air mata jatuh. Satu tetes air mata yang mewakili perasaanku saat ini. Satu tetes air mata yang mengundang tetesan-tetesan lainnya untuk ikut berjatuhan.

"Kau tau? Melihatmu menangis adalah satu hal yang selalu berhasil membuatku merasakan sakit!"

Kata-kata itu kembali terngiang di telingaku. Membuatku meringkuk kerdil di sudut kamar, merutuki semua kesalahan yang dulu aku lakukan padanya. Mengingatnya membuat perasaan bersalah yang bersarang di dasar hatiku semakin menjadi-jadi. Kenapa aku tidak menyadarinya dari awal?

Bukankah sudah sangat terlambat bagiku untuk menyesalinya? Semua ini juga merupakan salahku. Dari awal aku yang tidak memedulikannya. Dari awal aku yang tidak menganggapnya. Dari awal aku yang tidak mengacuhkannya. Dan sekarang, untuk apa penyesalan ini?
Kenapa penyesalan harus datang di belakang? Kenapa sebuah penyesalan bisa semenyakitkan ini?

Aku mengambil sebuah foto yang terletak di meja tepat di sampingku. Di sana, terlihat dua orang laki-laki dan perempuan berdiri berdampingan dengan senyum di masing-masing bibirnya. Ditambah tangan mereka yang saling bertautan membuat mereka berdua terlihat sangat serasi, layaknya dua orang yang tengah berpacaran.

"Apakah ini karma untukku? Apakah ini balasan karena telah menyia-nyiakanmu? Apakah ini caramu membalas perbuatanku dulu?"

Aku meracau tidak jelas sembari memandangi foto tersebut. Memandang laki-laki yang berada di foto tersebut. Laki-laki yang telah berhasil membuatku menjadi hancur seperti sekarang.

Air mata masih terus mengalir membasahi pipiku. Perasaan sesak semakin memenuhi rongga dadaku, meninggalkan perasaan nyeri di sana.

Aku tahu aku telah salah. Aku tahu jika aku telah menyakitimu. Aku pun juga tahu jika aku tidak pantas lagi jika harus di sandingkan denganmu.

Tapi tidak bisakah sekali saja aku melihatmu? Setidaknya aku ingin berlutut di depanmu, meminta maaf darimu atas segala perbuatan yang telah aku lakukan. Aku hanya ingin menghapuskan kesalahanku di masa lalu.

Aku salah karena telah menyia-nyiakanmu. Aku salah karena telah mendorongmu menjauh dari kehidupanku. Aku salah terlalu mementingkan diriku sendiri. Aku salah, iya aku salah.

Sekelebat kenangan kembali berputar memenuhi kepalaku. Kenangan terakhir aku bersama dia, sebelum dia benar-benar pergi.

"Kau sedang apa?" tanya seseorang saat aku tengah duduk di depan jendela, menatap hujan yang turun dengan derasnya.

Aku melemparkan senyum kepada laki-laki itu, "Melihat hujan!"

Laki-laki itu duduk di sebelahku dengan santainya, lantas menyandarkan kepalanya pada bahuku. Segera saja kugerakkan bahuku, menandakan bahwa aku tidak nyaman dengan posisi seperti tadi. Seolah menegerti maksudku, dia kembali menegakkan kepalanya lantas ikut menatap derasnya hujan.

"Kata orang ketika kau tidak ingin seseorang mengetahui kau menangis, menangislah di bawah guyuran hujan, maka, tidak akan ada seorang pun yang tahu kalau kau tengah menangis."

Aku mengernyitkan dahiku bingung. Apa maksud dia mengucapkan kata-kata itu? Aku memilih diam, menunggu dia melanjutkan ucapannya.

"Tapi apa kau tau satu hal lagi?" tanyanya sembari menatapku intens.

Aku menggelengkan kepala beberapa kali. Menandakan jika aku tidak tahu jawaban atas pertanyaannya.

"Hujan memang bisa menyembunyikan tangis, tapi... hujan tidak bisa menyamarkan luka yang ada di dasar hati. Sebanyak apapun hujan mengguyurmu, sebanyak apapun hujan membasahimu, tidak akan pernah bisa membawa hanyut luka di dasar hatimu!"

Aku semakin bingung dengan apa yang dia ucapkan. Saat aku ingin bertanya maksud ucapannya, dia sudah terlebih dahulu berdiri dan keluar dari rumahku. Menembus hujan yang masih sangat deras, tanpa menoleh kembali ke arahku.

Seandainya saat itu aku mengerti maksud perkataannya, mungkinkah kita masih bisa bersama? Dan seandainya saat itu aku menyadari perasaanku, mungkinkah semuanya akan berbeda?

Harusnya aku tahu jika saat itu dia mengatakan perasaannya kepadaku. Hujan bisa menyamarkan tangis, tapi hujan tidak akan bisa membuang pergi luka. Harusnya aku tahu jika apa yang dikatakannya saat itu adalah perasaan yang tengah dia rasakan.

Bisakah aku mengulang waktu? Bisakah aku kembali ke masa di mana aku masih bersamanya? Sekali lagi, semua harapanku hanya akan sia-sia. Aku dan segala masa laluku yang tidak bisa aku perbaiki.
----------
I'd go back in time and change it, but I can't
So if the chain is on your door, I understand
...............
END

SongFict: SeandainyaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang